Konsep Neuroproteksi pada Penumbra Traumatik

Tabel 2.1. Interpretasi dari Nilai MMSE Lezak, 2004.

2.6 Konsep Neuroproteksi pada Penumbra Traumatik

Konsep ini dikemukakan oleh Symon yang mendukung gagasan bahwa, pada dasarnya ada peluang untuk penyelamatan neuron dan memperkecil lesi permanen.Konsep neuroproteksi timbul dari hasil penelitian patologi dan patofisiologi cedera otak iskemik. Penghentian pemberian oksigen dan glukosa yang tiba-tiba ke jaringan otak akan menghasilkan serangkaian reaksi beruntun atau cascade patologis pathological cascades Jain, 2011. Ada tiga komponen yang aktif pada proses patofisiologis gangguan otak, yaitu eksitotoksisitas, kerusakan oksidatif dan apoptosis.Ketiga komponen ini selain sebagai denominator juga menunjukkan adanya keterkaitan antara faktor dan jalur-jalur penghantaran sinyal yang ditempuh melalui reaksi molekuler.Neuroproteksi terhadap terjadinya apoptosis dilakukan dengan cara menghambat jalur-jalur apoptotik danatau merangsang jalur-jalur survivalJain, 2011. Universitas Sumatera Utara Dari sekian banyak jalur yang telah diidentifikasi, jelas bahwa keadaan kritis terdapat pada : − aktivasi yang berlebihan reseptor glutamat, − akumulasi ion Ca++ didalam sel, − peran abnormal sel peradangan, − produksi senyawa radikal bebas yang berlebihan sebagai proses hulu,dan terpicunya apoptosis secara patologis sebagai proses hilir. Jain, 2011; Menon, 2003 a Eksitotoksisitas Dengan teknik microdialisis diketahui bahwa faktor signifikan yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder adalah asam amino eksitotoksik yang keluar berlebihan, seperti glutamate dan aspartate, dan juga neurotoxin lain yang terjadi saat cedera otak primer Gibbons, 1993. Pada trauma, glutamate yang berlebihan dapat berasal dari sel-sel yang rusak, bocor, atau karena gangguan reuptake dari Glutamat. Signaling dari glutamate adalah vital. Aktivasi yang berlebihan dari reseptor glutamate merupakan awal dari kematian sel yang disebut excitotoxicity Hetman dan Kharebava, 2006. Glutamate sebagai neurotoxin, pertama digambarkan oleh Lucas dan Newhouse pada 1957.Excitotoxic cell death yang kemudian dijumpai umumnya terjadi pada semua neuron dengan reseptor glutamate Olney, 1969. Signal glutamate dihantarkan melalui dua macam reseptor, yaitu reseptorionotropic yang kerjanya cepat dan reseptor metabotropic yang Universitas Sumatera Utara kerjanya lambat. Reseptor ionotropik yangutama bertanggung jawab terhadap excitotoxicity adalah N-methyl-D-aspartate NMDA. Reseptor yang tergabung dengan saluran ion ini akan membuka saluran ionnya sehingga permiabilitas dinding sel akan meninggi yang mengakibatkan meningginya aliran kalsium konsentrasi Ca ++ Potasium juga keluar dari sel dan diabsorbsi oleh astrosit.Timbul gangguan keseimbangan ion yang berakibat depolarisasi membrane sel dan influx cairan yang menyebabkan sel bengkak dan cytotoxic edema yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel neuron.Glutamat juga toksik terhadap sel-sel glial, termasuk astrosit dan oligodendroglia.Yoshioka, 1995. Astrosit memunyai kapasitas buffer dan terlibat dalam clearance glutamat dari ruang ekstrasellular. Berkurangnya energi selama iskemia dapat menyebabkan sistem regulasi glutamat rusak Chen dan Swanson, 2003. diluar dan didalam sel berbanding 10.000:1 dan sodium kedalam sel serta aktivasi dari calcineurin dan calmodulin. Ini cenderung menyebabkan destruksi axon Lieberman, 2001 dan Masel, 2004. b Kalsium Proses homeostasis kalsium dalam sel sangat penting. Kadar yang meninggi setelah cedera kepala merupakan awal dari proses kematian sel, dimana Ca++ merupakan suatu second messenger dan signaltransducerpencetus reseptor. Jumlah influks Ca++ bergantung dari sifat cedera mekanik. Pada cedera kepala yang uniaxial, kadar Ca++ Universitas Sumatera Utara intrasellular segera meningkat. Namun kadar Ca++ meningkat paling banyak pada cedera biaxial. Hal ini disebabkan oleh adanya kanal antagonis yang menghambat peningkatan kalsium pada cedera uniaxial tetapi tidak pada cedera biaxial. Ini adalah menunjukkan betapa pentingnya sifat benturan terhadap respon jaringan Geddes-Klein, 2006. Kumpulan Ca++ yang bersifat toksik maupun non-toksik jalurmasuknya melalui NMDAR yaitu suatu Ligand Gated Anion Channel atau L-type voltage sensitive channel disebut juga Voltage Gated Anion Channel yang terpicu oleh perbedaan potensial pada membran sel berupa depolarisasi Tymianski Charltonet al. 1993. Ca++ intrasellular yang meningkat akan memicu pelepasan lebih lanjut Ca++ dari sumber internal seperti retikulum endoplasmic. Kadar kalsium yang tinggi pada sitoplasma akan memicu penumpukkan kalsium dalam matriks mitokondria. Mitokondria dapat mengisolasi Ca++ melalui mekanisme electrochemical gradient generatedpotential dan rantai transportasi elektron dengan akibat akan terjadi pengurangan sintesa ATP. Kerusakan rantai transportasi elektron cenderung menghasilkan reactive oxygen species ROS secara berlebihan, sedangkan pada saat yang bersamaan, terdapat peningkatan kebutuhan ATP untuk mengeluarkan Ca++ melalui plasma membran pump Schinder, 1996; Robertson, 2004. Kalsium dapat mengaktivasi beberapa enzim seperti lipase, kinase, phosphatase, dan protease. Calpain adalah enzim protease intrasellular yang dapat mengurangi kadar protein neuronal. Aktivasi Calpain yang Universitas Sumatera Utara berlebihan sangat berperan dalam kaskade neurodegeneratif pada cedera kepala, yaitu memicu kerusakan cytoskeleton dan kematian sel neuronal serta merusak fungsi neurobiologis Kampfl, 1997. c Radikal Bebas Meningginya kadar Ca++ sebagai pencetus aktivasi enzim terlibat dalam produksi radikal bebas. Pada keadaan normal, oxidative mitochondrialmetabolism memproduksi sejumlah kecil radikal bebas.Pada trauma, radikal bebas yang timbul berlebihan diproduksioleh enzimnitric oxide synthase yang timbul akibat trauma iNOS ini dibedakan dengan eNOS endothelial NOS yang sifatnya protektif dan nNOS neuronal NOS yang sifatnya konstitutif.Phospholipase, dan xanthine oxidase yang aktif bersamaan dengan aktivasi jalur Ca++ berpengaruh terhadap kerusakan rantai transpor elektron mitokondria.Timbulnya asidosis menyebabkan lepasnya ferrum dari transferrin dan ferritin.Radikal bebas menambah permiabilitas sel-sel membran melalui peroxidasi lipid yang merusak komponen phospholipid membran.Superoxide anion dan hydroksil anion membentuk peroksinitrit yang lebih reaktif dengan NO yang dibentuk iNOS. Penggabungan dengan ion Fe tadi akan membuat proses peroksidasi lipid pada membran meluas secara geometris. White, 2000. Kerusakan DNA akibat radikal bebas akan mengaktivasi Poly ADP Ribose Polymerase PARP suatu enzim untuk perbaikan repair kerusakan DNA. Aktivasi PARP akan memicu enzim perbaikkan DNA. Aktivitas berlebihan dari PARP akan mengurangi cadangan energi sel yaitu cadangan NAD+ Universitas Sumatera Utara dan ATP. Kerusakan besar pada DNA akan menguras energi atau ATP sehingga sel yang dalam proses apoptosis kehabisan energi dan mati melalui proses nekrosis yang dalam hal ini disebut nekrosis sekunder Zhang, 2005. Caspase 3 yang menginaktivasi PARP berperan dalam proses apoptosis Isabelle et al, 2010. d Inflamasi Cascade yang kompleks dari respon inflamasi sellular pada TBI dapat memperbesar kerusakan otak sekunder. Proses inflamasi ini mulai beberapa jam sampai dengan beberapa hari bertambah terus menerus pada cedera otak sekunder. Respon inflamasi akibat TBI akut tidak hanya terbatas pada otak dan sering tampak pada disfungsi organ lain. Molekul utama pada otak yang melibatkan cascade ini adalah growth factors, catecholamine, neurokinin, sitokinase, danchemokines. Agha et al. 2004. Trauma dapat menyebabkan gangguan BBB yang memisah darah dari cairan interstitial dari parenkim dan merusak barrier yang normal. Air dan zat yang dapat larut dapat bebas masuk ke otak dan cenderung menyebabkan edema vasogenik sedangkan edema sitotoksik, atau sel yang bengkak terjadi karena perubahan di sekitarnya atau stress terhadap sel. Chemotaxis, diapedesis, dan gangguan BBB dapat membuka jalur baru ke dalam otak. Infiltrasi makrofag dari sirkulasi yang berfungsi membuang debris setelah cedera, bersama dengan neuron-neuron dan sel-sel glial, akan menyekresi sitokin pro dan antiinflamasi. Pada TBI, proinflamasi sitokin interleukin IL-1, IL-6 dan TNF- α akan meninggi Hans Universitas Sumatera Utara Kossmann et al, 1999. TNF- α sebagai pemicu awal respon inflamasi merangsang produksi sitokin lain dan molekul adhesi ICAM dan VCAM. Lenzlinger, 2001. TNF- α dapat memperburuk cedera otak dan mengubah sitoskeleton sel endotel sehingga timbul kebocoran, namun TNF- α perannya dualistik karena dapat juga berperan neuroprotective bersamaan dengan IL- 1β yang berfungsi untuk menambah expresi Nerve Growth Factor NGF. Peran TNF- α penting dalam tingkat akut inflamasi dan juga bermanfaat pada regenerasi danatau perbaikan. Mirip dengan TNF- α, IL - 1β juga terlibat dalam fase akut dan dapat menambah permiabilitas endotel yang mengakibatkan edema Holmin dan Mathiesen, 2000. IL- 1β memunyai hubungan dengan banyaknya edema di sekitar lesi dan mortalitas Elovic , 2003 ; Bruns Hauser , 2003. IL-6 dan 10 akan meninggi pada anak-anak dengan TBI. Meningginya IL-10 yang sifatnya anti-inflamasidapat menurunkan angka mortalitas pada TBI Kraus et al. 1984 . Meningginya sitokine seperti IL-6 TBI merupakan suatu double edged sword karena menyebabkan baik neurotoxicity maupun neuroproteksi. Inflamasi sitokine dapat menyebabkan neurotoxicity melalui dorongan excitotoxicity dan respon inflamasi. Namun, secara bersamaan inflamasi sitokin dapat mempermudah mekanisme neurotropic dan induksi sel-sel menyekresikan faktor pertumbuhan yang merupakan neuroproteksi. Trauma otak memberi risiko terhadap berkembangnya penyakit neurodegenerative di kemudian hari. Setelah cedera, protein precursor β – Universitas Sumatera Utara amyloid yang terlibat dalam penyakit Alzheimer’s akan meninggi. Hal ini berhubungan dengan suatu respon immune terhadap suatu inflamasi akut yang menjadi kronis Holmin dan Mathiesen, 1999. Cedera kepala dapat menyebabkan atropi otak sesuai dengan derajat cedera Yount et al, 2002.Pada cedera kepala sedang sampai berat terdapat insiden atropi hippocampus yang tinggi.Ini merupakan predisposisi untuk terjadinya penurunan kognitif. Proses inflamasi dan immunitas menghasilkan endapan amyloid protein dan amyloid protein- like-protein. Kedua jenis protein ini menyebabkan degenerasi striatum dan corpus callosum.Degenerasi ini menyebabkan atropi otak progresif dan kalsifikasi Pierce, 1998; Hopkins, 2005. Pada reperfusi terjadi reaksi inflamasi akibat produksi berlebihan dari radikal bebas yaitu ROS Reaxtive Oxygen Species. Radikal bebas ini akan menyebabkan kerusakan peroksidatif pada membran sel, mitokondria, makromolekul protein, dan DNA. Semuanya ini akan mengakibatkan kematian neuron. Kejadian ini dikenal sebagai Reperfusion Injury yang merupakan komponen penting terhadap terjadinya cedera sekunder yang disebut Delayed Neuronal Death White, 2000.

2.7 Kematian Neuron