hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi.
Setelah itu, dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 ºC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Perhitungan kadar abu:
3.4.2 Derajat deasetilasi kitin dengan FTIR Fourier Transform-Infra Red
Kasaai 2008 dan Khan et al. 2002
Sampel sebanyak 2 mg dan 200 mg KBr dicampurkan dan dihancurkan dengan mortar. Campuran ini ditempatkan dalam alat pengepresan dan dilakukan
pengepresan pada tekanan 800 kg. Kepingan hasil pengepresan diukur absorbansinya pada 1655 dan 3450 cm
-1
dengan spektrofotometer Infra Red. Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Nilai absorbans
dapat diukur dengan menggunakan rumus:
dengan: A = absorbans P = transmitans pada puncak minimum
Po = transmitans pada garis dasar Perhitungan derajat deasetilasi DD mengacu pada Robert 1997, yaitu
dengan membandingkan nilai absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm
-1
serapan pita amida dengan bilangan gelombang 3450 cm
-1
serapan pita hidroksil. Kitin yang tidak terdeasetilasi menghasilkan nilai perbandingan
A
1655
A
3450
= 1,33. DD dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
3.4.3 Analisis tingkat konsentrasi glukosamin hidroklorida GlcN HCl
dengan HPLC
High Performance
Layer Chromatography
Crespo et al. 2006 Termodifikasi
Analisis tingkat konsentrasi glukosamin hidroklorida diukur dengan
menggunakan metode HPLC yang mengacu pada Crespo et al. 2006
termodifikasi. Penentuan konsentrasi dengan HPLC dilakukan dengan teknik kromatografi partisi terbalik, yaitu dengan fase diam bersifat nonpolar, sedangkan
fase gerak bersifat polar. Proses pemisahan kromatografi fase normal berjalan dengan mengeluarkan komponen-komponen yang nonpolar terlebih dahulu,
sementara komponen lainnya yang lebih polar akan tertahan lebih lama dalam kolom. Laju alir fase gerak yang digunakan isokratik, yaitu nisbah volume fase
gerak selalu tetap sama selama proses pemisahan. Detektor yang digunakan dalam pengujian HPLC adalah refraksi indeks. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa
gugus primer dan sekunder pada glukosamin, sehingga perlu dilakukan derivatisasi Zhu et al. 2005 akan tetapi proses ini memerlukan biaya yang cukup
tinggi Saharty Bary 2002. Crespo et al. 2006 menyatakan bahwa refraksi indeks merupakan detektor yang dapat mengidentifikasi hampir seluruh
komponen non-ionik yang tidak dapat diserap oleh detektor lainnya seperti UV-Vis dan fluorescence.
Metode ini menggunakan kolom Waters Bondapak NH
2
3,9 x 300 mm dengan pompa Waters 1525 Binary Pump. Fase gerak yang digunakan adalah
asetonitril HPLC grade dan air HPLC grade 60:40 dengan sistem eluen isokratik. Laju alir 1 mlmenit dengan volume penyuntikan 50 µl, dan suhu kolom
40
o
C. Deteksi dilakukan menggunakan detektor Refractive Index RI Waters 2414. Konsentrasi glukosamin hidroklorida standar dan hasil hidrolisis yang
digunakan sebesar 1000 ppm 1 mgml.
3.4.4 Analisis FTIR glukosamin hidroklorida GlcN HCl Stuart 2004