Ethical clearance Alur Penelitian Kerangka Operasional Variabel yang Diamati Defenisi Operasional Variabel

3.12 Ethical clearance

Ethical Clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Informed consent diminta secara tertulis kepada keluarga penderita untuk ikut dalam penelitian Universitas Sumatera Utara

3.13 Alur Penelitian Kerangka Operasional

Cedera Kepala Sedang Cedera Kepala Berat Penjelasan Penelitian dan Persetujuan Keluarga Penjelasan Penelitian dan Persetujuan Keluarga Tindakan Pengambilan Darah SebelumPerlakuan Tindakan Pengambilan Darah Sebelum Perlakuan Kelompok terapi standar Kelompok terapi standar + pemberian ACTH 4-10 Pro 8 - Gly 9 - Pro 10 Penderita Contusio Serebri Kelompok terapi standar + pemberian Inhibitor HMG CoA Reduktase Kelompok terapi standar Kelompok terapi standar + pemberian ACTH 4-10 Pro 8 - Gly 9 - Pro 10 Kelompok terapi standar + pemberian Inhibitor HMG CoA Reduktase Pengambilan darah hari V Pemeriksaan Barthel Indeks dan MMSE, serta pencatatan lama rawatan dilakukan saat penderita pulang Universitas Sumatera Utara

3.14 Variabel yang Diamati

Variabel bebas utama antara lain 1. Perlakuan Standar 2. Perlakuan Standar + ACTH 4-10 Pro 8 -Gly 9 -Pro 3. Perlakuan Standar + inhibitor HMG CoA reduktase 10 4. Kadar Bcl-2 hari pertama 5. Kadar BDNF hari pertama Variabel bebas lainnya antara lain: 1. GCS saat awal masuk 2. Usia 3. Jenis kelamin Variabel terikat antara lain: 1. Kadar Bcl-2 serum hari kelima 2. Kadar BDNF serum hari kelima 3. Hari rawatan 4. Barthel Indeks 5. Skor MMSE.

3.15 Defenisi Operasional Variabel

1. Perlakuan standar adalah perlakuan yang didasarkan pada protokol penatalaksanaan cedera kepala di Departemen Ilmu Bedah Saraf Universitas Sumatera Utara FKUSURSHAM. Perlakuan dibedakan dua, yaitu pada cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. a. Cedera Kepala Sedang • Pemberian antibiotika intravena golongan cephalosporin generasi ketiga Ceftriaxone sebagai terapi empiris dan kemudian disesuaikan dengan kultur. • Pemberian analgetik Non Steroid Anti Inflammatory Drug NSAID intravena. Pada penelitian ini digunakan ketolorac intravena dengan dosis 30 mg setiap 8 jam. • Pemberian antipsikotik bila diperlukan sebagai penenang, seperti Haloperidol atau Chlorpromazine intravena • Pemberian Mannitol 20 secara bolus dengan dosis 0,5-1 gram dalam 10 menit. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan osmolaritas serum dengan batas maksimal 320 mmoll untuk mencegah gagal ginjal. Osmolaritas dihitung berdasarkan kadar ureum, elektrolit, dan kadar gula sewaktu. • Pemberian Gastric Mucosal Protector dan Acid Supressor Agent dengan H2 Blocker, PPI proton Pump Inhibitor dan gastric mucosal protektor yang dapat menurunkan inisiden perdarahan gastrointestinal dan stress related mucosal damage SRMD. Tidak terdapat Universitas Sumatera Utara interaksi obat-obatan diatas dengan ACTH 4-10 Pro 8 - Gly 9 -Pro 10 • Pemberian Phenytoin intravena sebagai profilaksis kejang. Phenytoin diberikan dengan dosis 100mg setiap 8 jam intravena. Terjadi interaksi obat antara phenytoin dan simvastatin. Phenytoin akan menginduksi enzim CYP3A4 yang juga merupakan enzim yang bertanggungjawab dalam metabolisme simvastatin. Ini dapat menyebabkan ketersediaan hayati dalam darah. dan inhibitor HMG CoA reduktase. • Nutrisi diberikan sesegera mungkin dengan target 120 dari BMR dengan kebutuhan protein 1,5 gramkgBB. Diet diberikan dalam bentuk makanan cair melalui selang nasogastrik, empat sampai lima kali sehari. • Head up kepala 30 b. Cedera Kepala Berat • Tekanan darah dipertahankan pada keadaan sistol 90 mmHg serta oksigenasi dipertahankan pada keadaan PaO2 60 mmHg dan saturasi oksigen 90. • Pemberian Mannitol 20 dengan dosis 0,5-1 grkgBB secara bolus dalam 10 menit • Dilakukan intubasi; diberikan antibiotik profilaksis sesuai pola kuman di Unit Perawatan Intensif RSHAM. Universitas Sumatera Utara Antibiotik empiris yang diberikan adalah Ceftriaxone dengan dosis 1 gram setiap 12 jam. Antibiotik akan diganti jika hasil kultur sensitivitas mengacu pada antibiotik lain. • Pemasangan kateter vena sentral dan pengukuran tekanan vena sentral dengan target 8-12 cm H2O pada penderita dengan ventilator dan 5-8 cmH20 pada penderita tanpa ventilator • Sedasi dilakukan dengan kombinasi fentanyl intravena 0,5- 1,5 μgkgjam dengan propofol 1,5 -6 mg kgjam. • Analgetik yang diberikan adalah Fentanyl intravena dengan dosis awal 0,3-3,5 mg dilanjutkan dengan 1-2 μgkgjam. • Relaksan yang diberikan adalah atracurium dengan dosis 0,5-1 mgkgjam • Tidak terdapat interaksi obat-obatan di atas dengan ACTH 4-10 Pro 8 -Gly 9 -Pro 10 • Pemberian Phenytoin intravena sebagai profilaksis kejang. Phenytoin diberikan dengan dosis 100mg setiap 8 jam intravena. Terjadi interaksi obat antara phenytoin dan simvastatin. Phenytoin akan menginduksi enzim CYP3A4 yang juga merupakan enzim yang bertanggungjawab dalam metabolisme dan inhibitor HMG CoA reduktase. Universitas Sumatera Utara simvastatin. Ini dapat menyebabkan ketersediaan hayati dalam darah. • PaCO2 dipertahankan pada 35-40 mmHg • Pemberian Low-molecular-weight heparin LMWH untuk mencegah thrombosis vena dalam. • Pada penderita yang sudah terintubasi lebih dari tujuh hari, dilakukan tracheostomy. • Nutrisi diberikan sesegera mungkin dengan target 120 dari BMR dengan kebutuhan protein 1,5 gramkgBB. Diet diberikan dalam bentuk makanan cair melalui selang nasogastrik, empat sampai lima kali sehari. 2. Tindakan operasi dilakukan berdasarkan guideline yang ditetapkan oleh Brain Trauma Foundation 2006 No Jenis Perdarahan Indikasi Operasi 1 EDH Volume 30 cc 2 SDH Ketebalan perdarahan 10 mm dan Pergeseran garis tengah 5 mm 3 Hematoma parenkimal Volume 50 cc 3. Perlakuan standar + ACTH 4-10 Pro 8 -Gly 9 -Pro 10 didefinisikan sebagai pemberian ACTH 4-10 Pro 8 -Gly 9 -Pro 10 dengan terapi standar pada penderita cedera kepala sedang dan berat. Universitas Sumatera Utara 4. Perlakuan standar + Inhibitor HMG CoA reduktase didefinisikan sebagai pemberian inhibitor HMG CoA reduktase dengan terapi standar pada penderita cedera kepala sedang dan berat. 5. Kadar Bcl-2 hari pertama adalah kadar Bcl-2 pada serum yang diambil sebelum diberikan perlakuan. 6. Kadar BDNF hari pertama adalah kadar BDNF pada serum yang diambil sebelum diberikan perlakuan. 7. GCS saat masuk adalah tingkat kesadaran penderita saat pertama kali masuk rumah sakit. 8. Usia adalah usia sebenarnya seseorang. Usia dihitung berdasarkan tanggal lahir penderita yang tercatat pada tanda pengenal, baik pada Kartu Tanda Pengenal KTP, maupun Surat Izin Mengemudi SIM. 9. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita dan dinilai dengan melihat alat kelamin saat pemeriksaan dan melihat tanda pengenal. 10. Kadar Bcl-2 hari kelima adalah kadar Bcl-2 pada serum yang diambil setelah diberi perlakuan selama 5 hari. 11. Kadar BDNF hari kelima adalah kadar BDNF pada serum yang diambil setelah diberi perlakuan selama 5 hari. 12. Hari rawatan adalah jumlah hari perawatan penderita selama di rumah sakit. 13. Barthel Indeks adalah skor berdasarkan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan dinilai dengan kuesioner yang dikeluarkan oleh Maryland State Medical Society 1965. Universitas Sumatera Utara 14. Skor mini mental state examination adalah penilaian kemampuan kognitif seseorang dan dinilai berdasarkan kuesioner yang dikeluarkan oleh Psychological Assessment Resources, Inc 1975.

3.16 Analisis Data