Periode Edo 1600-1868 menghasilkan perdamaian dan mendukung berkembangnya ajaran Zen. Para biawaran yang terkenal pada zaman Edo adalah Takuan
Soho 1573-1645, Bankei Yotaku 1622-1693, dan Hakuin 1686-1769 mereka berasal
dari Rinzai Zen, Takuan mengajar afinitas antara Zen dan manusia pedang, dia juga dikenal sebagai guru spiritual Miyamoto Musashi seorang pemain pedang legendaris Jepang.
Bankei bertanggungjawab untuk membuat Zen dapat diperoleh kedalam bentuk tidak tertulis yang paling sederhana.
Memasuki zaman Meiji 1868, pemerintah lebih mendukung Shinto ketimbang agama Budha. Meskipun demikian Zen tetap berkembang dan Imakiya Kosen diangkat
menjadi kepala biara di kuil Engakuji, Kamakura 1875. Penggantinya Shaku Soen yang dikenal sebagai guru Daiset T. Suzuki, orang yang mengembangkan prinsip Zen di Barat.
2.2. Konsep Umum Zen Dalam Bushido
Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, Zen diajarkan dari hati ke hati tidak bergantung pada buku-buku. Bodhidharma menekankan bahwa dalam pembinaan spiritual,
intinya adalah pada pengalaman langsung, bukan melalui belajar dari buku Wong Kiew Kit, 2004:262. Pengajaran Zen tidak dapat dipahami sepenuhnya jika diungkapkan melalui
kata atau bahasa, tetapi Zen harus dialami secara pribadi. Meskipun demikian, belajar melalui buku tidak dapat disalahkan, karena melalui buku seseorang dapat dipersiapkan
untuk memperoleh pencerahan. Sasaran Zen seperti yang diungkapkan Suzuki 2004:212 : Zen pada dasarnya
adalah seni melihat hakekat kebenaran seseorang, dan menunjukkan jalan dari perbudakan ke kebebasan, Zen dapat membebaskan semua energi yang tersimpan secara alamiah untuk
Universitas Sumatera Utara
beraktivitas. Berarti Zen itu adalah seni untuk melihat kodrat diri dan mempergunakan secara maksimal kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam diri manusia. Energi atau
kekuatan yang terdapat secara alami dalam tubuh manusia dibebaskan tanpa halangan atau dimaksimalkan. Hal seperti ini dalam permainan pedang sering disebut alam Bawah-Sadar.
Dalam Suzuki 2004:43 dikatakan bahwa seorang pemain pedang yang terlatih tidak lagi memiliki kesadaran-relatif umum ketika berhadapan dengan musuh, tetapi yang bekerja
adalah bawah-sadarnya yang terbangunkan ketika ia mencapai suatu keadaan tiada diri, tiada pikiran. Dalam keadaan bawah-sadar tersebut, pemain pedang biasanya tidak lagi
memikirkan dirinya, gerakan pedang musuhnya, dan ketika menyerang bukan dia lagi tetapi pedang di tangan bawah-sadarlah yang menyerang. Tentu saja dibutuhkan disiplin dan
latihan bertahun-tahun untuk memaksimalkan kekuatan bawah-sadarnya. Sesuai dengan pernyataan Wong Kiew Kit 2004:263, doktrin Zen yaitu langsung menunjuk pada pikiran,
menekankan latihan langsung dan praktis untuk memunirkan pikiran sehingga mencapai pencerahan dan kesadaran.
Universitas Sumatera Utara
Ajaran zen memiliki pengaruh yang besar terhadap konsep Bushido. Bushido adalah Jalan prajurit, yang merupakan dasar moral dan filosofi utama bagi banyak prajurit Jepang
pada masa lampau hingga zaman modern. Bushido lahir di zaman Kamakura dan Muromachi, kemudian berkembang hingga zaman Edo.
Dalam Situmorang 1995:21, bushido mempunyai ciri khas yaitu pengabdian diri yang mutlak terhadap tuannya, sehingga mereka para bawahan rela melakukan junshi
bunuh diri mengikuti kematian tuannya dan adauchi mewujudkan balas dendam tuannya. Pengabdian diri berarti berkaitan erat dengan kesetiaan, salah satu hal yang
ditekankan dalam dunia samurai. Menurut Bellah 1992:126-127, seorang samurai harus bersikap hormat atau kesopanan.
Kewajiban tertinggi dari kaum samurai adalah kesetiaan mutlak terhadap tuannya bahkan diatas kepentingannya sendiri. Oleh karena itu mereka dituntut untuk hidup
sederhana, mampu untuk menahan diri dari segala keinginan-keinginan mereka dan ugahari
hidup hemat. Kutipan dari Hagakure dalam Bellah dituliskan: Hematlah dengan kata-kata. Jika kamu memerlukan sepuluh kata, gunakanlah satu
kata saja. Jika kamu meninggalkan tempat pesta ria,pergilah ketika kamu masih ingin tinggal.
Jika kamu merasa kamu sudah puas, kamu sudah mendapatkan lebih dari cukup. Cukup itu berlebihan. Jangan menyenangkan diri serndiri.
Kehidupan sederhana dan tidak berpikir tentang keuntungan dalam mengabdi kepada tuannya, membuat mereka kaum samurai bersedia melakukan apa saja demi
tuannya, termasuk bunuh diri. Menurut Hagakure dalam Bellah, bushido, jalan prajurit,berarti kematian. Alasan para samurai bersedia melakukan bunuh diri demi tuannya
Universitas Sumatera Utara
junshi menurut Watsuji Situmorang, 1995:21 adalah karena di dalam Ie terjalin hubungan yang erat antara tuan dan pengikut yang berlangsung dari generasi ke generasi.
Segala sesuatu yang diterimanya pengikut selama hidup merupakan on budi dari tuan, yang harus dibayar dengan chu penghormatan terhadap tuan, yang diwujudkan dengan
giri balas budi. Ajaran Zen turut mempengaruhi pandangan-pandangan tentang kematian tersebut.
Dikatakan dalam ajaran Zen, bahwa perjalanan di dunia kematian adalah gelap, oleh karena itu para anak buah harus rela mati untuk menemani perjalanan kematian tuan
menuju raise dunia setelah mati, Situmorang 1995:21-22. Hal ini berarti para samurai semasa hidupnya harus dapat membiasakan diri dengan kematian,sehingga pada saat
kematian itu tiba tidak menyakitkan dan mengerikan bagi mereka. Dengan bersikapdemikian, keangkuhan mereka dihilanggkan. Ini sesuai dengan ajaran Zen, yang
tidak mementingkan diri sendiri tetapi memperhatikan kehidupan orang lain. Konsep Bushido yaitu mengenai kesetiaan, taat, sederhana, dan kematian yang
semuanya itu dilakukan demi tuannya. Selain itu etika Samurai juga menyangkut penghargaan yang sangat tinggi terhadap pencarian ilmu. Menurut Bellah 1992:131,
hampir semua samurai terpelajar dan membaca buku. Tujuannya, bukan untuk sekedar menguasai pengetahuan, tatapi untuk dapat memimpin tingkah lakunya, menguasai orang
lain dan mengembangkan diri. Pengetahuan dan tindakan bernilai sama, penerapan dan hasilnya bukan dua hal tetapi satu.
Universitas Sumatera Utara
Ajaran Zen tidak hanya berbicara tentang kerohanian saja, tetapi juga berbicara tentang penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dua hal yang terpenting dalam ajaran
Buddhisme Mahayana yaitu : welas asih dan bijaksana Wong Kiew Kit, 2004:351. Para
rahib Zen dikatakan selalu berdoa untuk orang lain dan makhluk hidup lain, tidak pernah untuk dirinya sendiri. Kalaupun pernah, hanya berupa penyesalan bukan meminta
pertolongan. Mereka tidak hanya mengajarkan tentang kasih dan kebijaksanaan namun mereka juga menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Para pengikut Zen berusaha
untuk hidup dalam disiplin yang ketat untuk membina dan menumbuhkan keutamaan, ketaatan, kesehajaan, kerendahan hati serta keutamaan yang khas Sutrisno, 2002:62.
Menurut Baizhang dalam Tsai 2004:65 mengatakan : “pentingnya bekerja dalam masyarakat sangat relevan bagi kemanusiaan. Untuk
menjadi mandiri dan tidak bergantung, kita menentukan nasih ditangan kita sendiri”.
Pengikut Zen bukan hanya dituntut untuk hidup sederhana, disiplin, menolong orang yang kesusahan, tetapi juga harus bekerja keras untuk hidup tidak bergantung pada belaskasihan
orang lain seperti yang sering dilakukan para pendeta Budha.
2.3. Defenisi, Novel dan Setting Novel The Harsh Cry of The Heron