BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keadaan Ekonomi Petani Sampel
Dalam penelitian ini, parameter yang dilihat untuk menunjukkan suatu perubahan keadaan sosial ekonomi petani peserta Hutan Kemasyarakatan HKm adalah
pendapatan total keluarga, pengeluaran usaha tani dan total curahan tenaga kerja. Parameter tersebut diambil dalam waktu yang berbeda sebelum dan sesudah
petani mengikuti hutan kemasyarakatan tergantung tahun petani masuk menjadi peserta hutan kemasyarakatan.
Nilai-nilai parameter untuk masing-masing kurun waktu dideflasikan sesuai dengan nilai Index Harga Konsumen IHK yang dirata-ratakan per tahunnya.
Indeks Harga yang digunakan merupakan Indeks UmumGeneral Indeks. Indeks Harga Konsumen IHK digunakan untuk mendeflasikan nilai pendapatan
keluarga dan pengeluaran usaha tani, serta nilainya tergantung pada tahun sebelum dan sesudah petani mengikuti hutan kemasyarakatan.
5.1.1. Perubahan Pendapatan Total
Yang dimaksud dengan pendapatan total adalah pendapatan yang berasal dari usaha tani HKm dan Non HKm dan di luar usaha tani. Pendapatan keluarga
yang dianalisis adalah pendapatan keluarga pada tahun sebelum mengikuti HKm dan sesudah mengikuti HKm.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sukirno 2005 pelaku kegiatan ekonomi adalah rumah tangga, pemerintah dan perusahaan. Dalam konteks hutan kemasyarakatan, sektor rumah
tangga, pemerintah dan perusahaan sama-sama terlibat. Dimana masyarakat yang menjadi peserta program hutan kemasyarakatan sebagai sektor rumah tangga yang
menyediakan berbagai faktor produksi berupa tenaga kerja dan modal. Sedangkan pemerintah memberikan kebijakan mengenai hak pemanfaatan hutan dan
pemberian bibit kepada masyarakat. Adapun hutan yang dijadikan sebagai lahan hutan kemasyarakatan yaitu kawasan hutan Register 3SG Silinda. Selain
memberikan hak pemanfaatan lahan, pemerintah juga memberikan pembinaan dan pengawasan serta membuat undang-undang yang berkaitan dengan hutan
kemasyarakatan. Dengan mengelola faktor produksi berupa lahan hutan kemasyarakatan, masyarakat mendapat balas jasa berupa pendapatanincome yang
dapat meningkatkan pendapatan asli daerahPDRB. Sektor perusahaan yang terlibat dalam program hutan kemasyarakatan yaitu pihak-pihak yang menampung
hasil panen petani hutan kemasyarakatan berupa karet dengan harga beli sesuai dengan harga pasar yang berlaku baik dan perusahaan PT. INHUTANI yang
merupakan perusahaan pendamping pemerintah dalam program hutan kemasyrakatan. Adapun peran perusahaan ini hanya di awal program saja dan
membantu pemerintah mulai dari pembinaan pembinaan, pembangunan jalan, pelatihan hingga penyuplai bibit. Sehingga masyarakat memperoleh bantuan dan
pembinaan keahlian dalam mengelola hutan kemasyarakatan. Pendapatan petani responden berasal dari beberapa sumber yaitu pendapatan
usaha tani HKm dan pendapatan usaha tani non HKm serta pendapatan lain di luar usaha tani non usaha tani. Pendapatan petani dari cabang usaha tani adalah nilai
Universitas Sumatera Utara
jual produk dikurangi dengan jumlah pengeluaran tunai untuk masukan cabang usaha tani yang bersangkutan. Perubahan pendapatan ini sebelum dan sesudah
HKm dipengaruhi juga oleh perubahan luas areal usaha tani, cara bercocok tanam yang tepat dan pendapatan non usaha tani.
Pada Lampiran 29, terdapat contoh perhitungan pengeluaran dan penerimaan petani dari sektor HKm maupun non HKm. Ada beberapa petani yang melakukan
bagi hasil di lahan hutan kemasyarakatannya. Bagi hasil sebesar 50 diberikan petani penggarap kepada petani pemegang hak pengelolaan lahan. Bagi hasil
tersebut merupakan bagi hasil bersih penerimaan dari penjualan hasil hutan kemasyarakatan di luar biaya produksi. Biaya produksi biasanya ditanggung oleh
pihak pemegang hak pengelola atau pun dibagi dua dengan petani penggarap. Hasil karet yang dijual biasanya dijual dalam bentuk yang sudah kering ataupun
yang masih basah. Setiap petani menjual karetnya dengan kisaran Rp 7.000 – Rp 8.500kg. Pada umumnya, petani tidak mencari pihak yang menampung hasil
karetnya, melainkan ada orang yang datang ke desa untuk menampung hasil karet mereka.
Seorang responden yang bernama Bapak Kardisyah telah mengikuti kegiatan hutan kemasyarakatan dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun. Beliau bergabung
menjadi peserta program hutan kemasyarakatan sejak tahun 1997. Alasan beliau mengikuti program hutan kemasyarakatan diawali dengan masalah ekonomi yaitu
sempitnya lahan pertanian yang dimiliki Pak Kardisyah sehingga tidak cukup untuk menopang kehidupan keluarga. Tawaran pemerintah untuk mengelola hutan
register di sekitar Desa Gudang Garam memperoleh sambutan positif bagi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat di desa dengan tujuan meningkatkan perekonomian keluarga. Setiap peserta program Hutan Kemasyarakatan memperoleh lahan yang akan dikelolanya
dengan bergabung dengan kelompok tani. Kemudian masyarakat menentukan batas-batas wilayah yang akan digunakan sebagai lahan hutan kemasyarakatan
pada lokasi yang disediakan. Setelah menetukan lokasi yang sesuai, maka masing- masing peserta program hutan kemasyarakatan menentukan sendiri lokasi yang
akan dikelolanya berdasarkan kesanggupan mereka dalam mengelolanya. Sehingga luas lahan antara satu peserta dengan peserta yang lain bisa berbeda-
beda. Pada awalnya, Pak Kardisyah mengelola lahan hutan kemasyarakatannya sendiri dengan dibantu anak-anaknya. Dari menekuni program hutan
kemasyarakatan, Pak Kardisyah mampu membeli lahan di luar hutan kemasyarakatannya untuk menunjang perekonomian keluarga. Kini Pak
Kardisyah masih melanjutkan kegiatan hutan kemasyarakatannya, tetapi pengelolaannya diserahkan atau dikerjakan oleh orang lain dengan sistem bagi
hasil karena beliau memiliki sebidang lahan lain di luar program hutan kemasyarakatan yang harus dikelolanya sendiri.
Pada umumnya, 100 responden menanam tanaman keras pada lahan hutan kemasyarakatan. Tanaman keras tersebut berupa karet, kemiri, jengkol, manglit,
sengon, mahoni, durian, cempedak dan lain-lain. Namun jika diperhatikan, hanya tanaman karet dan kemiri yang benar-benar menghasilkan dan mendatangkan
pendapatan bagi responden. Adapun tanaman-tanaman yang belum menghasilkan ditanam lebih bertujuan menjaga ekosistem hutan kemasyarakatan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Karet merupakan komoditas utama di hutan kemasyarakatan
Di samping lahan pada hutan kemasyarakatan, responden juga mempunyai lahan usaha tani sendiri yang sudah menghasilkan. Lampiran 1 memperlihatkan bahwa
sebanyak 18 dari 33 responden memiliki lahan usaha tani di luar hutan kemasyarakatan. Di lahan usaha tani mereka sendiri di luar program HKm,
mereka menanam karet, sawit, coklat dan jagung untuh menambah pendapatan keluarga. Dan sekitar 4 orang dari keseluruhan responden yang memiliki usaha
sampingan di luar usahataninya yaitu sebagai pedagang dan pengrajin gula merah Lampiran 2.
Solusi bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan di luar lahan hutan kemasyarakatan dan ingin meningkatkan pendapatan adalah dengan jalan
melakukan diversifikasi tanaman dengan sistem tumpangsari. Adapun jenis tumpangsari yang dapat dilakukan di lahan hutan kemasyarakatan adalah:
1. Untuk tanaman karet muda, dapat ditumpangsarikan dengan jahe. Jahe
termasuk tanaman semusim yang dapat dipanen setelah tanaman berumur 5-6 bulan. Selain itu, dapat juga ditanam dengan tanaman pangan seperti: jagung
dan ubi jalar.
Universitas Sumatera Utara
2. Tanaman karet dapat ditumpangsarikan dengan jenis pohon buah-buahan:
nangka, cempedak, durian, langsat duku, pekawai, jengkol, dan petai. 3.
Tanaman karet dapat ditumpangsarikan dengan jenis Jenis pohon penghasil kayu, resin, atau rotan: gaharu, tengkawang, meranti, merkuyung, keladan,
omang, nyatoh, tembesu, dan pulai. 4.
Setelah tanaman di lahan hutan kemasyarakatan mencapai tinggi dari lebih 2 m. Hanya tanaman tertentu yang dapat ditanam dan tahan di bawah
naungan, terutama jenis kacang-kacangan leguminose yang toleran terhadap naungan seperti: kacang koro, kacang tanah; dan jenis tanaman seperti : jahe,
kunyit, merica, kakao dan sebagainya. Kondisi sebelum adanya program hutan kemasyarakatan yaitu kondisi
perekonomian sebelum terjadi krisis ekonomi Indonesia tahun 1998. Dimana, nilai mata uang rupiah jauh bernilai lebih tinggi dibandingkan nilai mata uang
rupiah pada saat ini. Karena terjadinya perubahan nilai mata uang sebelum dan sesudah masyarakat terlibat dengan kegiatan hutan kemasyarakatan, sehingga
diperlukan suatu alatrumus untuk menyesuaikan nilai mata uang tersebut. Untuk itu, dipergunakan rumus nilai riil suatu mata uang sebagai berikut:
nilai riil = nilai nominal
IHK
∗
Keterangan: Nilai riil
= nilai mata uang sebenarnya Nilai nominal = nilai yang tertera dalam mata uang
IHK = Indeks Harga Konsumen disesuaikan dengan waktu sebelum
dan sesudah responden bergabung dengan hutan kemasyarakatan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 9. Pendapatan total responden sebelum dan sesudah bergabung dengan Hutan Kemasyarakatan HKm
Sebelum Deflasi RpBulan Sesudah Deflasi RpBulan
UT. Utama UT. Lain
Non UT UT. Utama
UT. Lain Non UT
Sebelum 2.780.081,35
46.762,50 16.379.377,50
14.217,46 239,15
83.764,84 Sesudah
53.009.691,88 20.152.594,69
8.150.000,00 442.782,85
168.320,52 68.071,25
Perubahan 1.806,77
42.995,63 -50,24
3.014,36 70.282,82
-18,74
Sumber : Data diolah dari lampiran 3 dan 4
Tabel 9 menunjukkan tingkat pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah bergabung dengan hutan kemasyarakatan. Jika dilihat secara keseluruhan, terjadi
peningkatan total pendapatan responden per bulan sesudah bergabung dengan hutan kemasyarakatan. Sebelum bergabung dengan hutan kemasyarakatan,
pendapatan total masyarakat yaitu sebesar Rp 19.206.221,35 dan sesudah bergabung dengan hutan kemasyarakatan mengalami kenaikan menjadi
Rp 81.312.286,57. Pendapatan dari usaha tani non HKm juga mengalami peningkatan yang tinggi karena disebabkan semakin luasnya lahan yang digarap
responden untuk memperluas usaha taninya. Sedangkan pendapatan non usaha tani mengalami penurunan sebesar 50,24 yang disebabkan karena responden
mulai beralih profesi menekuni kegiatan usaha tani mereka di lahan hutan kemasyarakatan dan lahan usaha tani lainnya. Sehingga pekerjaan responden
sebelumnya ditingggalkan untuk menekuni kegiatan hutan kemasyarakatan ini. Untuk non usaha tani, pekerjaan yang masih tetap dipertahankan para responden
adalah buruh, pedagang dan pengrajin gula merah, karena ketiga jenis pekerjaan ini masih menjanjikan dalam hal peningkatan pendapatan responden.
Tabel 9 menunjukkan gap pendapatan total sebelum dan sesudah mengikuti hutan kemasyarakatan. Sebelum mengikuti hutan kemasyarakatan, pendapatan total
masyarakat dari sektor usaha tani mencapai Rp 2.826.843,85. Sedangkan sesudah
Universitas Sumatera Utara
mengikuti hutan kemasyarakatan mengalami
peningkatan mencapai
Rp 53.009.691,88 untuk sektor hutan kemasyarakatan dan Rp 20.152.594,69 untuk sektor sektor usaha tani di luar program hutan kemasyarakatan. Ini berarti
keberadaan hutan kemasyarakatan mendorong perekonomian masyarakat dengan peningkatan pendapatan total masyarakat terutama dalam sektor usaha tani.
Pada Lampiran 3, nilai pendapatan sebelum bergabung dengan hutan kemasyarakatan dihitung nilai riilnya menurut tahun bergabung responden dengan
program hutan kemasyarakatan. Nilai IHK yang digunakan merupakan nilai IHK umum tahunan. Sebenarnya nilai riil digunakan untuk menentukan tingkat
kesejahteraan masyarakat dengan nominal uang yang tersedia. Tetapi, dalam konteks ini, nilai riil digunakan untuk melihat nilai mata uang di tahun
sebelumnya dinilai pada tahun sekarang. Pada Lampiran 4, nilai pendapatan sesudah bergabung dengan hutan
kemasyarakatan juga dihitung nilai riilnya, untuk mendapatkan nilai sebenarnya di tahun sekarang. Kemudian dibandingkan antara pendapatan sebelum dan sesudah
bergabung dengan hutan kemasyarakatan. Berdasarkan analisis statistik uji beda rata-rata dengan bantuan t-test berpasangan pada Lampiran 16 diperoleh t
-hitung
sebesar -12,444 dan -t
- tabelα2:33
sebesar -2,042 serta signifikasi 2-tailed sebesar 0,000. Hal itu berarti bahwa t
-hitung
lebih kecil daripada -t
-tabel
t
-hitung
-t
-tabel
dan probabilitas kurang dari 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan H
ditolak dan H
1
diterima pada tingkat kepercayaan 95 yang berarti ada perbedaan pendapatan total masyarakat Desa Gudang Garam sebelum dan sesudah kehadiran hutan
kemasyarakatan, maka hipotesis 1 diterima.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil analisis statistik di atas disimpulkan bahwa pendapatan masyarakat di Desa Gudang Garam meningkat sesudah bergabung dengan hutan
kemasyarakatan. Hal ini disebabkan komoditas utama yang dihasilkan dari hutan kemasyarakatan berupa karet. Karet merupakan barang ekspor yang nilai
penjualannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keberadaan karet alam lebih diminati daripada karet sintesis di pasaran, sehingga karet alam menjadi
komoditas ekspor. Karet merupakan jenis tanaman keras yang baru menghasilkan setelah beberapa
tahun penanaman, analisis statistik uji di atas hanya alat yang menggambarkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebenarnya dengan kondisi yang riil
penentuan tingkat perubahan kondisi perekenomian dan kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari perubahan luas lahan yang dimiliki dan kepemilikan tabungan
atau investasi. Perubahan luas lahan sebenarnya yang dapat menentukan tingkat pendapatan responden, apakah setelah bergabung dengan hutan kemasyarakatan
terjadi peningkatan kepemilikan luas lahan atau tidak. Sedangkan tabungan atau investasi dapat berupa jumlah pohon, ternak bahkan uang yang dimiliki setelah
bergabung dengan hutan kemasyarakatan, apakah terjadi peningkatan atau tidak.
5.1.2. Perubahan Pengeluaran Usaha Tani