dinyatakan, dideskripsikan atau dipresentasikan secara salah sehingga menyesatkan atau menjurus munculnya tanggapan yang salah terhadap karakter
produk pangan tersebut. Informasi yang benar dan tidak menyesatkan yang ada dalam label
pangan inilah yang hendaknya diartikan sama, baik oleh pemerintah bagi kepentingan pengawasan, pelaku usahaprodusen bagi keperluan persaingan usaha
yang sehat dan konsumen guna keperluan menentukan pilihannya dalam pemenuhan kebutuhannya.
Oleh karena itu, informasi yang tercantum dalam label harus dikaji dan dievaluasi berdasarkan prinsip ilmiah yakni bersandar pada fakta dan data ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal tersebut sangat penting dalam perdagangan bebas yang menyangkut dunia internasional. Akan tetapi,
fakta dan data ilmiah tersebut bisa berubah setiap waktu. Maka diperlukan transparansi dan pengharmonisasian informasi.
Bentuk informasi yang lebih komprehensif dan benar pada label dan iklan pangan dengan tidak semata-mata menonjolkan unsur komersialisasi
memberikan pendidikan kepada konsumen. Makin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka makin tinggilah penghormatannya pada hak-hak dirinya
dan orang lain. Upaya memberikan pendidikan kepada konsumen tidak harus melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat juga melewati media massa dan
kegiatan lembaga swadaya masyarakat.
90
D. Pengaturan Pelabelan Produk Pangan
Sehingga hak-hak dari konsumen dapat terlindungi dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan hukum mengenai produk pangan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undagan dibidang makanan
90
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit., hal. 40-41.
tersebut merupakan sarana pokok pengawasan dibidang makanan. Manfaat peraturan perundang-undangan tersebut yakni
91
1. Sebagai landasan hukum aparat pemerintah. :
2. Keseragaman tindakan dalam pengawasan makanan untuk melindungi masyarakat terhadap makanan yang merugikan kesehatan.
3. Sebagai pedoman yang wajib ditaati masyarakat. 4. Pedoman yang diikuti produsen dan distributor makanan.
Peraturan perundang-undangan tentang makanan tersebut haruslah memuat pokok-pokok aturan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat banyak. Pokok-pokok yang dimuat dalam peraturan tersebut terdiri atas
92
a. Hal-hal yang dilarang dan sanksi terhadap pelanggaran. :
b. Hal-hal yang bersifat membina produsen agar memproduksi makanan yang memenuhi persyaratan
Meskipun pengaturan mengenai produk pangan begitu banyak, akan tetapi, yang mengatur secara spesifik dan lengkap mengenai pelabelan produk
pangan terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Sesuai dengan PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan, produsen dan importir pangan wajib untuk memberikan keterangan danatau pernyataan yang benar dan tidak menyesatkan mengenai produk pangan
dalam label tersebut. Pasal 1 dan Pasal 2 PP No. 69 Tahun 1999 menginstruksikan agar label
dalam produk pangan harus wajib dicantumkan baik di dalam danatau di kemasan pangan. Akan tetapi, perlu diperhatikan pencantuman label tersebut harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasan, tidak luntur atau rusak, dan diletakkan pada bagian kemasan produk pangan yang mudah
91
Soedjajadi Keman, Sistem Pengawasan Makanan di Indonesia, Surabaya : Universitas Airlangga, diakses tanggal 21 Maret 2013 melalui situs
http:www.google.comSistemPengawasanMakanandiIndonesiaUniversitasAirlangga .
92
Ibid.
untuk dilihat dan dibaca oleh konsumen. Hal ini dilakukan agar terpenuhinya asas manfaat, asas keamanan, dan keselamatan konsumen sehingga meminimalisir
terjadinya kecurangan-kecurangan yang telah dikaji oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN yang mana banyak ditemukan penyimpangan
terhadap peraturan pelabelan yang ditempel tidak menyatu dengan kemasan dan informasi yang menyesatkan konsumen.
Dalam Pasal 3 ayat 2 point a, c, dan d merupakan bagian utama dari label. Bagian utama yang dimaksud yaitu bagian yang memuat keterangan paling
penting untuk diketahui oleh konsumen. Nama produk pangan sangat penting karena nama produk tersebut menunjukkan identitas mengenai produk tersebut.
Bagian utama produk pangan ini juga harus memberi penjelasan mengenai produk tersebut, dan menunjukkan sifat danatau keadaaan yang sebenarnya produk.
Begitupun gambar yang terdapat pada label produk tersebut juga menunjukkan keadaan sebenarnya.
Penggunaan suatu nama produk pangan tertentu yang terdapat dalam Standar Nasional Indonesia SNI, diberlakukan wajib melalui Keputusan Menteri
Teknis. Nama produk berbeda dengan nama dagang. Nama dagang merupakan merek. Merek merupakan suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-
huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur yang merupakan tanda pembeda produk yang satu dengan produk lainnya. Contoh,
nama produk : Mentega, nama dagangmerek : Blue Band. Daftar bahan yang digunakan ingredient list merupakan daftar yang
memuat setiap jenis bahan yang diformulasi dalam produk pangan, kecuali vitamin, mineral, dan zat penambah gizi lainnya. Pencantuman bahan-bahan yang
digunakan harus secara berurutan dimulai dari bahan yang dominan digunakan berdasarkan berat bahan. Dalam hal menyebutkan nama bahan baku harus dalam
nama umum atau yang lazin digunakan atau nama yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia SNI. Dengan pencantuman bahan-bahan yang digunakan
pada label, konsumen dapat mengetahui apakah produk tersebut aman untuk dikonsumsi dan sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam standar internasional, khususnya dengan dipelopori oleh munculnya Nutritional Labeling and Education Act NLEA di AS, label pangan
hendaknya mencantumkan informasi gizi. Di Indonesia, penggunaan informasi gizi pada label ini belum memasyarakat. Beberapa produk terlihat sudah mulai
mengacu pada peraturan internasional ini. Pada label produk pangan di Indonesia kebanyakan hanya mencantumkan daftar ingridien atau bahan baku. Sayangnya,
daftar bahan baku ini secara salah dinyatakan sebagai komposisi. Secara umum, informasi gizi perlu diberikan kepada konsumen sehingga
konsumen bisa berhitung seberapa besar kontribusi produk pangan tersebut pada dietnya secara keseluruhan. Karena itulah maka informasi gizi ini perlu
diperbandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi AKG, yaitu angka atau dosis keperluan akan zat gizi, terutama untuk lemak, lemak jenuh, kolesterol,
karbohidrat, protein, serat, sodium, dan potassium, vitamin dan mineral esensial. Di Indonesia, angka kecukupan gizi ini biasanya dievaluasi, dibahas dan
ditetapkan melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. Namun sayangnya, standarisasi pencantuman informasi gizi ini belum dilakukan. Hal ini
menyebabkan informasi gizi yang dicantumkan pada label sangat beragam. Berat bersih atau isi bersih merupakan pernyataan yang memberikan
keterangan mengenai kuantitas atau jumlah produk pangan yang terdapat di dalam kemasan atau wadah. Penggunaan ukuran isi liter, milliliter ml, dan sejenisnya
untuk makanan dan minuman cair, ukuran berat kg, gram, dan sejenisnya untuk makanan padat dan makanan semi padat atau kental. Khusus pangan yang
menggunakan medium cair maka berat bersih harus diukur dengan medium cair setelah ditiriskan drained weight, yang disebut berat tiris.
Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia juga merupakan bagian utama dari label. Pihak yang
memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia berbeda dengan pihak yang
mengedarkan produk pangan. Nama dan alamat pihak yang mengedarkan distributor produk pangan yang berisi informasi nama jalan, nama kota, kode
pos, dan nama negara juga harus dicantumkan dalam label produk pangan tersebut. Hal tersebut sangatlah penting untuk mempermudah konsumen jika suatu
waktu produk pangan yang dihasilkan tersebut menimbulkan suatu kerugian terhadap konsumen.
Pasal 1 huruf d Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180MenkesPerIV1985 tentang Makanan Daluwarsa yang telah diubah dengan
Keputusan Dirjen POM No. 02591BSKVIII1991 mendefinisikan bahwa
tanggal kadaluarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya sepanjang
penyimpanan produk mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen, sedangkan
Pasal 1 huruf c Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180MenkesPerIV1985 tentang Makanan Daluwarsa yang telah diubah dengan
Keputusan Dirjen POM No. 02591BSKVIII1991 mendefinisikan bahwa
makanan kadaluarsa adalah makanan yang telah lewat tanggal kadaluarsanya. Makanan
yang rusak kemasan dan segelnya baik sebelum maupun sesudah tanggal kadaluarsa dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Dari pencantuman tanggal
kadaluarsa tersebut pada label, maka konsumen dapat mengetahui batas tanggal suatu produk makanan masih layak dikonsumsi atau tidak sebagaimana diatur
dalam Pasal 3
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180MenkesPerIV1985 tentang Makanan Daluwarsa yang telah diubah dengan
Keputusan Dirjen POM No. 02591BSKVIII1991
. Pencantuman tanggal kadaluarsa ini berdasarkan aspek keamanan yang
parameter utamanya adalah pencemaran mikrobiologi, seperti jamur dan bakteri pembusuk makanan serta kelayakan konsumsi yang parameter utamanya adalah
organil eptik yakni penampakan, rasa, tekstur, bau dan kandungan kimiawi. Konsumen yang mengkonsumsi produk pangan yang telah melewati masa
kadaluarsanya akan menimbulkan gejala keracunan danatau jika bakteri Clostridium Botulinum berkembang dapat menyebabkan kematian pada
konsumen. Oleh sebab itu, konsumen baik dewasa dan anak-anak harus proaktif dan kritis dalam hal ini.
Semua produk pangan yang akan di perjual-belikan dalam wilayah Indonesia, baik produk lokal maupun produk import, harus didaftarkan dan
memiliki nomor pendaftaran dari Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM, sebelum diedarkan ke pasar hingga sampai ke tangan konsumen. Selain nomor
pendaftaran, kode produksi pangan juga wajib dicantumkan pada label kemasan pangan. Kode produksi dicantumkan pada bagian yang mudah dibaca dan dilihat.
Bagi Badan POM, nomor pendaftaran produk pangan ini berguna untuk mengawasi produk-produk yang beredar di pasar, sehingga apabila terjadi suatu
kasus maka akan mudah ditelusuri siapa produsen produk pangan dan mempermudah dalam melakukan penarikannya, hal ini diatur dalam Pasal 30 PP
No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Produk-produk makanan dan minuman yang beredar di warung, toko,
pasar, dan supermarket, makan nomor pendaftaran yang terdapat dibagian depan label produk pangan terdiri atas kode SP, MD atau ML yang diikuti dengan
sederetan angka. Adapun pembagian penomoran kode pendaftaran tersebut, yaitu: 1. Penomoran dengan kode SP adalah Sertifikat Penyuluhan merupakan nomor
pendaftaran yang diberikan kepada pengusaha kecil mikro dengan modal terbatas dan pengawasan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan
KabupatenKota Madya hanya sebatas penyuluhan. 2. Penomoran dengan kode MD diberikan kepada produsen makanan dan
minuman bermodal besar yang mampu untuk mengikuti persyaratan keamanan produk pangan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
3. Penomoran dengan kode ML diberikan untuk produk makanan dan minuman olahan yang berasal dari produk import, baik berupa kemasan langsung
maupun kemasan isi ulang. Produsen yang memiliki beberapa lokasi pabrik produksi yang berlainan
tempat, tetapi memproduksi produk yang sama, diberikan penomoran dengan
kode MD berdasarkan kode lokasi produk. Maka sering dijumpai suatu produk pangan yang sama, tetapi memiliki nomor kode MD yang berbeda karena lokasi
produksi berbeda. Hal ini dapat meringankan produsen jika terjadi kasus terhadap suatu produk pangan dari merek tertentu, yang mengakibatkan produksi dari
produk tersebut harus dihentikan. Penghentian produksi hanya didasarkan pada lokasi yang memproduksi produk dengan kode MD yang bermasalah.
Nomor pendaftaran ini tetap berlaku sepanjang tidak adanya perubahan yang menyangkut komposisi produk pangan, perubahan proses produksi dan
lokasi pabrik produksi dan lain-lain. Jika terjadi perubahan, maka produsen produk pangan tersebut harus melaporkan perubahan tersebut kepada Badan
POM. Apabila perubahan tersebut dinilai terlalu besar, maka produk tersebut harus diregistrasi ulang ke Badan POM dan mendapatkan kembali nomor dan
kode produksi yang baru sesuai dengan perubahannya. Pendaftaran produk pangan untuk seluruh wilayah Indonesia ditangani
langsung oleh Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM. Untuk produk pangan lokal diperlukan fotokopi surat izin industri dari Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Formulir Pendaftaran tersebut dapat diperoleh di Bagian Tata Usaha Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan POM, yang
beralamat di Jalan Percetakan Negara No. 23 Gedung D, Lantai III, Jakarta Pusat, Telp. 021-4245267. Setelah formulir tersebut diisi dengan lengkap dan benar,
diserahkan kembali bersama contoh produk pangan dan rancangan label yang sesuai dengan yang akan diedarkan.
Penilaian dalam mendapatkan nomor pendaftaran produk pangan disebut penilaian keamanan pangan. Klasifikasi penilaian pangan ada 2 dua macam,
yaitu: 1. Penilaian Umum adalah untuk semua produk yang beresiko tinggi dan produk
baru yang belum pernah mendapatkan nomor pendaftaran. 2. Penilaian ODS One Day Service adalah untuk semua produk yang beresiko
rendah dan produk sejenis yang pernah mendapatkan nomor pendaftaran.
Pada bagian keempat belas PP No. 69 Tahun 1999 menentukan mengenai keterangan lain yang wajib dicantumkan pada label produk pangan olahan
tertentu, yakni: − Pasal 38 yang menyebutkan “Keterangan pada Label tentang Pangan Olahan
yang diperuntukan bagi bayi, anak berumur dibawah lima tahun, ibu yang sedang hamil atau menyusui, orang yang menjalani diet khusus, orang lanjut
usia, dan orang berpenyakit tertentu, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan,danatau keterangan lain yang perlu diketahui,
termasuk mengenai dampak pangan tersebut terhadap kesehatan manusia. − Pasal 39 menyebutkan:
1 Pada Label untuk Pangan Olahan yang memerlukan penyiapan danatau penggunaannya dengan cara tertentu, wajib dicantumkan
keterangan tentang cara penyiapan danatau penggunaannya dimaksud.
2 Apabila tercantum keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak mungkin dilakukan pada label, maka pencantuman keterangan
dimaksud sekurang-kurangnya dilakukan pada wadah atau kemasan pangan.
− Pasal 40 menyebutkan “Dalam hal mutu suatu pangan tergantung pada cara penyimpanan atau memerlukan cara penyimpanan khusus, maka petunjuk
tentang cara penyimpanan harus dicantumkan pada Label”. Pada Pasal 15 dan Pasal 16 PP No. 69 Tahun 1999 mengatur keterangan
pada label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan Bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin. Penggunaan bahasa dalam label juga harus jelas dan
mudah dibaca. Penggunaan bahasa dalam label bukan hanya bahasa Indonesia, Arab dan Latin, tetapi juga disesuaikan dengan bahasa asal produk bila produk
tersebut merupakan produk import. Hal ini dilakukan sejak adanya implementasi liberalisasi perdagangan dalam kerangka perdangan bebas Asean China Asean
China Free Trade AgreementACFTA.
Penggunaan bahasa Indonesia pada label pangan juga dapat menimbulkan ketidakpahaman konsumen yang bukan warga negara Indonesia.
Akan tetapi, penggunaan bahasa Indonesia pada label pangan berperan penting dalam perlindungan konsumen. Dengan adanya label yang berbahasa Indonesia,
konsumen dapat mengetahui informasi dari produk yang dibelinya sehingga dapat meminimalisir resiko yang akan merugikan konsumen.
Pelabelan produk pangan terdiri atas 2 dua bagian, label utama produk dan label tambahan produk pangan. Pelabelan tambahan produk pangan disebut
pelabelan perisa. Sesuai dengan SNI 01-7152-2006 tentang Bahan Tambahan Pangan: Persyaratan Perisa tambahan produk pangan dan Penggunaan dalam
Produk Pangan, pelabelan perisa yang digunakan dalam suatu produk pangan adalah sekurang-kurangnya mencantumkan nama kelompok perisa dalam
komposisinya. Dalam SNI tersebut, jenis perisa dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu perisa alami, perisa identik alami, perisa artifisial dan perisa hasil proses panas.
Jadi, jika suatu produk pangan menggunakan perisa alami jeruk, maka dalam komposisinya dapat dinyatakan sebagai berikut:
•
Komposisi: ...., perisa alami; atau
•
Komposisi: ...., perisa alami jeruk. Adapun pelabelan bagi sediaan perisa yang dijual secara ritel, maka
pelabelannya sama dengan bahan tambahan pangan secara umum yaitu harus sesuai dengan Permenkes No. 722MENKESPERIX88 tentang Bahan
Tambahan Makanan, PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan ketentuan lain seperti Keputusan Kepala Badan POM RI No. 00.05.52.4321
Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan.
93
•
Tulisan ”Bahan Tambahan Pangan” Pada kemasan
sediaan perisa tersebut harus dicantumkan keterangan sebagai berikut:
93
Sofhiani Dewi, Direktorat Standarisasi Produk Pangan, Badan POM RI, “Pelabelan Perisa Produk Pangan”, diakses tanggal 21 April 2013, dari situs :
http:sofhianidewi.blogspot.compelabelanperisaprodukpangan .
•
Nama golongan bahan tambahan pangan, dalam hal ini: ”Perisa”
•
Nama kelompok perisa. Untuk perisa campuran, nama tiap senyawa perisa tidak perlu disebutkan, cukup digunakan istilah yang menggambarkan
ekspresi dari perisa tersebut. Misalnya “perisa alami jeruk”.
•
Nomor kode internasional jika ada
•
Isi bersih atau berat bersih
•
Nama dan alamat produsen
•
Tanggal kedaluwarsa untuk sediaan perisa dengan masa simpan tidak lebih dari 18 bulan.
•
Kode produksi
•
Nomor pendaftaran produsen
•
Nomor pendaftaran sediaan perisa
•
Petunjuktakaran penggunaan, tidak boleh menggunakan takaran yang setara.
Dengan keterangan yang lengkap mengenai identitas dan cara penggunaan sediaan perisa yang dijual secara ritel, dapat memudahkan konsumen
dalam menggunakannya dengan benar, baik untuk keperluan Industri Rumah Tangga Pangan maupun untuk keperluan rumah tangga. Sehingga diharapkan
tidak terjadi penggunaan bahan tambahan pangan yang salah, termasuk perisa oleh konsumen yang dapat mengakibatkan makanan atau minuman yang diproduksinya
menjadi tidak aman. Dengan demikian, pelabelan produk pangan, baik label utama produk
pangan dan label perisa tambahan produk pangan memberikan suatu informasi yang berdampak signifikan dalam meningkatkan efisiensi dari konsumen dalam
memilih produk dan meningkatkan kesetiaan konsumen terhadap penggunaan suatu produk pangan yang juga memberikan keuntungan bagi para
produsenpelaku usaha pangan. Juga meningkatkan kinerja pengawasan Pemerintah melalui Badan POM dan YLKI dalam mewujudkan produk pangan
yang ama dan bergizi sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia SDM generasi muda Indonesia.
BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELANGGARAN PELABELAN
PRODUK PANGAN BERDASARKAN UU No. 8 TAHUN 1999
A. Perlindungan Konsumen Dalam Pelanggaran Label Produk Pangan