4.2.3 Nilai derajat deasetilasi DD kitin
Derajat deasetilasi merupakan parameter penting dalam produk kitin. Analisis derajat deasetilasi terhadap produk kitin dilakukan untuk mengetahui
presentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari kulit udang sehingga dihasilkan produk kitin. Semakin tinggi nilai DD dalam kitin maka kemurnian
produk kitin yang dihasilkan semakin bagus Subangsihe 1999. Hasil pengukuran menggunakan FTIR, dapat diketahui bahwa derajat
deasetilasi kitin hasil ekstraksi sebesar 49,5, lebih besar dibandingkan kitin komersial yaitu 43,83. Hal ini menunjukkan bahwa kitin hasil ekstraksi
memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan kitin komersial. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitin menunjukkan semakin banyak gugus asetil
yang dilepaskan dan semakin banyak gugus aktif amida bebas -NH
2
sehingga tingkat kemurniannya semakin tinggi. Tingginya derajat deasetilasi kitin hasil
ektraksi diduga dipengaruhi oleh kondisi perlakuan pendahuluan, demineralisasi dan deproteinisasi yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erika et al. 2006
bahwa kondisi perlakuan pendahuluan dan proses ekstraksi yang baik akan meningkatkan derajat deasetilasi kitin yang dihasilkan. Terlepasnya gugus asetil
pada kitin dapat disebabkan adanya interaksi antara basa NaOH selama proses deproteinisasi. Molekul NaOH akan teradisi ke molekul kitin dan menyebabkan
gugus asetil lepas. Spektrum kitin hasil hidrolisis dan komersial dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.3 Sintesis Glukosamin Hidroklorida GlcN HCl
Sintesis glukosamin hidroklorida dilakukan dengan menghidrolisis kitin menggunakan dalam larutan HCl pada suhu 90
o
±5
o
C selama 4 jam dengan pengadukan konstan. Peubah yang diragamkan adalah faktor konsentrasi HCl
sebesar 20, 25, 32, dan 37. Sedangkan suhu dan lamanya waktu yang digunakan mengacu pada perlakuan terbaik Mojarrad et al. 2007. Proses yang
terjadi selama hidrolisis kitin adalah depolimerisasi dan deasetilasi. Proses deasetilasi terjadi karena hilangnya gugus asetil CH
3
CO sehingga molekul dapat larut dalam asam dan menghasilkan gugus amida bebas yaitu NH
2
Rokhati 2006. Sedangkan depolimerisasi adalah pemecahan polimer yaitu dengan pemutusan
ikatan glikosidik pada kitin sehingga diperoleh monomer glukosamin. Bubur
glukosamin hidroklorida yang didapatkan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4
o
C selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk memisahkan kristal glukosamin hidroklorida dari filtrat. Padatan glukosamin
dicuci menggunakan etanol 100 p.a untuk menghilangkan sisa pereaksi berupa Cl
-
karena dapat sifatnya beracun. Tahap akhir adalah pengeringan dalam oven pada suhu 40
o
±5
o
C selama ±4 jam.
4.4 Bentuk Fisik Glukosamin Hidroklorida GlcN HCl
Padatan glukosamin hidroklorida yang dihasilkan berbentuk butiran halus berwarna putih kekuningan untuk konsentrasi HCl 37 dan semakin putih seiring
dengan menurunnya konsentrasi HCl yang digunakan. Mekanisme perubahan warna tersebut diduga disebabkan oleh terjadi reaksi enolisasi glikosil amino
akibat adanya interaksi gula amino dengan asam kuat pada suhu tinggi sehingga terbentuk komponen furfural yang berwarna coklat Manuliang 1997. Visualisasi
bentuk padatan glukosamin hidroklorida yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 6.
a b
c d
Gambar 6 Padatan glukosamin hidroklorida hasil hidrolisis berbagai
konsentrasi HCl a HCl 20, b HCl 25, c HCl 32, dan HCl 37.
4.4 Titik Leleh Glukosamin Hidroklorida GlcN HCl