Faktor Kondisi 5. Hubungan Panjang Bobot

bahwa adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan terisi di perairan Teluk Jakarta. Laju mortalitas total Z diduga dengan kurva hasil tangkapan kumulatif berdasarkan data komposisi panjang. Menurut Pauly 1980 in Spare Venema 1999, faktor yang mempengaruhi nilai mortalitas alami M adalah panjang maksimum L ∞ dan laju pertumbuhan serta faktor lingkungan yaitu suhu rata-rata perairan. Diperoleh hasil laju mortalitas total Z ikan terisi jantan di perairan Teluk Jakarta sebesar 0,23 per tahun dengan laju mortalitas alami M sebesar 0,14 per tahun. Hasil analisis data membuktikan laju mortalitas penangkapan ikan terisi jantan sebesar 0,09 per tahun. Laju mortalitas penangkapan ini lebih kecil dibandingkan laju mortalitas alaminya. Sedangkan laju mortalitas total Z ikan terisi betina di perairan Teluk Jakarta adalah 0,28 per tahun dengan laju mortalitas alami M sebesar 0,10 per tahun. Hasil data menunjukkan laju mortalitas penangkapan ikan terisi betina sebesar 0,17 per tahun. Hal ini menandakan faktor kematian ikan betina lebih dipengaruhi oleh kegiatan penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah ikan tua Spare Venema 1999 karena ikan muda tidak diberikan kesempatan untuk tumbuh sehingga dibutuhkan pengurangan dalam penangkapan ikan terisi. Laju eksploitasi ikan terisi betina di Teluk Jakarta sebesar 0,63 atau sebesar 63. Laju eksploitasi ini dapat mewakili laju mortalitas ikan terisi di Teluk Jakarta bahwa laju mortalitas ikan terisi telah melebihi nilai eksploitasi optimum sebesar 0,50 atau 50. Nilai laju eksploitasi ikan terisi ini menyatakan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan terisi di perairan tersebut. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh laju eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi, makin tinggi mortalitas penangkapan.

4.7. Faktor Kondisi

Faktor kondisi merupakan keadaan atau kemontokan ikan yang didasarkan pada panjang dan bobot. Faktor kondisi dapat naik atau turun akibat adanya indikasi dari musim pemijahan khususnya bagi ikan betina. Berikut disajikan grafik faktor kondisi ikan terisi pada Gambar 13. a b Gambar 13. Faktor kondisi ikan terisi Nemipterus balinensis a betina dan b jantan di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di TPI Cilincing Nilai faktor kondisi ikan terisi bervariasi untuk setiap pengambilan contoh. Pada ikan betina, faktor kondisi terbesar terdapat pada tanggal 4 Desember 2010 sebesar 2,34 dan terendah pada tanggal 6 Nopember 2010 sebesar 0,99. Untuk ikan jantan faktor kondisi tertinggi pada tanggal 6 Nopember 2010 sebesar 1,11 dan terendah pada tanggal 4 Desember 2010 sebesar 0,88 Gambar 13. Faktor kondisi ikan jantan dipengaruhi oleh indeks relatif penting makanan sebagai sumber tenaga untuk pertumbuhan dan pemijahan, sedangkan ikan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad Effendie 2002. Berdasarkan faktor kondisi ikan jantan dapat terlihat bahwa ikan cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi untuk melakukan proses pemijahan. Nilai faktor kondisi baik ikan betina maupun jantan mengalami fluktuasi. Peningkatan faktor kondisi disebabkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya sebelum pemijahan Effendie 2002. Pada saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan menurun Rininta 1998 in Saadah 2000. Umumnya ikan jantan lebih aktif dalam mencari makan, sehingga energinya lebih banyak digunakan untuk mencari makan. Effendie 1979 menyatakan faktor yang mempengaruhi fluktuasi faktor kondisi adalah perbedaan umur, TKG, kondisi lingkungan, dan ketersediaan makanan.

4.8. Tingkat Kematangan Gonad TKG