mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akan menjadi lebih mudah diperoleh jika konsumen mengikuti upaya
penyelesaian sengketa secara patut dan sistematis. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh
kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha.
70
D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan pengertian Pelaku Usaha, sebagai berikut:
“Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi”. Penjelasan “Pelaku Usaha” yang termasuk dalam pengertian ini adalah
perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain- lain. Pengertian pelaku usaha dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha
dalam UUPK tersebut memilih persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi
sebagai produsen adalah pembuat produk jadi finished product; penghasilan bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang menampakkan dirinya
sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namanya , tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu;
importir suatu produk dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan leasing atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan;
70
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op.cit., hal. 49-50.
pemasok supplier, dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan.
71
Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan
produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya
UUPK tersebut memberikan rincian sebagaimana dalam Directive pedoman bagi negara Masyarakat Uni Eropa, sehingga konsumen dapat lebih mudah lagi untuk
menentukan kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan jika ia dirugikan akibat penggunaan produk. Dalam pasal 3 Directive ditentukan bahwa
72
1 Produsen berarti pembuat pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang
memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen;
:
2 Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing,
atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam Masyarakat Eropa, akan dipandang sebagai produsen dalam arti Directive,
dan akan bertanggung gugat sebagai produsen; 3 Dalam hal produsen atau suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka
setiap leveransirsupplier akan bertanggung gugat sebagai produsen, kecuali ia memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu
yang tidak begitu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam
kasus barang atau produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukkan identitas importir sebagaimana dimaksudkan dalam
ayat 2, sekalipun nama produsen dicantumkan.
71
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Ibid., hal.9.
72
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Disertasi Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2000, hal.31.
Pelaku usaha yang meliputi berbagai bentukjenis usaha sebagaimana yang dimaksud dalam UUPK, sebaiknya ditentukan urutan-urutan yang
seharusnya digugat oleh konsumen manakala dirugikan oleh pelaku usaha. Urutan-urutan tersebut sebaiknya disusun sebagai berikut
73
1. Yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika berdomisili di dalam negeri dan domisilnya diketahui oleh konsumen
yang dirugikan; :
2. Apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar negeri, maka yang digugat adalah importirnya, karena UUPK tidak
mencakup pelaku usaha di luar negeri; 3. Apabila produsen maupun importir dari suatu produk tidak diketahui,
maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut.
Urutan-urutan di atas tentu saja hanya diberlakukan jika suatu produk mengalami cacat pada saat di produksi, karena kemungkinan barang mengalami
kecacatan pada saat sudah berada di luar kontrol atau di luar kesalahan pelaku usaha yang memproduksi produk tersebut.
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada
para pelaku usaha diberikan hak sebagaimana diatur dalam pasal 6 UUPK. Hak pelaku usaha adalah:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
73
Abdul Halim Barkatullah, Op.cit., hal. 35.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa
yang diperdagangkan; e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya. Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai dengan kondisi
dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang danatau jasa
yang diberikan kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang danatau jasa yang sama. Dalam praktik yang
sering terjadi, suatu barang danatau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah.
Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar. Menyangkut hak pelaku usaha yang tersebut pada huruf b, c, dan d,
sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah danatau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
BPSKPengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen tidak mengabaikan
kepentingan pelaku usaha.
74
Sebagai konsekuensi dari hak konsumen, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 7 UUPK,
sebagai berikut: Kewajiban konsumen dan hak-hak pelaku usaha yang
disebutkan pada huruf b, c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya.
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
74
Abdul Halim Barkatullah, Op.cit., hal.37.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa
yang berlaku; e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji danatau mencoba
barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang
diperdagangkan; g. Memberi kompensasi ganti rugi danatau penggantian apabila barang
danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan
bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa.
Dalam undang-undang ini terlihat jelas bahwa itikad baik lebih ditekankan kepada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam
melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancangdiproduksi sampai
pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. Hal ini tentu saja
disebabkan oleh kemungkinan terjadinya kerugian konsumen dimulai sejak barang dirancangdiproduksi oleh produsen pelaku usaha, sedangkan bagi
konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen.
75
75
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit., hal.44.
Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai
suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapa berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi.
Selain peringatan, instruksi yang ditujukan untuk menjamin efisiensi penggunaan produk juga penting untuk mencegah timbulnya kerugian bagi
konsumen. pencantuman informasi bagi konsumen yang berupa instruksi atau petunjuk prosedur pemakaian suatu produk merupakan kewajiban bagi produsen
agar produknya tidak dianggap cacat karena ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai. Sebaliknya, konsumen berkewajiban untuk membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan konsumen.
BAB III PELABELAN PRODUK PANGAN DAN PENGATURAN LABEL
PRODUK PANGAN
A. Pengertian Label