Mortalitas dan laju ekspoitasi Nisbah kelamin Faktor kondisi

H 1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik, dimana: 1. b 3 menunjukkan bahwa hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik negatif pertambahan panjang lebih dominan daripada pertambahan bobot 2. b 3 menunjukkan bahwa hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik positif Pertambahan bobot lebih dominan daripada pertambahan panjang Keterangan : b 1 = Nilai b dari hubungan panjang bobot b = 3 Sb 1 = Galat baku koefisien b Nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t tabel pada selang kepercayaan 95. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan terisi, maka kaidah keputusan yang diambil adalah: t hitung t tabel : tolak hipotesis nol H t hitung t tabel : gagal tolak hipotesis nol

3.3.4. Mortalitas dan laju ekspoitasi

Laju mortalitas total Z diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang Sparre Venema 1999 dengan langkah- langkah sebagai berikut. Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan von Bertalanffy tL = t – Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L1 ke L2 ∆t ∆t = tL2 – tL1 = Langkah 3 : Menghitung t + ∆t2 t = t – Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan C yang dilinierkan dan dikonversikan ke panjang ln = c – Z t Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan b = -Z Untuk laju mortalitas alami M diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly 1980 in Sparre Venema 1999 sebagai berikut : Ln M = -0,0152 - 0,2790 Ln L∞ + 0,6543 Ln k + 0,4630 Ln T Keterangan : M : Mortalitas alami L ∞ : Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy K : Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy : Rata-rata suhu permukaan air °C Laju mortalitas penangkapan F ditentukan dengan : F = Z – M Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan F terhadap mortalitas total Z Pauly 1984: E = Laju mortalitas penangkapan F atau laju eksploitasi optimum Pauly 1984 adalah: F optimum = M dan E optimum = 0,5

3.3.5. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin digunakan untuk melihat perbandingan ikan jantan dan ikan betina. Untuk mencari nisbah kelamin dapat menggunakan persamaan berikut: P = 100  N n Keterangan : P = Proporsi ikan jantan atau betina n = Jumlah jantan atau betina N = Jumlah total ikan jantan dan betina

3.3.6. Faktor kondisi

Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Sebelum ikan dianalisis, ikan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin yang sama. Ikan yang mempunyai jenis kelamin sama dilihat koefisien pertumbuhannya b. Setelah pola pertumbuhan panjang tesebut diketahui, maka dapat ditentukan faktor kondisi dari ikan tersebut yaitu Effendie 2002 : a Jika pertumbuhan ikan isometrik b=3 maka digunakan persamaan berikut: K = W.10 2 L 3 b Jika pertumbuhan yang ditemukan adalah model pertumbuhan allometrik maka persamaan yang digunakan adalah : K = W aL b Faktor kondisi dapat naik atau turun. Keadaan ini merupakan indikasi dari musim pemijahan ikan, khususnya ikan betina. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks relatif penting makanan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Apabila ikan cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber tenaga selama proses pemijahan, maka ikan mengalami penurunan faktor produksi.

3.3.7. Tingkat kematangan gonad TKG