Berbicara mengenai hak, umumnya konsumen menyangsikan bagaimana cara mendapatkan hak yang efektif, karena terlalu merepotkan kalau hanya
menuntut tetapi tidak direspon dengan baik. Mengenai kerugian yang timbul akibat informasi yang menyesatkan dalam label produk pangan, konsumen
mengatakan akan menuntut juga. Akan tetapi, kemana mengadukannya, semuanya tidak mengetahui kecuali hanya ke aparat kepolisian. Sosialisasi terhadap
ketentuan-ketentuan penting di dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen harus efektif dan tepat guna. Sanski-sanksi yang telah
diatur sedemikian rupa dalam Pasal 62 Bab XIII UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini baik sanksi perdata, sanksi pidana, dan sanksi
administrasi harus di berlakukan sesuai dengan penjatuhan sanksi oleh Majelis Hakim di Pengadilan. Dengan begitu, perlindungan konsumen terhadap
pelanggaran-pelanggaran pelaku usaha dalam pencantuman label yang informasinya menyesatkan konsumen dapat terealisasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Sehingga tidak terjadi ketimpangan antara pelaku usaha dan konsumen.
B. Aspek Perdata, Pidana dan Administrasi dalam Perlindungan Konsumen
Hukum positif ius constitutum merupakan substansi hukum yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu. Waktu tertentu yang dimaksud adalah
ketika suatu peristiwa hukum itu terjadi. Hukum positif dengan kata lain, hukum yang sedang berlaku, bukan hukum di masa lampau atau hukum yang dicita-
citakan ius constituendum. Hukum positif merupakan substansi dari suatu sistem hukum. Menurut
Lawrence M. friedman, sistem hukum mempunyai 3 tiga unsur, yaitu
101
1 Struktur, :
2 Substansi, dan 3 Budaya hukum.
101
Shidarta II Revisi, Op.cit., hal.91.
Struktur hukum mengacu kepada bentuk dan kedudukan pranata hukum yang terdapat dalam sistem hukum. Hubungan antar lembaga tinggi negara yang
merupakan suatu penggambaran dari struktur hukum. Adapun substansi hukumnya merupakan kumpulan nilai, asas, dan norma hukum yang ada. Inilah
yang lazim dikenal dengan law in the books dalam suatu sistem hukum. Tentu saja tidak semua aturan hukum itu berjalan sesuai dengan harapan dilapangan.
Ada aturan yang ditaati dan ada yang disimpangi. Unsur yang penting dalam mempengaruhi corak hukum yang hidup itu adalah budaya hukum dari
masyarakat yang menjadi subjek hukumnya.
102
Hukum hidup, tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sebagai sarana menciptakan ketentraman dan ketertiban bagi kedamaian dalam hidup
sesama warga masyarakat. Pertumbuhan dan perkembangan hukum terjadi apabila masyarakat menyadari makna kehidupan hukum dalam kehidupannya, sedangkan
tujuan hukum tersebut adalah untuk mencapai kedamaian dan ketertiban di dalam masyarakat.
103
Menurut G.G Howard dan R.S Summers, keefektifan hukum tersebut erat kaitannya dengan badan-badan penegak hukumnya. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu Hukum juga dituntut untuk memenuhi nilai-nilai dasar hukum yang
meliputi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Hukum positif yang memuat berbagai ketentuan pengaturan hukum perlindungan konsumen juga
dituntut memenuhi nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, meskipun kenyataannya salah satu nilai dasar hukum tersebut yang bisa tercapai.
104
1. Undang-undangnya harus dicanangkan dengan baik. Kaidah-kaidah hukum yang bekerja dalam mematuhi tingkah laku harus ditulis dengan
jelas dan dapat dipahami dengan penuh kepastian; :
2. Mereka yang bekerja sebagai pelaksana dari hukum harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan harus menafsirkan hukum tersebut secara
102
Darji Darmodiharjo Sidharta, Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996, hal.151.
103
Soerjono Soekanto, Permasalahan Hukum di Indonesia, Bandung : Alumni, 1986, hal.13.
104
Anak Agung Ayu Diah Indrawati, Op.cit., hal.131.
seragam dan sebisa mungkin senada dengan bunyi penafsiran yang mungkin dicoba dilakukan oleh warga masyarakat;
3. Aparat penegak hukum harus bekerja tanpa jenuh untuk menyidik dan menuntut pelanggar-pelanggar.
Menurut Gustav Radbruch, berbagai ketentuan pengaturan hukum perlindungan konsumen pada dasarnya sama dengan peraturan-peraturan lainnya
yang ketentuannya mengandung ide-ide atau konsep-konsep hukum yang dapat digolongkan abstrak, yang idealnya meliputi ide-ide tentang keadilan, kepastian,
dan kemanfaatan.
105
Fungsi hukum sebagai sarana rekayasa sosial social engineering agar hukum yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 bisa menentukan corak hidup
masyarakat selaku konsumen maupun pelaku usaha bukanlah hal yang mudah, sebab banyak faktor yang mempengaruhinya. Setiap konsumen akan tergantung
kepada pilihan-pilihan konsumen secara rasional untuk taat atau tidak taat kepada ketentuan hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Konsumen akan selalu memilih aktivitas yang menguntungkan baginya di dalam area of choice menuntut tingkat rasional yang
paling baik. Oleh sebab itu, permasalahan konsumen untuk memperoleh
perlindungan sebagai bagian dari suatu sistem hukum akan berkaitan dengan upaya mewujudkan ide-ide tersebut, bahkan pemerintah harus ikut campur tangan
karena adanya kekuatan yang sangat berpengaruh untut menuntut agar hukum tersebut bekerja secara efektif, khususnya mengenai penyelenggaraan struktur
hukum yang berupa lembaga-lembaga penegak hukum sebagai sarana bagi konsumen yang dirugikan untuk memperoleh ketiga tujuan hukum tersebut.
Dengan demikian diharapkan sistem hukum positif dalam upaya perlindungan konsumen dapat terselenggara dengan baik.
106
105
Ibid.
Perilaku rasional ini paling tidak berorientasi pada perilaku kebiasaan, nilai-nilai etik dan kebutuhan-kebutuhan konsumen.
106
Sidharta II Revisi, Op.cit., hal.93.
Agar hukum dapat berfungsi sebagai sarana rekayasa sosial bagi masyarakat konsumen dan pelaku usaha maka dapat dipakai pula pendekatan
dengan mengambil teori Robert Seidman, yaitu bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat itu melibatkan tiga komponen dasar yakni pembuat hukumundang-
undang, birokrat pelaksana dan pemegang peran. Bekerjanya hukum secara baik dan efektif bila melibatkan 3 tiga
komponen dasar yaitu pembuat hukum, birokrat pelaksana dan pemegang peran. Setiap anggota masyarakat konsumen dan pelaku usaha sebagaimana pemegang
peran, perilakunya ditentukan oleh pola peranan yang diharapkan, namun bekerjanya harapan itu ditentukan faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut
adalah
107
a. Sanksi yang terdapat dalam peraturan;
:
b. Aktivitas dari lembaga atau badan pelaksana hukum; c. Seluruh kekuatan sosial, politik dan yang lainnya yang bekerja atas diri
pemegang peran. Perilaku konsumen dan pelaku usaha tentu saja juga tidak lepas dari
tingkat pengetahuan, sikapnya terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, sehingga kemudian menimbulkan niat untuk berperilaku. Menurut Hobbs dan
Freud, bahwa pada dasarnya perilaku individu manusia adalah egoistis dan karenanya cenderung memuaskan kepentingannya sendiri. Akibat dari sifat
manusia yang cenderung ingin memuaskan kepentingannya sendiri itu, maka sering menimbulkan benturan-benturan dengan pihak lain yang apabila hal ini
dibiarkan terus berlangsung akan menciptakan penyimpangan sosial deviasi sosial. Dalam hal ini peranan hukum sebagai upaya pembentukan perilaku sosial
dalam diri seseorang untuk mampu berbagi kepentingan dengan orang lain diperlukan.
107
Satjipto Rahardjo II, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, 1977, hal.36.
Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum terbagi atas dua, yaitu:
1. Perlindungan hukum preventif: perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu sengketa. Perlindungan hukum ini sebelum
Pemerintah menetapkan suatu aturankeputusan, rakyat dapat mengajukan keberatan atau dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan
tersebut. 2. Perlindungan hukum represif: perlindungan hukum yang dilakukan dengan
cara menerapkan sanksi terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum kepada keadaan sebenarnya. Perlindungan ini dilakukan di Pengadilan.
Pada dasarnya perlindungan hukum berkaitan dengan bagaimana hukum memberikan keadilan yaitu memberikan atau mengatur hak-hak terhadap subyek
hukum, selain itu juga berkaitan dengan bagaimana hukum memberikan keadilan terhadap subyek hukum yang dilanggar haknya. Perlindungan konsumen adalah
merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan
konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha,
dan Pemerintah. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Keputusan Menteri Kesehatan No.
924MenkesSKVIII1996 tentang Pencantuman Tulisan “Halal” pada Label Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 180Menkes.PerIV1985 tentang
Makanan Daluwarsa yang telah dirubah dengan Keputusan Dirjen POM No. 02591BSKVIII91 dimaksudkan dalam upaya memberikan perlindungan hukum
kepada masyarakat konsumen. Oleh sebab itu, tanggung jawab pelaku usaha atas informasi yang tidak memadai dalam label menjadi kebutuhan yang mutlak.
Tuntutan tanggung jawab merupakan perlindungan hukum represif sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon.
Hukum perlindungan konsumen juga berkaitan dengan asepek hukum perdata. Kaitan tersebut terlihat dalam perbuatan melawan hukum, yang sangat
penting karena paling memungkinkan untuk digunakan oleh konsumen sebagai dasar yuridis penuntutan terhadap pihak lawan sengketanya.
108
Perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad dicantumkan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata KUHPerdata. Akan tetapi, timbul berbagai penafsiran pada kata “hukum” pada istilah “perbuatan melawan hukum” tersebut. Ada
penafsiran yang hanya melihat hukum secara sempit, yakni terbatas pada undang- undang
109
A. Unsur pelanggaran terhadap hak subjektif seseorang; , dan ada pula yang menafsirkannya secara luas, yaitu undang-undang
ditambah dengan unsur kesusilaan dan kepatutan. Penafsiran secara sempit ini menyangkut 2 dua unsur pokok perbuatan melawan hukum, yaitu:
B. Unsur perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku. Dalam unsur perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si
pelaku erat kaitannya dengan Tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu pihak dalam interaksinya dengan pihak lain seharusnya dipenuhi
manakala akibat dari kesalahan dari perbuatannya menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Tanggung jawab ini harus dipenuhi tidak hanya sebatas kesalahan
perbuatan dari orang yang menjadi tanggungannya atau kerugian yang ditimbulkan akibat dari barang yang berada di bawah pengawasannya
110
Dalam ketentuan hukum pidana, masalah perlindungan konsumen juga mendapat perhatian. Akan tetapi, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUHP tidak disebutkan kata “konsumen” secara pasti. Kendati demikian, secara
,
hal ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
KUHPerdata.
108
Sidharta II Revisi, Op.cit., hal.104.
109
Darji Darmodiharjo Sidharta, Op.cit., hal.227.
110
Sidharta II Revisi, Op.cit., hal.108.
implicit dapat dilihat beberapa pasal yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen yang sebagaimana diatur dalam Pasal 204 dan Pasal 205 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, yaitu
111
− Pasal 204: “Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi- bagikan barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan
orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Jika perbuatan mengakibatkan
matinya orang, yang bersalah dikenakan pidana seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.
:
− Pasal 205: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa barang- barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan
atau dibagi-bagikan, tanpa diketahui sifat berbahanyanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah
dikenakan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau kurung paling lama satu tahun. Barang-barang itu dapat disita”.
Ketentuan-ketentuan ini terutama sangat berkaitan dengan hak konsumen untuk memperoleh informasi secara benar dan mendapat perlindungan hukum
yang memadai. Ketentuan hukum pidana menyangkut masalah pelabelan ini meliputi aspek hukum publik, karena konsumen juga merupakan publik yang
harus dilindungi oleh Pemerintah juga. Dari keseluruhan uraian tersebut maka dimensi perlindungan hukum bagi
konsumen dapat meliputi aspek dan dilakukan dengan berbagai instrumen, yaitu: aspek instrumen hukum perdata, aspek instrumen hukum pidana, dan aspek
instrumen hukum administrasi.
111
Ibid., hal.187.
C. Tanggung jawab Pelaku Usaha Terhadap Pelanggaran Pelabelan Produk Pangan