Teori Empat-Sistem Teori Kontinum Teori Ketergantungan Cara Melaksanakan Kepemimpinan Effendi, 1986: 26-28

4. Teori Empat-Sistem

Likert 1967 menemukan empat gaya atau sistem manajerial yang berdasarkan pada suatu analisis atas delapan variabel manajerial, yaitu: 1 kepemimpinan, 2 motivasi, 3 komunikasi, 4 interaksi, 5 pengambilan keputusan, 6 penentuan tujuan, 7 pengendalian, dan 8 kinerja. Likert membagi gaya manajerial tersebut sebagai berikut: 1. Penguasa mutlak 2. Penguasa semi-mutlak 3. Penasihat 4. Pengajak-Serta

5. Teori Kontinum

Tannenbaum dan Schmidt 1957 menyebutkan ciri-ciri pemimpin yang berhasil sebagai pemimpin yang tidak melakukan pengawasan terlalu ketat atau terlalu longgar. Selanjutnya, pemimpin yang paling efektif adalah mereka yang mempunyai gaya yang konsisten, sesuai dengan tuntutan situasi.

6. Teori Ketergantungan

Menurut Fiedler 1967 pada teori kebergantungan, keefektifan pemimpin bergantung pada hubungan-hubungan dalam gaya kepemimpinannya, juga situasi tertentu yang dihadapinya. Gaya kepemimpinan digambarkan dalam variabel-variabel yang sudah kita kenal: tugas dan hubungan. Jadi, pemimpin ditinjau sebagai bermotivasi-tugas task-motivated atau bermotivasi- hubungan relationship-motivated. Universitas Sumatera Utara

7. Cara Melaksanakan Kepemimpinan Effendi, 1986: 26-28

a. Kepemimpinan demokratis Kepemimpinan demokratis ialah melaksanakan kepemimpinannya secara demokratis. Si pemimpin melakukan tugasnya sedemikian rupa, sehingga suatu keputusan merupakan keputusan bersama dari semua anggota kelompok. Setiap anggota mempunyai kebebasan untuk menyatakan pendapatnya. Tugas pemimpin disini adalah menuntun dan mengkoordinasikan proses pengambilan suatu keputusan. Sedang dalam cara kepemimpinan demokratis tampak adanya kecenderungan kerjasama secara timbal balik diantara anggota-anggota kelompok. Kepemimpinan inilah yang dianggap paling baik, karena menimbulkan suasana kerja dan produktivitas kelompok yang paling tinggi derajatnya. Kelompok dalam kepemimpinan demokratis dalam melakukan pekerjaannya tidak sebanyak pekerjaan dalam kepemimpinan otoriter, tetapi dalam kelompok demokratis ini terdapat kegairahan. Mereka terus bekerja dengan senang, ada atau tidak ada pemimpin mereka disampingnya. Dalam kepemimpinan demokratis ini, si pemimpin berinteraksi dan melakukan komunikasi dengan anggota-anggota kelompoknya. Si pemimpin berinisiatif, tetapi dalam pelaksanaannya ia mengikutsertakan anggota kelompoknya untuk membahasnya bersama-sama terlebih dahulu. Para anggota diminta pendapatnya sehingga keputusan yang dihasilkan dengan cara demikian akan menyebabkan para anggota kelompok merasa dirinya berharga, dan merasa bertanggung jawab atas berhasilnya keputusan yang mereka ikut serta membuatnya itu. Universitas Sumatera Utara b. Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan berdasarkan kekuasaan mutlak. Seorang pemimpin otoriter memimpin tingkah laku anggota-anggota kelompoknya dengan mengarahkan kepada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si pemimpin. Segala keputusan berada di satu tangan, yakni si pemimpin otoriter yang menganggap dirinya dan dianggap orang lain lebih mengetahui daripada orang-orang lain dalam kelompoknya. Pada cara kepemimpinan otoriter terdapat agresifitas, pertentangan, usaha mencari kambing hitam scape-goatism diantara para anggota kelompok, dan sikap apatis. Kelompok dalam kepemimpinan otoriter melakukan paling banyak pekerjaan, tetapi mereka berhenti bekerja jika pemimpinnya pergi. Mereka tidak senang kepada pemimpinnya, dan beberapa orang diantara mereka menjadi agresif. Lalu disebabkan perasaan tidak senangnya kepada pemimpinnya itu tidak bisa mereka cetuskan secara terbuka, maka mereka bertengkar diantara mereka sendiri. Branca berkesimpulan bahwa kepemimpinan otoriter mungkin paling baik untuk suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan cepat. Disitu diperlukan pemimpin yang kuat strong leader, tetapi cara kepemimpinan itu hanya untuk keadaan darurat saja; begitu keadaan sudah biasa lagi, cara kepemimpinan seperti itu harus segera dihentikan. Pemimpin yang tidak memberikan bimbingan sama sekali akan menimbulkan rasa permusuhan dan ketidakpuasan di kalangan anggota-anggota kelompok. Universitas Sumatera Utara c. Kepemimpinan Bebas Kepemimpinan bebas ialah kepemimpinan dimana si pemimpin menyerahkan penentuan tujuan dan usaha-usaha yang akan dicapai sepenuhnya kepada anggota-anggota kelompok. Si pemimpin dalam menjalankan peranan kepemimpinannya hanya pasif saja. Dialah yang menyediakan bahan-bahan dan alat-alat untuk suatu pekerjaan, tetapi inisiatif diserahkan kepada para anggota. Kelompok bebas melakukan pekerjaannya paling sedikit. Dan cara bekerjanya pun tidak karuan. Para anggota kelompok tidak menyukai pemimpinnya dan tampak pada mereka perasaan tidak puas. 8. Ciri-Ciri Kepemimpinan Effendi, 1986: 9-19 a. Persepsi sosial adalah kecakapan dalam melihat dan memahami perasaan, sikap, dan kebutuhan anggota-anggota lainnya dalam suatu kelompok. b. Kemampuan berpikir abstrak ini berarti mempunyai kecerdasan yang tinggi. Pemimpin kelompok memiliki kecakapan untuk berpikir abstrak yang lebih tinggi daripada rata-rata anggota kelompok yang memimpin. c. Keseimbangan emosional merupakan faktor yang penting dalam kepemimpinan. Dalam diri seorang pemimpin harus terdapat kematangan emosional yang berdasarkan kesadaran yang mendalam akan kebutuhan- kebutuhan, keinginan-keinginan, cita-cita, dan alam perasaan serta pengintegrasian kesemuanya itu ke dalam suatu kepribadian yang harmonis. Universitas Sumatera Utara

C. Komunikasi Organisasi