Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Kerangka Konsep

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah Makna Corporate Social Responsibilty CSR “Cerdas Bersama Pertamina” Bagi Penerima Bantuan Beasiswa?

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan mengambang, maka peneliti merasa perlu untuk membuat pembatasan masalah yang lebih spesifik dan jelas. Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya akan dilakukan pada penerima bantuan beasiswa Corporate Social Responsibility CSR PT. Pertamina Persero Pemasaran BBM Retail Region I Medan periode Juni 2010. 2. Subjek penelitian yang merupakan narasumber yang akan diwawancarai dan terkait dengan Penerima Bantuan Beasiswa Corporate Social Responsibility CSR PT. Pertamina Persero Pemasaran BBM Retail Region I Medan. 3. Fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pandangan konstruktivis Penerima Bantuan mengenai program Corporate Social Responsibility CSR PT. Pertamina Persero Pemasaran BBM Retail Region I Medan. 4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011, dengan lama penelitian yang akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. 1.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian merupakan arah pelaksanaan penelitian yang akan menguraikan apa yang akan dicapai, sesuai dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui makna Corporate Social Responsibility CSR “Cerdas Bersama Pertamina” di PT. Pertamina Persero Pemasaran BBM Retail Region I Medan. 2. Untuk mengetahui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi program beasiswa Corporate Social Responsibility CSR Cerdas Bersama Pertamina di PT. Pertamina Persero Pemasaran BBM Retail Region I Medan. 3. Untuk menjelaskan bagaimana informan menafsirkan Corporate Social Responsibility CSR sebagai realitas sosial. 4. Untuk menilai salah satu bentuk aplikasi pubic relations di PT. Pertamina Persero Pemasaran BBM Retail Region I Medan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan beberapa manfaat, baik dari segi akademis, teoritis dan praktis, diantaranya yaitu: 1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan di lingkungan Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2. Secara Teoritis, penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi, yaitu sebagai sumber referensi dan sumbangan informasi mengenai “Penilaian Penerima Bantuan Beasiswa Mengenai Program Corporate Social Responsibility CSR Cerdas Bersama Pertamina” 3. Secara Praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai second opinion untuk pengambilan keputusan di masa mendatang khususnya bagi pihak perusahaan PT Pertamina.

1.5. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang mengambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti Nawawi, 1997: 39. Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk konsep, definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut Krisyantono, 2006: 45. Dalam penelitian ini, teori-teori yang digunakan adalah:

1.6.1 Teori Konstruktivis

Bungin 2006: 234-236 menuliskan bahwa khazanah keilmuan komunikasi dipengaruhi oleh ilmu-ilmu sosial di mana ilmu sosial adalah induk dari ilmu komunikasi, di samping itu ilmu komunikasi juga dipengaruhi oleh ilmu dan stake holder akademik di sekitarnya. Sejarah komunikasi menempuh dua jalur yaitu, yang pertama kajian dari paradigma fungsional yang akhirnya melahirkan teori-teori komunikasi yang beraliran struktural- fungsional. Kedua, paradigma konflik, yang akhirnya melahirkan teori-teori konflik dan teori kritis dalam kajian komunikasi. Selajutnya, berdasarkan metode dan logika, terdapat empat perspektif yang mendasari teori dalam ilmu komunikasi Bungin, 2006: 236-237. Keempat perspektif itu adalah convering lows, yang berangkat yang berangkat dari perinsip kausalitas hubungan sebab akibat, umumnya menjadi basis perkembangan ilmu komunikasi yang memerlukan bukti secara empiris. Pemikiran perspektif rules, berdasarkan perinsip praktis bahwa manusia aktif memilih, mengubah dan menentukan aturan-aturan yang menyangkut kehidupannya. Perspektif system merupakan ladasan dari teori-teori informasi dan organisasi. Sementara itu, perspektif symbolic interactionism, lebih mengutamakan pengamatannya pada interaksi simbolis perilaku antar individu dalam kehidupan sosial . Dalam kajian komunikasi, paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif struktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons-respon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial , individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relative bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakalarealitas sosial dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan relitas sosial itu secara objektif. Dalam ilmu-ilmu sosial, paradigma konstruktivis merupakan salah satu dari paradigma yang ada. Dua paradigma lainnya adalah klasik dan kritis. Paradigma konsruktivis berada di dalam perspektif interpretivisme penafsiran memiliki tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermenetik. Konstruktivis merupakan sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas individu yang ada, karena telah terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungannya atau orang di sekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti ini disebut oleh Berger dan Lukman sebagai kostruksi sosial. Berger dan Lukman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realita-realitas itu nyata dan memiliki karakter yang spesifik. Pengetahuan merupakan realitas sosial masyarakat dan realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat, seperti konsep, kesadaran umum, wacana public, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi yang dilakuakan secara simultan. Realitas yang dikemukakan oleh Berger dan Lukman ini terdiri dari realitas objektif, simbolik, dan subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif, yang berada di luar individu dan relitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik adalah ekspresi simbolis dari realitas-realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan relitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. Dalam pendekatan konstruktivis, landasan yang perlu dipegang oleh peneliti adalah bahwa realitas diciptakan dan dilestarikan melalui memahaman subjektif dan intersubjektif dari para pelaku sosial. Para pelaku sosial dipandang aktif sebagai interpreter-interpreter yang dapat menginterpretasikan aktivitas-aktivitas simbolik mereka. Aktivitas yang dimaksud adalah bahasa misalnya, “makna-makna yang dikejar adalah makna subjektif dan makna konsesus. Makna subjektif adalah makna yang meninterpretasikan secara kolektif, sementara itu makna konsensus dikonstruksikan melalu iraksi- interaksi sosial. Kedua makna tersebut pada hakekatnya merupakan makna-makna yang menunjukan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas yang berani secara sosial dikontruksikan melalui kata, simbol, dan perilaku diantara anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku merupakan suatu yang bermakna dan pemahaman atas simbol, dan perilaku akan melahirkan pemahaman akan rutinitas sehari-hari dalam prektek-praktek kehidupan subjek penelitian Rejeki, 2004:110-111.

1.6.2 Fenomenologi

Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan untuk menunjukan pengalaman sebjektif dari beberapa jenis dan tipe subjek yang ditemui. Femomenologi artinya sebagai : 1 pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal. 2 suatu studi tentang kesadaran dari perspektif kesadaran seseorang. Dalam artian yang lebih khusus, istilah mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran perspektif pertama seseorang. Sebagai suatu disiplin ilmu, hal itu kemukakan oleh Edmund Husserl 1859-1938 seorang filsuf dari Jerman. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif pada manusia dan inpretasi- ionterpretasi dunia. seorang fenomenolog berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kesadaran dan dibentuk oleh sesuatu hal lainnya daripada dirinya sendiri. Demikian juga kehidupan sehari-hari, seseorang tidak memiliki kontrol terhadap kesadaran terstruktur. Husserl mengatakan filosofi merupakan strategi untuk “mengamankan” kesadaran dan dunia bermaknaan dan nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan sehari-hari dari teori-teori reduktivisme. Sebagai yang terstruktur, kesadaran merupakan “dunia” yang dialami oleh setiap orang. Analisis fenomenologi berusaha menguraikan cirri-ciri “dunianya”, seperti apa aturan-aturan yang terorganisasi, dan apa yang tidak, dan dengan apa objek dan kejadian itu berkaitan. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu.; inkuiri fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian dari sesuatu yang sedang diteliti. Permulaan dengan diam disebut sebagai epoche, yaitu penundaan berpikir dan asumsi, penilaian dan interpretasi. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Merekan berusaha masuk kedalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, yang disebut sebagai reduksi fenomenologis dan variasi imajinatif Moleong, 2006:16-17.

1.6.4 Corporate Social Responsibility CSR

Sebenarnya banyak istilah yang digunakan secara bergantian untuk Corporate Social Responsibility CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan ini. Ada yang menyebutnya tanggung jawab korporat, ada pula kewarganegaraan korporan corporate citizenship, ada juga yang menamakan corporate-community relationship, atau ada juga yang menyebutnya dengan organisasi berkelanjutan. Siregar mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai berikut: The program of Corporate Social Responsibility is the social program that provides a lot of contributions in solving social problems in job opportunities, health, education, economy, and the environment Siregar, 2007:285. Program Corporate Social Responsibility CSR adalah sebuah program sosial yang menyediakan keharusan memberikan kontribusi dalam memecahkan masalah-masalah sosial dalam bidang kesempatan pekerjaan, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Corporate Social Responsibility CSR lahir atas dasar realitas sosial yang mengharuskan perusahaan terlibat secara langsung dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial, tidak terbatas pada pencarian keuntungan. Dapat dikatakan bahwa tuntutan sosial pada perusahaan muncul sebagai refleksi pertanggungan jawab dari perusahaan social responsibility pada seluruh stakeholder utamanya. Mereka terdiri dari karyawan, pembeli, investornasabah, pemerintah, masyarakat dan kelangsungan lingkungan hidup bagi generasi penerus. Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan partnership dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing. Dengan masuknya program Corporate Social Responsibility CSR sebagai bagian dari strategi bisnis, maka akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam suatu perusahaan untuk mengimplementasi kan rencana kegiatan dari program Corporate Social Responsibility CSR yang dirancangnya. Dilihat dari sisi pertanggung jawaban keuangan atas setiap investasi yang dikeluarkan dari program Corporate Social Responsibility menjadi lebih jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasi berdasarkan harapan semua stakeholder. 1.6.7 Humanistik Ahli Psikologi dalam pendekatan ini adalah seperti Abraham Maslow, Rollo May, Carls Rogers dan Gordon Allport. Teori pendekatan Humanistik memberi tumpuan kepada apa yang berlaku dalam diri seorang individu seperti perasaan atau emosinya. Teori ini menyatakan bahwa individu terdorong bertindak melakukan sesuatu kerana mempunyai satu kemahuan atau keperluan dan bertanggungjawab di atas segala tindakkannya. Menurut pendekatan ini, kuasa motivasi seseorang individu adalah kecenderungannya untuk berkembang dan mencapai hasrat diri self-actualization. Ini bermakna setiap individu mempunyai keperluan untuk mengembangkan potensinya ke tahap maksimum. Walaupun terdapat halangan, kecenderungan semulajadi adalah untuk mencapai hasrat diri atau mengembangkan potensi ke tahap yang maksimum. Konsep ini pencapaian hasrat diri sebenarnya dipelopori oleh Abraham Maslow yang juga merupakan ahli psikologi humanis. Abraham Maslow 1970 mengemukakan Teori Hierarki Keperluan Maslow dengan andaian bahwa manusia tidak pernah berasa puas dengan apa yang telah dicapai. Mengikut Maslow kehendak manusia terbahagi lima mengikut keutamaan yaitu keperluan asas fisiologi, keselamatan, penghargaan dan kasih sayang, penghormatan kendiri seterusnya keperluan sempurna kendiri. Rogers 1956 pula mengatakan bahwa manusia sentiasa berusaha memahami diri sendiri, mempengaruhi dan mengawal perlakuan dirinya dan orang lain. Rogers berpendapat bahwa manusia lahir dengan kecenderungan untuk kesempurnaan yang akan memandunya menjadi insan yang matang dan sihat. Jelas di sini bahwa pendekatan ini lebih memberi tumpuan kepada kemahuan seseorang dan menekankan keunikan manusia serta kebebasan mereka untuk memilih matlamat hidup. Contohnya, Karim murid tahun enam yang tidak mendapat kasih sayang dari ibu bapanya dan sentiasa dinaifkan haknya dari adik beradiknya yang lain telah menyebabkan ia suka menyendiri dan tidak yakin pada dirinya sendiri sehingga menjelaskan pelajarannya.

1.7. Kerangka Konsep

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama Singarimbun, 1995:17. Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai Nanawi, 1997:40. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan konstruktivis. Pendekatan konstruktivis diawali dengan sistem kognitif pengetahuan individu atau seseorang Miller, 2005: 106. Secara ringkas, teori konstruktuvis meneliti bagaimana seseorang mengkonstruksikan segala sesuatu. Teori ini menyatakan bahwa individu membuat interpretasi berdasarkan aturan-aturan sosialnya. Individu dalam situasi sosialnya pertama-tama didorong oleh keinginan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan aturan- aturan untuk mengetahui segala sesuatu. Pada tahap selanjutnya individu bertindak atas dasar pemahaman mereka, dengan aturan-aturan untuk memutuskan tindakan yang sesuai. Pada titik inilah desain pesan dioperasikan oleh individu dalam tindakan komunikasinya, desain pesan dilakukan agar tindakan dan pernyataan dapat menciptakan komuniukasi interktif. Kerangka Konsep Paradigma Konstruksi Sosial yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman: Realitas Konstruksi Proses Sosial Eksternalis Objektiv Internalisa Gambar 1 Konsep Paradigma Konstruksi

1.8. Definisi Oprasional