Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Sukirno 2005, konsep biaya total dibedakan kepada tiga pengertian yaitu:
1 Biaya total TC yaitu keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan.
Biaya produksi total atau biaya total didapat dari menjumlahkan biaya tetap total TFC dan biaya variabel TVC. Dengan demikian biaya total dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut: TC = TFC + TVC
2 Biaya tetap total TFC yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi input yang tidak dapat diubah jumlahnya. Membeli mesin, mendirikan bangunan pabrik merupakan contoh biaya tetap.
3 Biaya variabel total TVC yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Bahan-bahan mentah merupakan variabel yang berubah jumlah dan nilainya dalam proses
produksi.
2.2.3. Indeks Harga
Kenaikan harga-harga yang berlaku dari satu waktu ke waktu yang lainnya tidak berlaku secara seragam. Kenaikan tersebut biasanya berlaku ke atas kebanyakan
barang, tetapi tingkat kenaikannya berbeda. Ada yang tinggi persentasinya dan ada yang rendah. Di samping itu sebagian barang tidak mengalami kenaikan.
Berlakunya tingkat perubahan harga yang berbeda tersebut menyebabkan indeks harga perlu dibentuk untuk menggambarkan tingkat perubahan harga-harga yang
berlaku dalam sesuatu negara. Untuk mengukur tingkat inflasi, indeks harga yang selalu digunakan adalah indeks harga konsumen, atau lebih dikenal dengan istilah:
Universitas Sumatera Utara
Consumer Price Index CPI yaitu indeks harga dari barang-barang yang selalu digunakanpara konsumen Sukirno, 2004.
Untuk membentuk indeks harga, tiga langkah yang perlu dilakukan: i memilih tahun dasar, yaitu tahun yang menjadi titik tolak dalam membandingkan
perubahan harga, ii menentukan jenis-jenis barang yang perubahan harga- harganya akan diamati untuk membentuk indeks harga, dan iii menghitung
indeks harga Sukirno, 2004. Dengan memperoleh indeks harga, kita dapat menghitung nilai riil uang. Nilai riil
uang merupakan nilai uang yang dapat ditukarkan dengan barang dan jasa. Perhitungan perubahan sosial ekonomi memerlukan suatu parameter yang
mengeneralisasikan nilai uang pada masa lampau dengan masa sekarang. Artinya dengan nilai uang pada tahun tersebut berapa banyak barang dan jasa yang dapat
ditukarkan. Diperlukan suatu rumus untuk menentukan nilai riil dari mata uang dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen IHK yaitu:
nilai riil = nilai nominal
IHK
∗
Keterangan: Nilai riil
= nilai mata uang sebenarnya Nilai nominal = nilai yang tertera dalam mata uang
IHK = Indeks Harga Konsumen disesuaikan dengan tahun berjalan dan
barang dan jasa yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Teori Partisipasi
Di dalam pembangunan pertanian juga ada suatu struktur kelembagaan, yaitu: 1 petanikelompok tani yang bertugas memproduksi,
2 toko sarana produksi, bank, dan lain-lain yang menyediakan sarana produksi, 3 Badan Penelitian dan Pengembangan yang menghasilkan teknologi,
4 lembaga penyuluhan dan 5 lembaga yang membuat kebijakan.
Agar tujuan pembangunan pertanian terwujud, walaupun masing-masing lembaga mempunyai tugas masing-masing tetapi kelembagaan tersebut harus bekerja sama.
Namun sering dijumpai petani tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh pelayanan dari kelembagaan terkait sesuai dengan yang diperlukan. Maka petugas
pembangunan diharapkan membantu menjembatani petani memperoleh pelayanan dari lembaga yang diperlukan sesuai dengan fungsinya Wahyuni, 2009.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan perlu memperhatikan sedikitnya enam tolok ukur di bawah ini. Keenam tolok ukur ini menjadi prasyarat agar suatu
partisipasi dapat disebut “partisipasi yang sesungguhnya” atau partisipasi tertinggi. Keenam tolok ukur tersebut menurut Nanang dan Devung 2004
adalah: 1
Adanya akses dan kontrol penguasaan atas lahan dan sumberdaya hutan oleh warga.
2 Adanya keseimbangan kesempatan dalam menikmati hasil-hasil dari hutan.
3 Adanya komunikasi tukar wacana yang baik dan hubungan yang konstruktif
saling menopang antar pihak yang berkepentingan terhadap hutan.
Universitas Sumatera Utara
4 Adanya keputusan desa yang dibuat oleh warga desa tanpa tekanan dari luar
masyarakat tidak didikte saja oleh pihak luar dan prakarsa-prakarsa dilakukan sendiri oleh warga desa tanpa tekanan pihak manapun.
5 Adanya pengaturan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan kepentingan yang
berkaitan dengan sumberdaya hutan, dengan cara yang mengarah pada penghindaran terjadinya
perselisihan dan pengadaan penyelesaian perselisihan secara adil.
6 Adanya kemampuan teknis warga desa dalam mengelola hutan.
Tingkat-tingkat Partisipasi dalam Pembangunan menurut Nanang dan Devung 2004 adalah :
Tingkat 6: Mobilisasi dengan kemauan sendiri self-mobilization: masyarakat mengambil inisiatip sendiri, jika perlu dengan bimbingan dan bantuan pihak luar.
Mereka memegang kontrol atas keputusan dan pemanfaatan sumber daya; pihak luar memfasilitasi mereka.
Tingkat 5. Kemitraan partnership: masyarakat mengikuti seluruh proses pengambilan keputusan bersama dengan pihak luar, seperti studi kelayakan,
perencanaan, implementasi, evaluasi, dll. Partisipasi merupakan hak mereka dan bukan kewajiban untuk mencapai sesuatu. Ini disebut “partisipasi interaktif.”
Tingkat 4. Plakasikonsiliasi PlacationConciliation: masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan yang biasanya sudah diputuskan sebelumnya oleh
pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting. Mereka mungkin terbujuk oleh insentif berupa uang, barang, dll.
Tingkat 3. Perundingan consultation: pihak luar berkonsultasi dan berunding dengan masyarakat melalui pertemuan atau public hearing dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi dua arah, tetapi masyarakat tidak ikut serta dalam menganalisis atau mengambil keputusan.
Tingkat 2. Pengumpulan informasi information gathering: masyarakat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang luar. Komunikasi searah dari
masyarakat ke luar. Tingkat 1. Pemberitahuan informing: hasil yang diputuskan oleh orang luar
pakar, pejabat, dll. diberitahukan kepada masyarakat. Komunikasi terjadi satu arah dari luar ke masyarakat setempat.
Hutan Kemasyarakatan adalah salah satu program pembangunan desa dalam mengelola hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat setempat sehingga meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara
optimal dan adil guna peningkatan kesejahteraan mereka. Program dengan pola hutan kemasyarakatan ini merupakan pintu partisipasi dan akses masyarakat
dalam mengelola dan mengambil manfaat dari kawasan hutan, baik hutan lindung maupun hutan produksi secara berkelanjutan. Melalui program hutan
kemasyarakatan pelibatan masyarakat lokal dalam mengembalikan fungsi hutan dapat lebih efektif dan pada sisi lain mereka dapat memperoleh manfaat nilai
ekonomis dari hutan secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kerangka Pemikiran