Perubahan Keterlibatan Lembaga Keadaan Sosial Budaya Petani Sampel

partisipasi yaitu sebesar 55,51 secara keseluruhan dan 55,46 rata-rata per orang. Hal ini disebabkan karena masyarakat telah memperoleh banyak manfaat dari kegiatan hutan kemasyarakatan sehingga partisipasi masyarakat terhadap program hutan kemasyarakatan meningkat. Berdasarkan analisis statistik uji beda tanda dengan menggunakan Wilcoxon’s Signed Rank Test pada Lampiran 19 diperoleh Z hitung sebesar -5,099 dan signifikansi 0,000 α 0,05 . Hal ini berarti Z hitung lebih kecil daripada -Z α2 -Z α2 = -1,96. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H ditolak dan H 1 diterima, artinya ada perbedaan tingkat partisipasi masyarakat sebelum dan sesudah kehadiran hutan kemasyarakatan. Kegiatan hutan kemasyarakatan yang dilakukan berhasil meningkatkan partisipasi masyarakat, maka hipotesis 2 diterima.

5.2.2. Perubahan Keterlibatan Lembaga

Keterlibatan lembaga dalam pelaksanaan hutan kemasyarakatan sangat penting, mengingat peran lembaga tersebut sebagai fasilitator yang membantu memperlancar pelaksanaan hutan kemasyarakatan. Keterlibatan lembaga-lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan tujuan akhir yaitu kemandirian masyarakat. Menurut Awang 2002, salah satu tujuan penggunaan hutan negara sebagai lahan kehutanan sosial adalah keterlibatan penduduk lokal dalam kegiatan pengelolaan hutan yang memungkinkan peningkatan peluang penyerapan tenaga kerja. Universitas Sumatera Utara Sehingga terbentuklah lembaga-lembaga yang mengikutsertakan masyarakat dan mendukung kegiatan hutan kemasyarakatan seperti: kelompok tani dan koperasi. Adapun lembaga-lembaga yang terlibat dalam hutan kemasyarakatan yaitu pemerintah baik pemerintah desa, maupun pemerintah daerah, lembaga adat desa, kelompok tani, kelompok agama dan koperasi. Namun keberadaan lembaga- lembaga pendukung ini tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, hanya pemerintah desa dan kelompok tani yang mempunyai peran besar dalam kegiatan hutan kemasyarakatan. Untuk itu menurut Wahyuni 2009, petugas pembangunan diharapkan membantu menjembatani petani memperoleh pelayanan dari lembaga yang diperlukan sesuai dengan fungsinya. Tabel 13. Perubahan tingkat keterlibatan lembaga sebelum dan sesudah kehadiran Hutan Kemasyarakatan HKm Total Mean Rata-rata Sebelum 396 12,00 Sesudah 503 15,24 Peningkatan 27,02 27,00 Sumber : Data diolah dari lampiran 14 dan 15 Pada Tabel 13, tingkat keterlibatan lembaga dalam kegiatan pertanian masyarakat sebelum adanya hutan kemasyarakatan hanya sebesar 396 dengan rata-rata 12,00. Peran serta lembaga dalam kegiatan pertanian masyarakat dirasakan sangat rendah khususnya peran pemerintah. Sedangkan lembaga-lembaga yang menunjang kegiatan pertanian di desa belum berjalan maksimal. Tingkat keterlibatan lembaga dalam pengembangan pertanian masyarakat khususnya kehutanan mengalami peningkatan sesudah adanya kegiatan hutan kemasyarakatan. Ini ditunjukkan dari perolehan total nilai keterlibatan lembaga Universitas Sumatera Utara pada kegiatan hutan kemasyarakatan yaitu sebesar 503 dengan rata-rata 15,24. Terjadi peningkatan keterlibatan lembaga yaitu sebesar 27,02 secara keseluruhan dan 27,00 rata-rata per orang. Peningkatan keterlibatan lembaga ini tidak sebesar peningkatan partispasi masyarakat sebelumnya, ini dikarenakan tidak semua lembaga berfungsi dengan baik dalam kegiatan hutan kemasyarakatan ini. Peran serta lembaga mulai dirasakan masyarakat khususnya perhatian pemerintah baik pemerintah desa maupun pemerintah daerah. Selanjutnya, kelompok tani mulai dibentuk, ada sekitar 6 kelompok tani yang terbentuk, dimana masing- masing kelompok tani beranggotakan 7-8 orang. Koperasi juga dibangun pemerintah dalam mendukung kegiatan hutan kemasyarakatan. Peran koperasi dikhususkan untuk peminjaman modal bagi anggota serta penyediaan bibit dan pupuk. Namun, koperasi tersebut hanya berjalan selama 2 tahun. Hal tersebut disebabkan karena terdapat permasalahan dalam kepengurusan koperasi. Sedangkan keterlibatan lembaga adat maupun kelompok agama kurang dirasakan bagi masyarakat untuk dapat mendorong kegiatan hutan kemasyarakatan. Berdasarkan analisis statistik uji beda tanda dengan menggunakan Wilcoxon’s Signed Rank Test pada Lampiran 20 diperoleh Z hitung sebesar -5,032 dan signifikansi 0,000 α 0,05 . Hal ini berarti Z hitung lebih kecil daripada -Z α2 -Z α2 = -1,96. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H ditolak dan H 1 diterima, artinya ada perbedaan tingkat keterlibatan lembaga sebelum dan sesudah kehadiran hutan kemasyarakatan. Kegiatan hutan kemasyarakatan yang dilakukan berhasil meningkatkan keterlibatan lembaga, maka hipotesis 2 diterima. Universitas Sumatera Utara Menurut Awang 2001, sangatlah penting untuk memperkuat organisasi masyarakat pengelola hutan kemasyarakatan agar mereka memahami dengan benar hak dan kewajiban atas sumber daya hutan. Hanya dengan institusi sosial yang kuat, peranti organisasi dan norma-norma yang benar yang dibangun dalam institusi sosial masyarakat, program hutan kemasyarakatan akan dapat berlangsung dengan baik. Kelembagaan bukan hanya terbatas pada membentuk organisasi masyarakat, tetapi harus lebih menjangkau batas-batas yuridiksi atas lahan, permodalan, dukungan kebijakan dan pemberdayaan demokratis.

5.2.3. Perubahan Kemandirian Masyarakat