Teori Konstruktivis Kerangka Teori

2. Secara Teoritis, penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi, yaitu sebagai sumber referensi dan sumbangan informasi mengenai “Penilaian Penerima Bantuan Beasiswa Mengenai Program Corporate Social Responsibility CSR Cerdas Bersama Pertamina” 3. Secara Praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai second opinion untuk pengambilan keputusan di masa mendatang khususnya bagi pihak perusahaan PT Pertamina.

1.5. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang mengambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti Nawawi, 1997: 39. Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk konsep, definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut Krisyantono, 2006: 45. Dalam penelitian ini, teori-teori yang digunakan adalah:

1.6.1 Teori Konstruktivis

Bungin 2006: 234-236 menuliskan bahwa khazanah keilmuan komunikasi dipengaruhi oleh ilmu-ilmu sosial di mana ilmu sosial adalah induk dari ilmu komunikasi, di samping itu ilmu komunikasi juga dipengaruhi oleh ilmu dan stake holder akademik di sekitarnya. Sejarah komunikasi menempuh dua jalur yaitu, yang pertama kajian dari paradigma fungsional yang akhirnya melahirkan teori-teori komunikasi yang beraliran struktural- fungsional. Kedua, paradigma konflik, yang akhirnya melahirkan teori-teori konflik dan teori kritis dalam kajian komunikasi. Selajutnya, berdasarkan metode dan logika, terdapat empat perspektif yang mendasari teori dalam ilmu komunikasi Bungin, 2006: 236-237. Keempat perspektif itu adalah convering lows, yang berangkat yang berangkat dari perinsip kausalitas hubungan sebab akibat, umumnya menjadi basis perkembangan ilmu komunikasi yang memerlukan bukti secara empiris. Pemikiran perspektif rules, berdasarkan perinsip praktis bahwa manusia aktif memilih, mengubah dan menentukan aturan-aturan yang menyangkut kehidupannya. Perspektif system merupakan ladasan dari teori-teori informasi dan organisasi. Sementara itu, perspektif symbolic interactionism, lebih mengutamakan pengamatannya pada interaksi simbolis perilaku antar individu dalam kehidupan sosial . Dalam kajian komunikasi, paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif struktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons-respon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial , individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relative bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakalarealitas sosial dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan relitas sosial itu secara objektif. Dalam ilmu-ilmu sosial, paradigma konstruktivis merupakan salah satu dari paradigma yang ada. Dua paradigma lainnya adalah klasik dan kritis. Paradigma konsruktivis berada di dalam perspektif interpretivisme penafsiran memiliki tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermenetik. Konstruktivis merupakan sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas individu yang ada, karena telah terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungannya atau orang di sekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti ini disebut oleh Berger dan Lukman sebagai kostruksi sosial. Berger dan Lukman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realita-realitas itu nyata dan memiliki karakter yang spesifik. Pengetahuan merupakan realitas sosial masyarakat dan realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat, seperti konsep, kesadaran umum, wacana public, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi yang dilakuakan secara simultan. Realitas yang dikemukakan oleh Berger dan Lukman ini terdiri dari realitas objektif, simbolik, dan subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif, yang berada di luar individu dan relitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik adalah ekspresi simbolis dari realitas-realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan relitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. Dalam pendekatan konstruktivis, landasan yang perlu dipegang oleh peneliti adalah bahwa realitas diciptakan dan dilestarikan melalui memahaman subjektif dan intersubjektif dari para pelaku sosial. Para pelaku sosial dipandang aktif sebagai interpreter-interpreter yang dapat menginterpretasikan aktivitas-aktivitas simbolik mereka. Aktivitas yang dimaksud adalah bahasa misalnya, “makna-makna yang dikejar adalah makna subjektif dan makna konsesus. Makna subjektif adalah makna yang meninterpretasikan secara kolektif, sementara itu makna konsensus dikonstruksikan melalu iraksi- interaksi sosial. Kedua makna tersebut pada hakekatnya merupakan makna-makna yang menunjukan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas yang berani secara sosial dikontruksikan melalui kata, simbol, dan perilaku diantara anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku merupakan suatu yang bermakna dan pemahaman atas simbol, dan perilaku akan melahirkan pemahaman akan rutinitas sehari-hari dalam prektek-praktek kehidupan subjek penelitian Rejeki, 2004:110-111.

1.6.2 Fenomenologi