Latar Belakang Masalah Recovery glukosamin hidroklorida dari cangkang udang melalui hidrolisis kimiawi sebagai bahan sediaan suplemen osteoartritis

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Osteoarthritis OA merupakan penyakit sendi yang telah dimasukkan dalam empat kondisi penyakit otot dan tulang yang dapat membebani hidup seseorang WHO 2007. Deteksi radiologis menunjukkan bahwa lebih dari 70 penduduk dunia yang berusia di atas 70 tahun menderita osteoarthritis EFSA 2009. Laporan National Health Interview Survey NHIS dan National Health and Nutrition Examination Study NHANES, memperkirakan bahwa sebanyak 12 masyarakat Amerika yang berusia 25-74 tahun memiliki gejala penyakit OA Felson 2006. Wang et al. 2007 menambahkan bahwa penyakit OA akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan tingkat obesitas. Boh and Elliot 2002 menyampaikan bahwa penambahan satu kilogram berat badan pada wanita akan meningkatkan risiko terkena OA sebesar 9-13. WHO yang diacu American College of Rheumatology 2010 memperkirakan penyakit ini akan menjadi penyebab utama distabilitas masyarakat dunia setelah artritis reumatoid, osteoporosis, dan nyeri punggung bawah, saat Melinium Goal tahun 2020 nanti. Ditambahkan pula bahwa tantangan ini akan semakin besar, terlebih dengan semakin bertambahnya populasi lanjut usia seiring dengan kemajuan ekonomi dan teknologi dunia. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKBI pada tahun 2000 telah melaporkan bahwa berdasarkan jumlah lanjut usia yang ada, Indonesia telah menduduki urutan keempat terbanyak sesudah Cina, India, dan Amerika Serikat. Definisi komprehensif osteoarthritis menurut National Institutes of Health Conference 2007 sebagai hasil proses mekanis dan biologis yang tidak stabil terhadap rangkaian proses pembentukan dan penghancuran dari tulang rawan sendi dan tulang subkondral. Berdasarkan NHS 2008, sekalipun dapat dicetuskan oleh banyak faktor, seperti genetik, perkembangan metabolik, trauma dan sebagainya, osteoarthritis dapat meliputi seluruh struktur dari sebuah sendi seperti tulang rawan, tulang dan jaringan sekitar. Terapi medis pada pasien osteoarthritis difokuskan kepada terapi nyeri sendi, yaitu penggunaan analgesik dan anti inflamasi non steroid NSAID, namun penggunaan kedua bahan tersebut dinyatakan memiliki efektivitas yang kurang optimal Felson 2006 dan masih terdapat hal-hal yang dipertanyakan tentang keamanannya Martha 2006, terutama tentang adanya indikasi peningkatan risiko kardiovaskular Mukherjee et al. 2001 dan hipertensi Solomon et al. 2004. Diet suplemen glukosamin dan kondroitin sulfat telah dianjurkan sebagai pilihan yang aman dan efektif untuk pencegahan maupun pengobatan gejala osteoarthritis Richy et al. 2003; Institute of Medicine Report 2004; EFSA 2009. Glukosamin merupakan senyawa yang secara alami terdapat pada tubuh, terutama pada jaringan penghubung dan jaringan tulang rawan Anderson et al. 2004. Kemampuan untuk mensintesis glukosamin pada tubuh akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur. Perubahan ini dipengaruhi oleh penurunan kemampuan proteoglikan dalam memproduksi glukosamin, sehingga akan menyebabkan terjadinya penyakit osteoarthritis Santhosh Mathew 2008. Food and Drug Administration 2004 menggolongkan glukosamin sebagai suplemen yang dapat membantu menurunkan risiko penyakit persendian. Glukosamin terbukti dapat menstimulasi produksi tulang rawan dan menghambat enzim yang menghancurkan tulang rawan. Selain itu, glukosamin juga dapat membantu menghambat terjadinya perubahan metabolisme tulang pada penderita osteoarthritis Towheed et al. 2005; Clegg et al. 2006. Sepuluh studi menunjukkan bahwa glukosamin sulfat maupun glukosamin hidroklorida mampu mengurangi nyeri sendi pada pasien yang memiliki penyakit osteoarthritis berikut mekanismenya, seperti membantu menghilangkan rasa nyeri pada sendi Pavelka et al. 2002; Usha and Naidu 2004; Reginster et al., 2001; Braham et al. 2003, membantu perbaikan sendi, membantu untuk melindungi kerusakan tulang rawan Cibere et al. 2004; Clegg et al. 2006; Houpt et al. 1999; Leffler et al. 1999; Qiu et al. 1998, 2005. Hasil penelitian Wang et al. 2007 semakin menegaskan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan terhadap struktur subkondral sendi setelah mendapat pemberian Glukosamin secara oral selama 8 minggu. White dan Stegemann 2001 menguraikan beberapa alasan mengenai meningkatnya konsumsi glukosamin termasuk biaya, avaibilitas, dan persepsi masyarakat mengenai pemakaian produk alami yang aman. Challener 2003 melaporkan bahwa konsumsi glukosamin di USA mencapai 6000 ton setiap tahunnya dan terjadi peningkatan penjualan mencapai 900 juta dolar pada tahun 2004. Sedangkan di Jepang, glukosamin telah dikembangkan menjadi suplemen makanan dan pangan fungsional dengan target produksi mencapai 1500 ton setiap tahunnya Kralovec et al. 2008. Berdasarkan hal tersebut, Mojarrad 2007 mengemukakan bahwa terjadinya peningkatan permintaan dunia akan glukosamin tersebut, telah menuntut akan adanya tingkat optimasi metode dalam preparasi glukosamin dengan produktivitas dan kualitas yang tinggi. Produk suplemen glukosamin untuk penderita penyakit arthritis biasanya diformulasikan dalam bentuk garam hidroklorida atau glukosamin sulfat dan sering dikombinasikan dengan kondroitin sulfat Abdel dan Hammad 2001. Chen dan Chiou 2004 menyampaikan bahwa modifikasi hidrolisis kimia untuk memproduksi glukosamin dengan cepat, produktivitas tinggi serta memiliki tingkat konsentrasi yang dapat diandalkan menjadi fokus utama dalam beberapa tahun terakhir ini. Glukosamin 2-amino-2-deoxyglucose, chitosamin adalah gula amino yang diperoleh dari proses hidrolisis kitin Shantosh et al. 2007. Teknik ekstraksi kitin yang paling banyak digunakan di bidang industri adalah proses kimiawi, yang meliputi penghilangan komponen organik demineralisasi, deproteinisasi, dan dekolorisasi Erika et al. 2006. No et al. 1989 menyampaikan bahwa deproteinisasi optimum telah berhasil dilakukan pada kondisi ekstraksi menggunakan larutan NaOH 3,5 bb selama 2 jam pada 65ºC, dengan pengadukan tetap dan nisbah larutan 1:10 bv. Adapun kondisi optimum demineralisasi dapat diperoleh dengan ekstraksi menggunakan HCl 1 N selama 30 menit pada suhu kamar dengan nisbah larutan sebesar 1:5 bv. Rotta Research Laboratorium 1987 melaporkan bahwa glukosamin sulfat telah berhasil dipreparasi dengan perendaman kitin dalam larutan asam sulfat, namun reaksi ini menghasilkan rendemen dalam jumlah yang kecil. Menghindari permasalahan ini, Mojarrad et al. 2007 menyampaikan bahwa dalam preparasi glukosamin sulfat harus diawali dengan pembuatan glukosamin hidroklorida terlebih dahulu kemudian ditambahkan penambahan potasium sulfat atau natrium sulfat dan kristalisasi hasil campuran tersebut. Secara lengkap disampaikan, bahwa dengan menggunakan response surface methodology untuk memprediksi formulasi terbaik proses hidrolisis glukosamin hidroklorida, kondisi optimum diperoleh dengan pemberian asam klorida konsentrasi 30 dan 37, rasio padatan dan larutan 9:1 vb, dan waktu reaksi selama 4 jam. Chio dan Chen 1999 berhasil meningkatkan kuantitas glukosamin yang dihasilkan dengan menggunakan metode ‗one-step hydrolisis’ untuk melepaskan glukosamin dari kitin, yaitu dengan menambahkan perlakuan berupa vaccum treatment, inkubasi pada suhu 28ºC selama 10 menit, pengisian kembali 3 ml air deionisasi, pembilasan nitrogen, dan perlakuan panas pada suhu 140ºC selama 60 menit. Beberapa penelitian mengenai hidrolisis glukosamin hidroklorida yang telah dilakukan sebelumnya memiliki tingkat permasalahan yang berbeda, diantaranya adalah rendemen yang dihasilkan masih sangat rendah Kralovec Barrow 2008, proses hidrolisis yang sulit dan memiliki risiko kegagalan yang cukup tinggi, dimana proses yang dilakukan merupakan hidrolisis dari modifikasi mikroorganisme dengan tingkat kemurnian yang dihasilkan ≤ 50 Berry et al. 2002 Paten US 6,372,457; Deng et al. 2004 Paten WO 2004003175, serta biaya produksi yang cukup tinggi, yaitu untuk skala industri mencapai US 200- US 300kg Chmielowski et al . 2007 . Tuntutan kebutuhan akan metode yang dapat menghasilkan kondisi optimal masih sangat diperlukan, diantaranya adalah bahan baku yang mudah diperoleh, proses hidrolisis yang cukup mudah dengan risiko kegagalan rendah, biaya produksi yang terjangkau serta memilliki tingkat konsentrasi yang cukup tinggi. Selain itu, produksi glukosamin di Indonesia sendiri masih belum ada dan masih banyak diimpor dari negara lain dengan harga yang cukup tinggi Bardosono 2011. Oleh karena itu, penelitian untuk menghasilkan glukosamin hidroklorida dari kulit udang melalui modifikasi hidrolisis kimiawi sebagai sediaan suplemen penyakit osteoarthritis menjadi sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Tujuan