2004.  Secara  umum,  penurunan  kadar  abu  selama  proses  demineralisasi memperlihatkan  nilai  sebesar  96,5.  Perbedaan  ini  dapat  disebabkan  beberapa
faktor,  yaitu  perbedaan  jenis  organisme  yang  digunakan  dan  kondisi  selama ekstraksi.  Untuk  menghilangkan  HCl  sisa  dilakukan  proses  pencucian  dengan
menggunakan  akuades  untuk  mencegah  terjadinya  degradasi  produk  selama proses pengeringan kitin. Adanya sisa HCl dapat memutus rantai atau cincin kitin
ketika dipanaskan Savitri et al. 2010. Menurut Suptijah 2004, HCl pada proses demineralisasi  akan  bereaksi  dengan  protein  yang  mengakibatkan  terjadinya
degradasi  struktur  protein,  sehingga  akan  memudahkan  terjadinya  proses deproteinisasi.
4.2.2 Kadar nitrogen kitin
Deproteinisasi merupakan reaksi hidrolisis dalam suasana basa atau asam Johnson    Peniston  1982.  Tahap  deproteinisasi  kitin  dalam  penelitian  ini
dilakukan dengan perendaman kulit udang dalam larutan basa NaOH 3.5 selama 2  jam.  Menurut  Hong  et  al.  1989  kadar  total  nitrogen  yang  tersisa  dalam
deproteinisasi dapat
dijadikan sebagai
indikator keberhasilan
proses deproteinisasi.  Penurunan  kadar  nitrogen  yang  semakin  tinggi  menunjukkan
bahwa proses deproteinisasi yang semakin maksimal. Hasil  analisis  kadar  nitrogen  kitin  hasil  ekstraksi  terlihat  tidak  berbeda
nyata  dibandingkan  dengan  kitin  komersial,  yaitu  berturut-turut  5,68  dan  5,08. Perbedaan  ini  diduga  disebabkan  oleh  beberapa  faktor,  antara  lain  konsentrasi
NaOH,  waktu  proses  deproteinisasi  Saleh  et  al.  1994,  dan  proses  pengadukan yang  konstan  Benjakula  dan  Sophanodora  1993.  Semakin  tinggi  konsentrasi
NaOH  yang  digunakan  dan  semakin  lama  waktu  deproteinisasi  yang  digunakan maka  reaksi  antara  protein  dengan  larutan  membentuk  ester  Na-proteinat  akan
semakin  sempurna  sehingga  protein  yang  dihilangkan  akan  semakin  banyak Saleh et al. 1994. Kemudian Benjakula dan Sophanodora 1993 mengemukakan
bahwa  kadar  total  nitrogen  berupa  protein  yang  dapat  dihilangkan  pada pembuatan  kitin  sangat  dipengaruhi  oleh  konsentrasi  NaOH  yang  digunakan,
waktu  ekstraksi  dan  suhu  ekstraksi.  Selain  itu  proses  pengadukan  yang  konstan juga  merupakan  salah  satu  faktor  yang  mempermudah  penghilangan  protein  dari
kulit udang melalui reaksi antara larutan NaOH dengan bahan.
4.2.3 Nilai derajat deasetilasi DD kitin
Derajat  deasetilasi  merupakan  parameter  penting  dalam  produk  kitin. Analisis  derajat  deasetilasi  terhadap  produk  kitin  dilakukan  untuk  mengetahui
presentase  gugus  asetil  yang  dapat  dihilangkan  dari  kulit  udang  sehingga dihasilkan  produk  kitin.  Semakin  tinggi  nilai  DD  dalam  kitin  maka  kemurnian
produk kitin yang dihasilkan semakin bagus Subangsihe 1999. Hasil  pengukuran  menggunakan  FTIR,  dapat  diketahui  bahwa  derajat
deasetilasi  kitin  hasil  ekstraksi  sebesar  49,5,  lebih  besar  dibandingkan  kitin komersial  yaitu  43,83.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  kitin  hasil  ekstraksi
memiliki  tingkat  kemurnian  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  kitin  komersial. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitin menunjukkan semakin banyak gugus asetil
yang  dilepaskan  dan  semakin  banyak  gugus  aktif  amida  bebas  -NH
2
sehingga tingkat  kemurniannya  semakin  tinggi.  Tingginya  derajat  deasetilasi  kitin  hasil
ektraksi  diduga  dipengaruhi  oleh  kondisi  perlakuan  pendahuluan,  demineralisasi dan deproteinisasi yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erika et al. 2006
bahwa  kondisi  perlakuan  pendahuluan  dan  proses  ekstraksi  yang  baik  akan meningkatkan  derajat  deasetilasi  kitin  yang  dihasilkan.  Terlepasnya  gugus  asetil
pada  kitin  dapat  disebabkan  adanya  interaksi  antara  basa  NaOH  selama  proses deproteinisasi.  Molekul  NaOH  akan  teradisi  ke  molekul  kitin  dan  menyebabkan
gugus asetil lepas. Spektrum kitin hasil hidrolisis dan komersial dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.3 Sintesis Glukosamin Hidroklorida GlcN HCl