Prioritas Kebijakan Pengembangan Kota Baru BSD

pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20. Aspek sosialnya berupa pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. Maka disusun prioritas kebijakan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, yakni: 1. Dalam rangka meningkatkan produktifitas pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, keefisienan dan keefektipan proses pengelolaan lingkungan, maka kegiatan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD harus mampu mengadakan teknologi produksi bersih yang dapat menurunkan pencemaran udara dan terlepasnya emisi gas buang yang merupakan salah satu penyumbang yang cukup dominan untuk gas rumah kaca, sehingga masalah pencemaran udara dan emisi GRK dapat tertanggulangi dengan baik. 2. Kawasan Kota Baru BSD juga harus membangun instalasi pengolahan air limbah IPAL komunal untuk masing-masing kegiatan sehingga dapat mengolah limbah cair yang dihasilkan dari proses kegiatan antropogenik dan tidak membuangnya ke lingkungan secara langsung. Adanya pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari berbagai kegiatan antropogenik ini relatif akan menjaga kualitas air, sehingga tidak terjadi pencemaran air pada ekosistem air penerimanya 3. Pada pembangunan kawasan kota baru juga harus dicari berbagai upaya agar pencemaran udara dan terlepasnya GRK tidak semakin tinggi. Untuk ini hal yang dapat dilakukan antara lain adalah mengurangi sedapat mungkin penggunaan kendaraan pribadi, dengan menyediakan moda transportasi umum yang dapat menjangkau semua lokasi baik yang ada di pusat kota maupun ke kota satelit lainnya di kawasan metropolitan DKI Jakarta. Selain itu moda transportasi tersebut harus dibuat senyaman mungkin dan dapat berjalan secara cepat sehingga akan menjadi pilihan bagi para pengguna jasa transportasi. Untuk itu maka sarana dan prasarana komuter harus tersedia dengan baik, baik di Kota Baru BSD, kota utama maupun di kota satelit lainnya yang semuanya berhubungan dengan Kota Baru BSD. 4. Selain itu hal yang juga tidak kalah pentingnya untuk menurunkan pencemaran udara dan GRK di Kota Baru BSD dan sekitarnya adalah sosialisasi kepada masyarakat dan seluruh stakeholder untuk selalu berupaya mengurangi pencemaran udara dan emisi GRK, sehingga kesehatan akan terjamin dan berbagai musibah yang mungkin terjadi akibat adanya pencemaran dan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim global dapat diminimalkan. 5. Dalam kegiatan pengelolaan Kota Baru BSD, harus dibuat standar mutu pelayanan transportasi, baik dalam penyediaan sarana maupun prasarananya, sehingga kegiatan transportasi baik di dalam kota baru, maupun menuju ke kota utama dan ke kota satelit lainnya akan dapat berjalan secara efektif dan efisien, akan terhindar dari terjadinya kemacetan dan akan mengurangi terjadinya pencemaran udara dan terlepasnya GRK.

6. Sosialisasi kepada masyarakat yang ada di kawasan kota baru dan para

stakeholder-nya , juga hendaknya mempunyai pemahaman, kepedulian, dan tanggung jawab yang tinggi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di kawasan Kota Baru BSD dan sekitarnya, sehingga mereka akan cenderung untuk menjaga sumberdaya dan lingkungan yang ada di kawasan kota baru tersebut, 7. Semua pihak pemerintah, pengusaha, perguruan tinggi dan masyarakat hendaknya selalu mencari atau menemukan inovasi-inovasi baru teknik pelestarian lingkungan dan sumberdaya alam dan menjauhkan diri dari sifat egosektoral, sehingga akan didapatkan teknik pengelolaan dan pelestarian lingkungan yang paling efisien dan efektif. Begitu pula halnya dalam meningkatkan kondisi ekonomi dan kondisi sosial dengan tanpa mengganggu kelestarian lingkungan. 8. Di kawasan kota baru, khususnya dan di kota metropolitan pada umumnya, hendaknya segera dibuat kelembagaan lengkap dengan organisasi dan peraturan perundang-undangan serta melakukan penegakan hukum tentang pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan, terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan kota baru, sehingga daya dukung lingkungan tidak terlampaui, lingkungan tetap terjaga, serta memunculkan rasa kebersamaan dan keadilan. 9. Di Tanggerang Selatan pada umumnya dan di kawasan Kota Baru BSD pada khususnya, yang umumnya penduduknya adalah penduduk pendatang dari berbagai daerah dan mempunyai budaya yang berbeda- beda, hendaknya kebijakan pemerintah menjamin bahwa budaya lokal tetap dilestarikan, misalnya dengan membuat program-program yang melibatkan budaya lokal sebagai bagian dari budaya di kota baru, penyelenggaraan festival budaya lokal, dan sebagainya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan: 1. Lingkungan perairan di kawasan Kota Baru BSD tercemar limbah organic yang mudah urai BOD dan yang sulit urai COD, sedangkan atmosfirnya tercemar gas beracun CO, serta tercemar oleh SO x , NO x , ozon O 3 dan TSP

2. Nilai indeks keberlanjutan Kota Baru BSD sebesar 46,75 dan termasuk dalam

status kurang berkelanjutan, dan hanya dimensi infrastruktur dan teknologi 52,20, dimensi ekonomi 53,17 dan dimensi hukum dan kelembagaan 59,95 yang cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekologi 42,22 dan dimensi sosial-budaya 26,49 statusnya tidak berkelanjutan

3. Terdapat 22 faktor pengungkit pada pengelolaan lingkungan dan pengembangan

Kota Baru BSD, agar berkelanjutan

4. Model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan

harus memperhatikan limbah cair, kualitas udara, keberadaan IPAL, keberadaan kawasan bisnis, dan penegakan hukum

5. Prioritas kebijakan pengembangan kota baru berkelanjutan adalah mengadakan

teknologi produksi bersih, membangun IPAL, jaringan jalan dan transportasi yang efektif dan efisien, memperhatikan budaya lokal yang hampir punah dan membentuk kelembagaan. Saran: 1. Penelitian perlu dilanjutkan dengan melihat kualitas air dan kualitas udara yang komprehensif dan melihat eksternalitas dari bahan-bahan pencemar tersebut 2. Strategi kebijakan pengembangan kota baru hendaknya dapat menumbuhkan pembangunan IPAL hingga 5, kewajiban penggunaan katalisator pada kendaraan bermotor, yang ada di Kota Tangerang Selatan serta uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten. Selain itu juga dilakukan pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20. Hal lain yang juga perlu dilakukan adalah pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. DAFTAR PUSTAKA Abidin S.Z. 2002. Kebijakan publik. Penerbit Yayasan Pancur Siwah. Jakarta. Abou N., El-Fadel M., Ayoub M., El-Taha M., Al-Awar F. 2002. An optimisation model for regional integrated solid waste management I. Model formulation. Waste Management Research, 201: 37-45 Al Yaqout A.F. 2003. Assessment and analysis of industrial liquid waste and sludge disposal at unlined landfill sites in arid climate. Waste Management, 239: 817-824 Allenby B.R. 1999. Industrial Ecology. Policy Framework and Implementation. Prentice-Hall Inc. New Jersey. USA.Anderson, V. dan Johnson, L. 1997. Systems Thinking Basics: From Concepts to Causal Loops. Pegasus communication. Williston ISBN 1-883823-12-9. Al-Yaqout A.F. 2003. Evaluation of landfill leachate in arid climate-a case study. Environment International, 29 5 :593-600 Aminullah E. 2001. Studi Kebijakan Melalui Analisis Sistemik. Bahan Analisis Kebijakan. LAN RI. Jakarta. Anderson W., Johnson L. 1997. Systems Thinking Basics: From Concepts to Causal Loops. Pegasus Communication INC. Williston. Amerika Serikat Arifin A., Dillon H.S.S. 2005 dalam Budhy Tjahjati Sugijanto Soegijoko et. al. 2005. Bunga Rampai, Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21. Buku 1, Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Yayasan Sugijanto Soegijoko dan Urban and Regional Development Instiute URDI. Jakarta. Barrow C.J. 1991. Land Degradation, Development and Breakdown of Terrestrial Environments. Cambridge University Press, Cambridge, New York, Port Chester, Melbourne, Sydney. Bartz S, Kelly D.L. 2004. Economic Growth and the Environment: Theory and Facts. Resource and Energy Economics vol. 30. p.115-49. Bourgeois R., Jesus F. 2004. Participatory Prospective Analisys. Exploring and Anticipating Challenges with Stakeholders. UNESCAP-CAPSA. Bogor.Brand,P. dan Thomas,M. J.2005. Urban Environmentalism: Global Change and The Mediation Of Local Conflict. New York: Routlege. Bruegmann R. 2006. Sprawl: a compact history. Chicago: The University of Chicago Press. Caiden G.E. 1971. The Dynamics of Public Administration: Guidelines to Current Transformation in Theory and Practice, New York, Holt, Rinehart and Winston, Inc., 162 Cook C., Fereday D., Lowson M., Teychenné R. 2004. Passenger response to a PRT system. Proceedings of the Transportation Research Board TRB 83rd Annual Meeting. Washington, D.C. 11–15 Jan 2004. Corden, M.C. 1975. Urban Planning Theory. Dowden, Hutchinson Ross Inc., Pennsylvania, USA Cornelissen A.M.G., van den Bergb J., Koopsa W. J., Grossmanc M., Udoa H. M. J. 2001. Assessment of the Contribution of Sustainability Indicators to Sustainable Development: a Novel Approach Using Fuzzy Set Theory.Elsevier Science B.V. Cronin J.C.Jr., Taylor S.A. 1992. Measuring Service Quality: A Reexamination and Extension. The Journal of Marketing. Vol. 56, No. 3 Jul., 1992, pp. 55-68 Dardak H., 2006, Ruang Terbuka Hijau, Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota Green Space as Main Component of City Planning, Directorate General of Spatial Planning Department of Public Works, Jakarta Davis G.J., Warhurst W.J., Weller P. 1993. Public Policy in Australia, Ed ke-2. St. Leonards: Allen and Unwin. de Vreese C.H., Peter J., Semetko H.A. 2000. Framing the euro: Across- nationalcomparative study of frames in the news. Paper presented at the International CommunicationAssociation, Acapulco, Mexico. Djakapermana R.D. 2004. Degradasi Lahan di Kawasan Jabodetabek dan Implikasinya Terhadap Bahaya Banjir dan Kerusakan Lingkungan, Buletin Tata Ruang , Edisi Khusus Hari Habitat Dunia, Sekretariat Tim Teknis Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional BKTRN. Dunn W.N. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ng E. 2010. Designing High-Density Cities For Social Environmental Sustainability. London: Earthscan. El-Fadel M., Zeinati M, El-Jisr K., Jamali D. 2001. Industrial-waste management in developing countries: The case of Lebanon. Journal of environmental, 614: 281-300 EPA. 1997. Environmental Protection Act. Amerika Serikat EPA. 2007. Review of the National Ambient Air Quality Standards for Particulate Matter, www.epa.govfedrgstrEPA-AIR, [4 Mei 2007]. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen Jilid I Edisi Kedua. IPB Press. Bogor. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem; Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid I. “Ed ke-3”.IPB Press. Bogor. Fadel M., Zeinati M., Jamali D. 2001 Water resources management in Lebanon: institutional capacity and policy options. Water Policy 3, 425–448. 163 Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi, Fauzi A., Anna S. 2002. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum. Fisheries. 1999. Rapfish Project. http:fisheries.comprojectrapfish.htm. Diakses pada Tanggal 10 September 2007. Forrester J.W. 1968. The Industrial Dynamics, the MIT Press – John Wiley and Sons, Inc., New York. Galantay E. 1980. I: Definition and Typology, II: Goals, Policies, and Strategies. New Town in National Development. IFHP Working Party, United Kingdom. Gallion A.B. 1986. The Urban Pattern: City Planning and Design. New York: Van Nostrand Reinhold George H. 2006. Progress Poverty. London: Elibron Classics. Golany G. 1976. New Town Planning: Principles and Practice. John Wiley Sons, Toronto, Canada. Goodman J.C. 1980. The regulation of medical care: Is the price too high? Cato public policy research monograph. CATO Institute. Massachusetts. Amerika Serikat Hague M. 1980. III: Instruments for Achieving New Town Development, IV: Means of Planning New Towns, V: Implementation of New Town Development. IFHP Working Party, United Kingdom. Hall R.E., Jones C.I. 1996. The Productivity of Nations, NBER Working Papers 5812, National Bureau of Economic Research, Inc. Hardjasoemantri. 1991 .Hukum Perlindungan Lingkungan, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Herrington J. 1984. The Outer City. Harper Row Publisher, London. Hettne B. 2001. Teori Pembangunan Dan Tiga Dunia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hidayat T. 2005. Identifikasi Preferensi Masyarakat dalam Sistem Pengelolaan Persampahan PermukimanStudi Kasus: Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Undergraduate thesis, Universitas Diponegoro. Hokkanen J., Lahdelma R., Slaminen P. 1999. A Multiple Criteria Decision Model for Analyzing and Choosing Among Different Development Patterns for the Helsinki Cargo Harbour. Socio-Economic Planning Sciences 33, 1-23. 164 Iwami T. 2001. Economic development and environment in Southeast Asia: an introductory note. International Journal of Social Economics. Vol. 28 Iss: 8, pp.605 – 622 Jeon C., Amekudzi A. 2005. Addressing Sustainability in Transportation Systems: Definitions,. Indicators and Metrics. ASCE Journal of Infrastructure Systems, Vol. 11, No. 1, March, 2005, pp. 31-50 JICA Japan International Coorporation Agency dan National Development Planning Agency. 2001. The Study on Integrated Transportation Master Plan SITRAMP for the Jabotabek Phase 1. Final Report. PCI and ALMEC Corporation. Jakarta. Republic of Indonesia.Jones, G.W. 1984. Links Between Urbanization and Sectoral Shift in Employment in Java. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. XX No. 3. Jones C.O. 1996. Pengantar kebijakan publik public policy Istamto R, Penerjemah. Budiman N, editor. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari : An Introduction o the Study of Public Policy. Jraiw K. 2003. Urban road transport in Asia Developing Countries: safety and efficiency strategy. Transport Research Record.1846: 19-25. Kavanagh P. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries Rapfish Project. Rapfish Software Description for Microsoft Exel. University of British Columbia, Fisheries Centre, Vancouver. Kenworthy J., Laube, F. 2002. Travel Demand Management: The potential for enhancing urban rail opportunities reducing automobile dependence in cities. World Transport Policy Practice 83: 20-36. Khanna P., Babu P.R., George M.S. 1999. Carrying-Capacity as a Basis for Sustainable Development a Case Study of National Capital Region in India. National Environmental Engineering Research Institute, Nehru Marg, Nagpur 440 020, India: Elsevier Ltd. Kim D.H., Anderson V. 1998. Systems archetype basics: from story to structure. Pegasus Communications INC. Williston. Amerika Serikat Kompas, 18 November 2005. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Lal R., Pierce F.J. 1991. Soil Management for Sustainability. Ankeny, Iowa: Soil and Water Conservation Soc. in Coop. with World Assoc. of Soil and Water Conservation and Soil Sci. Soc. of Amer. Litman T.A. 2004. The online TDM Encyclopedia: Mobility Management Information Gateway. Transport Policy. 103: 245-249. Litman T.A. 2008. Well Measured Developing Sustainable Transport Indicators. Victoria Transport Policy Institute. [www.vtpi.org]. Luo Y.F., Khan S., Cui Y.L., Feng Y.H., Li Y.L. 2007. Modeling the Water Balance for Aerobic Rice: A System Dynamic Approach. Agricultural Water Management. 74:1860-1866 165 Lvovsky K., Hudges G., Maddison D., Ostro B., Pearce D. 2000. Environmental Cost of Fossil Fuels. Pollution Management Series. The World Bank Environment Department Memahami KTT Bumi, 1992 Manahan S.E. 2002. Environmental Chemistry. Seventh Edition. Lewis Publisher. Inc. NewYork. Manecth T.J., Park G.L. 1977. System Analysis and simulation with application to economic and social system Part I. The third edition. Department of electric engineering and system science. Michigan State Univ. East Lansing. Michigan. Martin D.W. 1985. Biokimia. I. Darmawan Penerjemah. CV. EGC. Jakarta Memahami KTT Bumi. 1992. Konferensi PBB tentang Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Rio De Janeiro. Brazil. SKEPHI. Indonesia. Metcalf, Eddy. 1991. Wastewater Engineering. Treatmeant, Disposal and Reuse Revised Mc. Graw Hill. New York Munasinghe M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. Washington: The World Bank. Muthukumaran N., Ambujam N.K. 2003. Wastewater Treatment and Management in Urban Areas—A Case Study of Mysore City, Karnataka, India. Journal of Water Resource and Protection. Vol.2 No.8. PP.717-726 Najm M.A., El-Fadel M., Ayoub G. 2002. An optimisation model for regional integrated solid waste management I. Model formulation. Waste Manage Res vol 20: 37–45 Napitupulu A. 2009. Pengembangan Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan Pada PT Persero Kawasan Berikat Nusantara. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor NCHRP National Cooperative Highway Research Program. 1980. SUMMARY OF PROGRESS THROUGH 1980. NCHRP Summary of Progress. Washington. Amerika Serikat Nhapi I. 2004. Options for wastewater management in Harare, Zimbabwe. PhD thesis. Wageningen University Dissertation. 179 p Odum E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Brooks Cole. Amerika Serikat Odum H.T. 1976. Ecological and General Systems: An Introduction to Systems Ecology. University Press of Colorado. Rev Sub edition. Amerika Serikat Osborn F.J., Whittic A. 1963. The New Towns, The Answer to Megalopolis. Mc. Graw Hill Book Company, London. Ostro B. 1994. Estimating the Health Effects of Air Pollutans: A Method With an Application to Jakarta. Policy Research Working Paper No. 1303. http:wdsbeta.worldbank.orgexternaldefaultWDSContentServerIW3 PIB19940501000009265_3970716141007RenderedPDFmulti0pa ge.pdf. [1-Jan-11]. 166 Panyacosit L. 2000. A Review of Particulate Matter and Health: Focus on Developing Countries. http:www.iiasa.ac.atPublicationsDocumentsIR-00-005.pdf, [11-Jan- 11]. Parson W. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Prenada Media. Paulley N., Pedler A. 2000. Integration of Transport and Land Use Planning: Final report of the TRANSLAND project, Deliverable 4 of the project TRANSLAND Integration of Transport and Land Use Planning. Pearce D.W., Turner R.K. 1990. Economics of Natural Resources and The Environment, Hemel Hempstead : Harvester Wheatsheaf. Pemerintah Daerah Tangerang Selatan. 2009. Kabupaten Tangerang Selatan dalam Angka. BPS Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 494PRTM2005. Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan KSNP Kota. Pitcher T.J. 1999. Rapfish : A Rapid Appraisal Technique for Fisheries and Its Application to The Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO UN. Rome. Ratcliffe J. 1977. An Introduction to Town and Country Planning. Hutchinson, London. Rees W. 1990. Sustainable development and the biosphere. Teilhard Studies Number 23. American Teilhard Association for the Study of Man Reismann L. 1970. The Urban Process, Cities in Industrial Societies. New York: The Free Press. Riani E., Sutjahjo S.H., Firmansyah. 2004. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta. Kerjasama LPPM IPB – Pemprov. DKI Jakarta.. Richardson H.W. 1977. City Size and National Spatial Strategies in Developing Countries. World Bank Staff Working Paper, No. 252, Washington D.C., USA. RTRW Kota Tangerang Selatan. 2008. Kota Tangerang Selatan Saaty T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta: Gramedia. Serageldin I., Steer A. Ed.. 1994. Making Development Sustainable: From Concepts to Action Environmentally Sustainable Development Occasional Paper Series, No. 2.Washington, D.C: World Bank. Simmonds R., Hack G. Ed.. 2000. Global City Regions Their Emerging Forms. New York: Spon Press. Sitepu H.T. 2009. Disain Kebijakan Pengelolaan Permukiman Berkelanjutan yang Berbasis Instalasi Pengolahan Air Limbah Mandiri. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 167 Sitorus S.R.P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi Ketiga. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan Departemen Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Small K.A., Kazimi C. 1995. On the costs of air pollution from motor vehicles. http:www.socsci.uci.edu~ksmallSmall-Kazimi.pdf [11-Jan-11]. Soegijoko, Tjahjati B. 1997. Arah Pengembangan Kotabaru Dalam Perpsektif Kebijakan Tata Ruang. Jakarta: Penerbit BPPT Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung: Djambatan. Soeriaatmaja R.E. 1977. Ilmu Lingkungan. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Soil Conservation Society of America ed. 1982. Resource Conservation Glossary 3rd edn. Ankeny, IA: Soil Conservation Society of America. Soule D.C. Ed.. 2006. Urban Sprawl: a comprehensive references guide. Westport: Greenwood Press. Squires G.D. Ed.. 2002. Urban Sprawl: causes, consequences policy responses. Washington DC: Urban Institute Press. Sudjarto D. 1993a. Perkembangan KotaBaru. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota No 9. september. Sudjarto D. 1993b. Kota Baru Indonesia. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota No 9. september Sugijoko S. 1974. Toward an Urban Development Strategy for Indonesia. UNCRD, Nagoya. Sumaryanto, Friyanto S. 1995. Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Makalah pada Workshop Hasil Penelitian ARMP, 4 April, Cisarua. Bogor. Susandi A. 2004. The impact of international greenhouse gas emissions reduction on Indonesia. Hamburg: Reports on Earth System Science. Jerman Sushil. 1993. System Dynamics for Management Support. Wiley Eastern Limited. New Delhi. Sutamihardja R.T.M. 1978. Inventarisasi dan Evaluasi Kualitas Lingkungan Hidup Pulau Bali. Kantor Menteri negara PPLH. Jakarta. Syahril S., Resosudarmo B.P., Tomo H.S. 2002. Study on the Air Quality in Jakarta, Indonesia. Future Trends, Health Impacts, Economic value and Policy Options,. Tamin R.D., Rachmatunisa A. 2007. Integrated Air Quality Management in Indonesia. Ministry of Environment. Jakarta. Tietenberg T. 2003. Environmental and Natural Resource Economics. Ed-6. Eddison Wesley. Boston. 168 Treyer S.P. 2000. Prospective Analysis on Agricultural Water Use in The Mediterranean. http: www.Engref.frrgtdoc-pdfTreyer-polagwat- metodology proposal. Tunjung W.S. 1988. Aspek-Aspek Perencanaan dan Pembangunan Kota Baru Metropolitan. Tesis, Program Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992. Tentang Perumahan dan Permukiman. Volesky B. 1990. Biosorption of Heavy Metals. Volesky editor. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida WHO. 2000. The world health report. WHO: 2000 Press Releases World Commission on Environment and Development. 1987. Our Common Future. United Nations World Commission on Environment and Development.Oxford Univ. Press. New York. London. Yeates M. 1980. The North American City. New York: Longman. LAMPIRAN Lampiran 1. Parameter kualitas air yang dianalisa, bakumutu yang ditetapkan dan metoda yang digunakan NO. Parameter Satuan Baku Mutu MetodaAlat Kelas I II III IV I FISIKA 1 Suhu o C dev. 3 dev. 3 dev. 3 dev. 3 Temperatur Meter II KIMIA 1 pH - 6 - 9 6 - 9 6 - 9 5 - 9 pH Meter 2 BOD 5 mgl 2 3 6 12 APHA, ed. 21, 2005, 5210-B 3 COD + mgl 10 25 50 100 APHA, ed. 21,2005,5220-D 4 Nitrat NO 3 -N mgl 10 10 20 20 APHA, ed. 21, 2005,4500-NO 3 -E 5 Total Fosfat mgl 0.2 0.2 1 5 APHA, ed. 21, 2005 4500-P-E B 6 Kadmium Cd mgl 0.01 0.01 0.01 0.01 APHA, ed. 21, 2005, 3110 7 Deterjen mgl 0.2 0.2 0.2 - APHA, ed. 21,2005, 5540-C 8 Timah Hitam Pb mgl 0.03 0.03 0.03 1 APHA, ed. 21, 2005, 3110 9 Air Raksa Hg mgl 0.001 0.002 0.002 0.005 APHA, ed.19,1995, 3500-Hg-B 10 Arsen As mgl 0.05 1 1 1 APHA, ed. 21,2005, 3500-As-B 11 Fenol mgl 0.001 0.001 0.001 - APHA, ed. 21, 2005,5530-C : Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Lampiran 2. Formula matematika stockflow diagram Rumus dari masing-masing fraksi diperoleh dari analisis data dengan menggunakan software CurveExpert 1.3. Submodel Lingkungan Populasi_Tangselt = Populasi_Tangselt - dt + pertumbuhan dt INIT Populasi_Tangsel = 918783 INFLOWS: pertumbuhan = Populasi_Tangselfraksi_pertumbuhan UNATTACHED: pengurangan = Populasi_Tangselfraksi_pengurangan bebanBOD = limbah_cairKonsBODperhari10000000000 bebanCOD = limbah_cairKonsCODperHari1000000000 bebanNO3 = limbah_cairKonsNO3perhari1000000000 bebanPO4 = limbah_cairKonsPO4perHari10000000000 emisiCOx = 7047.2186+- 7.0070411TIME+0.0017417749TIME2+emisi_udara2.3104 emisiNOx = 337.60228+- 0.33671982TIME+0.000083982683TIME2+emisi_udara106 emisiSOx = 25.1750577+-10260.716TIME+emisi_udara106 emisi_udara = Populasi_Tangsel58 fraksi_pengurangan = 4.02100 fraksi_pertumbuhan = 5.1100 IPAL_diperlukan = jumlah_rumah10000 kendaraan_bermotor = penduduk_pekerja3.923479+-1.0260716TIME kepedulian_lingkungan_ = SQRTkesadaran_lingkungan_ KonsBODperhari = -53296.234+7096.4652LOGNTIME KonsCODperHari = -54184.112+7145.5301LOGNTIME KonsNO3perhari = 95.674974E-71TIME0.01037TIME KonsPO4perHari = -416.32265+56.788021LOGNTIME limbah_cair = Populasi_Tangsel100 Submodel Ekonomi Populasi_Tangselt = Populasi_Tangselt - dt + pertumbuhan dt INIT Populasi_Tangsel = 918783 INFLOWS: pertumbuhan = Populasi_Tangselfraksi_pertumbuhan UNATTACHED: pengurangan = Populasi_Tangselfraksi_pengurangan AngkKom = penduduk_pekerja0.29 BankSewa = penduduk_pekerja0.16 biaya_tambahan_transport = sqrtkerusakan_jalan Drainase = infrastrukfur+178 EkLain = penduduk_pekerja0.11 fraksi_pengurangan = 4.02100 fraksi_pertumbuhan = 5.1100 infrastrukfur = Populasi_Tangsel0.15105 Jalan = 698.989+infrastrukfur Jasa = penduduk_pekerja0.18 kendaraan_bermotor = penduduk_pekerja3.923479+-1.0260716TIME kepedulian_lingkungan_ = SQRTkesadaran_lingkungan_ kerusakan_jalan = -35079.04+35.065718TIME+-0.0087554106TIME2-Jalan- Jalan PangsaAngkKom = 0.29 PangsaBankSewa = 0.16 PangsaEkLain = 0.11 PangsaJasa = 0.18 PangsaPHR = 0.26 penduduk_commuter = penduduk_pekerja71.5100 penduduk_pekerja = Populasi_Tangsel0.5 perbaikan_jalan = -16411.361+16.446121TIME+-0.004112553TIME2-Jalan- Jalan PHR = penduduk_pekerja0.26 roda_dua = lognTIME+kendaraan_bermotor0.0256781010 roda_empat = 1200+lognTIME+sqrtkendaraan_bermotor0.020.1849510 PDRBAngKom = AngkKom11+PangsaAngkKomAngkKom PDRBBankSewa = BankSewa11+BankSewaPangsaBankSewa PDRBEkLain = EkLain11+EkLainPangsaEkLain PDRBJasa = Jasa11+PangsaJasaJasa PDRBPHR = PHR11+PangsaPHRPHR PDRB_Tangsel = PDRBAngKom+PDRBBankSewa+PDRBEkLain+PDRBPHR+PDRBJasa Submodel Sosial Populasi_Tangselt = Populasi_Tangselt - dt + pertumbuhan dt INIT Populasi_Tangsel = 918783 INFLOWS: pertumbuhan = Populasi_Tangselfraksi_pertumbuhan UNATTACHED: pengurangan = Populasi_Tangselfraksi_pengurangan biaya_tambahan_transport = sqrtkerusakan_jalan Drainase = infrastrukfur+178 fraksi_pengurangan = 4.02100 fraksi_pertumbuhan = 5.1100 infrastrukfur = Populasi_Tangsel0.15105 IPAL_diperlukan = jumlah_rumah10000 Jalan = 698.989+infrastrukfur jumlah_rumah = Populasi_Tangsel0.35 kendaraan_bermotor = penduduk_pekerja3.923479+-1.0260716TIME kepedulian_lingkungan_ = SQRTkesadaran_lingkungan_ kerusakan_jalan = -35079.04+35.065718TIME+-0.0087554106TIME2-Jalan- Jalan kesadaran_lingkungan_ = pendidikan0.510000 pendidikan = penduduk_pekerja0.9 penduduk_commuter = penduduk_pekerja71.5100 penduduk_pekerja = Populasi_Tangsel0.5 perbaikan_jalan = -16411.361+16.446121TIME+-0.004112553TIME2-Jalan- Jalan PHR = penduduk_pekerja0.26 roda_dua = lognTIME+kendaraan_bermotor0.0256781010 roda_empat = 1200+lognTIME+sqrtkendaraan_bermotor0.020.1849510 Lampiran 3. Hasil simulasi model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan Simulasi submodel lingkungan berdasarkan beban pencemaran tonhari parameter BOD, COD, NO 3 dan PO 4 Tahun Beban Tonhari BOD COD NO 3 PO 4 2008 6.17 14.41 0.05 0.14 2009 7.13 16.95 0.07 0.16 2010 8.25 19.93 0.08 0.19 2011 9.53 23.41 0.1 0.22 2012 11.02 27.5 0.13 0.25 2013 12.74 32.28 0.16 0.29 2014 14.72 37.87 0.21 0.33 2015 17.02 44.42 0.26 0.38 2016 19.67 52.08 0.33 0.44 Simulasi submodel lingkungan berdasarkan kualitas udara ambien µgNm 3 parameter NO x , CO x dan SO x Tahun Udara Ambien µgNm 3 CO x SO x NO x 2008 2,316.96 106.58 53.38 2009 2,664.49 122.57 61.38 2010 3,064.15 140.95 70.57 2011 3,523.77 162.09 81.14 2012 4,052.33 186.41 93.3 2013 4,660.19 214.37 107.28 2014 5,359.22 246.52 123.36 2015 6,163.11 283.5 141.85 2016 7,087.59 326.03 163.12 Simulasi submodel ekonomi berdasarkan PDRB Jutaan Rupiah Tahun Produk Domestik Regional Bruto Juta Rupiah Angkom PHR Jasa BankSewa EkLain Total 2008 1,504,093.71 1,344,914.56 924,479.45 820,289.46 561,422.35 5,155,199.53 2009 1,729,707.77 1,546,651.74 1,063,151.37 943,332.88 645,635.70 5,928,479.46 2010 1,989,163.93 1,778,649.50 1,222,624.08 1,084,832.81 742,481.06 6,817,751.38 2011 2,287,538.52 2,045,446.92 1,406,017.69 1,247,557.74 853,853.22 7,840,414.09 2012 2,630,669.30 2,352,263.96 1,616,920.34 1,434,691.40 981,931.20 9,016,476.21 2013 3,025,269.69 2,705,103.56 1,859,458.40 1,649,895.11 1,129,220.88 10,368,947.64 2014 3,479,060.15 3,110,869.09 2,138,377.16 1,897,379.37 1,298,604.02 11,924,289.78 2015 4,000,919.17 3,577,499.45 2,459,133.73 2,181,986.28 1,493,394.62 13,712,933.25 2016 4,601,057.05 4,114,124.37 2,828,003.79 2,509,284.22 1,717,403.81 15,769,873.24 Keterangan sektor Angkom : pengangkutan dan komunikasi PHR : perdagangan hotel dan restoran Jasa : jasa-jasa BankSewa : bank, persewaan dan jasa perusahaan EkLain : sektor ekonomi lain Simulasi submodel ekonomi berdasarkan jumlah kendaraan roda dua dan roda empat Tahun Kendaraan Roda dua Roda Empat 2008 11.804 17.594 2009 13.573 17.969 2010 15.608 18.371 2011 17.948 18.803 2012 20.639 19.265 2013 23.734 19.761 2014 27.293 20.294 2015 31.386 20.864 2016 36.093 21.476 Simulasi submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk dan penduduk usia kerja 15-65 tahun Tahun Jumlah Penduduk jumlah rumah total usia kerja commuter 2008 918,783 459,392 328,465 321,574 2009 1,056,600 528,300 377,735 369,810 2010 1,215,091 607,545 434,395 425,282 2011 1,397,354 698,677 499,554 489,074 2012 1,606,957 803,479 574,487 562,435 2013 1,848,001 924,000 660,660 646,800 2014 2,125,201 1,062,600 759,759 743,820 2015 2,443,981 1,221,991 873,723 855,393 2016 2,810,578 1,405,289 1,004,782 983,702 Lampiran 4. Skenario model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan Terdapat empat alternatif skenario yang dipergunakan dalam penelitian ini. Hal ini berdasarkan pertimbagan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Skenario ini termasuk 1. Skenario untuk tidak mengadakan perubahan skenario do nothing. 2. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah tingkat pertumbuhan 3 dan penggunaan katalisatorpada tiap kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang lebih dari 20 b. Ekonomi: peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodic. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 10. c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana. 3. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah tingkat pertumbuhan 5 dan penggunaan katalisatorpada tiap kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang lebih dari 40 b. Ekonomi: pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodic. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20. c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. 4. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah tingkat pertumbuhan 7 dan penggunaan katalisatorpada tiap kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang lebih dari 50 b. Ekonomi: pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 30. Pada kebijakan ini juga Kebijakan peningkatan pajak kendaraan pribadi c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. Kebijakan tambahan untuk pembangunan pemukiman terpadu sehat Lampiran 5. Hasil simulasi dari setiap skenario model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan Beban pencemaran COD tonhari skenario 1, 2, 3 dan 4 Beban pencemaran BOD tonhari skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario BOD tonhari satu dua tiga empat 2008 6.17 6.17 6.17 6.17 2009 7.13 7.13 7.13 7.13 2010 8.25 8.25 8.25 8.25 2011 9.53 9.53 9.53 9.53 2012 11.02 10.47 9.92 8.82 2013 12.74 10.68 9.72 8.64 2014 14.72 11.75 9.82 8.47 2015 17.02 12.92 9.92 8.30 2016 19.67 14.21 10.01 8.13 Tahun Skenario COD tonhari satu dua tiga empat 2008 14.41 14.41 14.41 14.41 2009 16.95 16.95 16.95 16.95 2010 19.93 19.93 19.93 19.93 2011 23.41 23.41 23.41 23.41 2012 27.5 26.13 24.75 22.00 2013 32.28 26.65 24.26 21.56 2014 37.87 29.31 24.50 21.13 2015 44.42 32.24 24.74 20.71 2016 52.08 35.47 24.99 20.29 Beban pencemaran NO 3 tonhari skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario NO3 tonhari satu dua tiga empat 2008 0.05 0.05 0.05 0.05 2009 0.07 0.07 0.07 0.07 2010 0.08 0.08 0.08 0.08 2011 0.1 0.1 0.1 0.1 2012 0.13 0.12 0.12 0.10 2013 0.16 0.13 0.11 0.10 2014 0.21 0.14 0.12 0.10 2015 0.26 0.15 0.12 0.10 2016 0.33 0.17 0.12 0.10 Beban pencemaran PO 4 tonhari skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario PO4 tonhari satu dua tiga empat 2008 0.14 0.14 0.14 0.14 2009 0.16 0.16 0.16 0.16 2010 0.19 0.19 0.19 0.19 2011 0.22 0.22 0.22 0.22 2012 0.25 0.24 0.23 0.20 2013 0.29 0.24 0.22 0.20 2014 0.33 0.27 0.22 0.19 2015 0.38 0.29 0.22 0.19 2016 0.44 0.32 0.23 0.18 Emisi CO x µgNm 3 skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario CO x µgNm 3 satu dua tiga empat 2008 2,316.96 2316.96 2316.96 2316.96 2009 2,664.49 2664.49 2664.49 2664.49 2010 3,064.15 3064.15 3064.15 3064.15 2011 3,523.77 3523.77 3523.77 3523.77 2012 4,052.33 3849.71 3647.10 3241.86 2013 4,660.19 3926.71 3574.16 3177.03 2014 5,359.22 4319.38 3609.90 3113.49 2015 6,163.11 4751.32 3646.00 3051.22 2016 7,087.59 5226.45 3682.46 2990.19 Emisi CO x µgNm 3 skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario CO x µg Nm 3 satu dua tiga empat 2008 2,316.96 2316.96 2316.96 2316.96 2009 2,664.49 2664.49 2664.49 2664.49 2010 3,064.15 3064.15 3064.15 3064.15 2011 3,523.77 3523.77 3523.77 3523.77 2012 4,052.33 3849.71 3647.10 3241.86 2013 4,660.19 3926.71 3574.16 3177.03 2014 5,359.22 4319.38 3609.90 3113.49 2015 6,163.11 4751.32 3646.00 3051.22 2016 7,087.59 5226.45 3682.46 2990.19 Emisi SO x µgNm 3 skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario SO x µg Nm 3 satu dua tiga empat 2008 106.58 106.58 106.58 106.58 2009 122.57 122.57 122.57 122.57 2010 140.95 140.95 140.95 140.95 2011 162.09 162.09 162.09 162.09 2012 186.41 177.09 167.77 149.13 2013 214.37 180.63 164.41 146.15 2014 246.52 198.69 166.06 143.22 2015 283.5 218.56 167.72 140.36 2016 326.03 240.42 169.40 137.55 Submodel ekonomi dari kegiatan pengangkutan dan komunikasi skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 1,504,093.71 1,504,093.71 1,504,093.71 1,504,093.71 2009 1,729,707.77 1,729,707.77 1,729,707.77 1,729,707.77 2010 1,989,163.93 1,989,163.93 1,989,163.93 1,989,163.93 2011 2,287,538.52 2,287,538.52 2,287,538.52 2,287,538.52 2012 2,630,669.30 2,735,896.07 2,876,899.95 2,975,897.29 2013 3,025,269.69 3,146,280.48 3,308,434.93 3,422,281.88 2014 3,479,060.15 3,618,222.56 3,804,700.18 3,935,624.17 2015 4,000,919.17 4,160,955.94 4,375,405.20 4,525,967.79 2016 4,601,057.05 4,785,099.33 5,031,715.99 5,204,862.97 Submodel ekonomi dari kegiatan perdagangan hotel dan restoran skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 1,344,914.56 1,344,914.56 1,344,914.56 1,344,914.56 2009 1,546,651.74 1,546,651.74 1,546,651.74 1,546,651.74 2010 1,778,649.50 1,778,649.50 1,778,649.50 1,778,649.50 2011 2,045,446.92 2,045,446.92 2,045,446.92 2,045,446.92 2012 2,352,263.96 2,453,411.31 2,575,524.39 2,669,053.46 2013 2,705,103.56 2,821,423.01 2,961,853.05 3,069,411.49 2014 3,110,869.09 3,244,636.46 3,406,131.01 3,529,823.20 2015 3,577,499.45 3,731,331.93 3,917,050.66 4,059,296.68 2016 4,114,124.37 4,291,031.72 4,504,608.26 4,668,191.19 Submodel ekonomi dari kegiatan jasa skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 924,479.45 924,479.45 924,479.45 924,479.45 2009 1,063,151.37 1,063,151.37 1,063,151.37 1,063,151.37 2010 1,222,624.08 1,222,624.08 1,222,624.08 1,222,624.08 2011 1,406,017.69 1,406,017.69 1,406,017.69 1,406,017.69 2012 1,616,920.34 1,697,766.36 1,867,542.99 2,147,674.44 2013 1,859,458.40 1,952,431.32 2,147,674.45 2,469,825.62 2014 2,138,377.16 2,245,296.02 2,469,825.62 2,840,299.46 2015 2,459,133.73 2,582,090.42 2,840,299.46 3,266,344.38 2016 2,828,003.79 2,969,403.98 3,266,344.38 3,756,296.03 Submodel ekonomi dari kegiatan bank, persewaan dan jasa perusahaan skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 820,289.46 820,289.46 820,289.46 820,289.46 2009 943,332.88 943,332.88 943,332.88 943,332.88 2010 1,084,832.81 1,084,832.81 1,084,832.81 1,084,832.81 2011 1,247,557.74 1,247,557.74 1,247,557.74 1,247,557.74 2012 1,434,691.40 1,496,383.13 1,570,862.26 1,627,907.46 2013 1,649,895.11 1,720,840.60 1,806,491.60 1,872,093.58 2014 1,897,379.37 1,978,966.68 2,077,465.34 2,152,907.61 2015 2,181,986.28 2,275,811.69 2,389,085.14 2,475,843.75 2016 2,509,284.22 2,617,183.44 2,747,447.91 2,847,220.31 Submodel ekonomi dari kegiatan ekonomi lain skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 561,422.35 561,422.35 561,422.35 561,422.35 2009 645,635.70 645,635.70 645,635.70 645,635.70 2010 742,481.06 742,481.06 742,481.06 742,481.06 2011 853,853.22 853,853.22 853,853.22 853,853.22 2012 981,931.20 1,024,154.24 1,075,129.24 1,114,172.10 2013 1,129,220.88 1,177,777.38 1,236,398.62 1,281,297.91 2014 1,298,604.02 1,354,443.99 1,421,858.42 1,473,492.61 2015 1,493,394.62 1,557,610.59 1,635,137.18 1,694,516.49 2016 1,717,403.81 1,791,252.17 1,880,407.76 1,948,693.96 Infrastruktur jalan skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 700.37 700.37 700.37 700.37 2009 700.71 700.71 700.71 700.71 2010 701.14 701.14 701.14 701.14 2011 701.68 701.68 701.68 701.68 2012 702.35 705.37 708.67 710.78 2013 703.19 706.21 709.52 711.63 2014 704.25 707.28 710.59 712.70 2015 705.56 708.59 711.91 714.03 2016 707.20 710.24 713.56 715.69 Infrastruktur kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 30.55 30.55 30.55 30.55 2009 30.44 30.44 30.44 30.44 2010 30.32 30.32 30.32 30.32 2011 30.18 30.18 30.18 30.18 2012 30.02 28.73 27.41 26.65 2013 29.85 28.57 27.25 26.50 2014 29.65 28.38 27.07 26.32 2015 29.44 28.17 26.88 26.13 2016 29.22 27.96 26.68 25.94 Persentase tambahan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pekerja akibat kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 5.53 5.53 5.53 5.53 2009 5.52 5.52 5.52 5.52 2010 5.51 5.51 5.51 5.51 2011 5.49 5.49 5.49 5.49 2012 5.48 5.24 5.00 4.86 2013 5.46 5.23 4.98 4.85 2014 5.45 5.22 4.98 4.84 2015 5.43 5.20 4.96 4.82 2016 5.41 5.18 4.94 4.80 Jumlah kendaraan roda dua, skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 11804 11804 11804 11804 2009 13573 13573 13573 13573 2010 15608 15608 15608 15608 2011 17948 17948 17948 17948 2012 20639 19813 19743 18845 2013 23734 21361 20933 19788 2014 27293 24564 22107 20777 2015 31386 28247 25423 21816 2016 36093 32484 29235 22907 Jumlah kendaraan roda empat, skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 17594 17594 17594 17594 2009 17969 17969 17969 17969 2010 18371 18371 18371 18371 2011 18803 18803 18803 18803 2012 19265 19072 18991 18801 2013 19761 19465 19181 18893 2014 20294 19929 19373 19024 2015 20864 20447 19566 19175 2016 21476 20832 19762 19367 Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk, skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 918,783 918,783 918,783 918,783 2009 1,056,600 1,056,600 1,056,600 1,056,600 2010 1,215,091 1,215,091 1,215,091 1,215,091 2011 1,397,354 1,397,354 1,397,354 1,397,354 2012 1,606,957 1,537,858 1,467,012 1,426,515 2013 1,848,001 1,768,537 1,687,064 1,640,492 2014 2,125,201 2,033,817 1,940,124 1,886,566 2015 2,443,981 2,338,890 2,231,142 2,169,551 2016 2,810,578 2,689,723 2,565,813 2,494,983 Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah rumah,skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 321,574 321,574 321,574 321,574 2009 369,810 369,810 369,810 369,810 2010 425,282 425,282 425,282 425,282 2011 489,074 489,074 489,074 489,074 2012 562,435 538,250 513,454 499,280 2013 646,800 618,988 590,472 574,172 2014 743,820 711,836 679,043 660,298 2015 855,393 818,611 780,899 759,342 2016 983,702 941,403 898,034 873,244 Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk komuter, skenario 1, 2, 3 dan 4 Tahun Skenario satu dua tiga empat 2008 328,465 328,465 328,465 328,465 2009 377,735 377,735 377,735 377,735 2010 434,395 434,395 434,395 434,395 2011 499,554 499,554 499,554 499,554 2012 574,487 549,784 524,457 509,979 2013 660,660 632,252 603,125 586,476 2014 759,759 727,089 693,594 674,447 2015 873,723 836,153 797,633 775,614 2016 1,004,782 961,576 917,279 891,957 ABSTRAK Syamsul Hadi. 2012. Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru Berkelanjutan Studi Kasus Pengembangan Kota Baru Bumi Serpong Damai BSD. Di bawah bimbingan Bambang Pramudya sebagai ketua dan Surjono Hadi Sutjahjo dan Setiahadi sebagai anggota. Pembangunan kota baru diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan pengembangan wilayah, namun pada kenyataannya seringkali menimbulkan masalah baru, sehingga menjadi tidak berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model pengendalian lingkungan pada pembangunan kota baru berkelanjutan, dengan studi kasus di Kota Baru Bumi Serpong Damai. Pada penelitian menganalisis kualitas air dan kualitas udara dan selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu, menganalisis keberlanjutan BSD dengan menggunakan MDS, mencari parameter kunci dengan analisa prospektif dan membuat model pengendalian lingkungan dengan model dinamik serta mencari prioritas kebijakannya. Penelitian memperlihatkan lingkungan perairan di kawasan Kota Baru BSD tercemar limbah organik yang mudah urai BOD dan yang sulit urai COD, sedangkan atmosfirnya tercemar gas beracun CO, serta tercemar oleh SO x , NO x , ozon O 3 dan TSP. Hasil analisis keberlanjutan memperlihatkan bahwa Kota Baru BSD masuk pada kategori kurang berkelanjutan 46,75, hanya dimensi infrastruktur dan teknologi 52,20, dimensi ekonomi 53,17 dan dimensi hukum dan kelembagaan 59,95 yang cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekologi 42,22 dan dimensi sosial-budaya 26,49 statusnya tidak berkelanjutan. Hasil analisis prosfektif memperlihatkan bahwa di Kota Baru BSD terdapat 22 faktor pengungkit yang harus diperhatikan agar BSD menjadi berkelanjutan. Model pengendalian lingkungan yang dibangun agar dalam pembangunan kota baru dapat dikendalikan lingkungannya dan berkelanjutan harus memperhatikan limbah cair, kualitas udara, keberadaan IPAL, keberadaan kawasan bisnis, perumahan dan pertokoan, harus memperhatikan budaya lokal dan penegakan hukum serta harus memperhatikan efektifitas dan efisiensi sarana jalan dan pengadaan transportasi umum. Strategi kebijakan pengembangan kota baru hendaknya dapat menumbuhkan pembangunan IPAL hingga 7, kewajiban penggunaan katalisator pada kendaraan bermotor, pembatasan umur kendaraan, peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, memperbaiki jalan rusak hingga 30, peningkatan pajak kendaraan pribadi, pengendalian pertumbuhan penduduk dan pembangunan pemukiman terpadu sehat. Prioritas kebijakan pengembangan kota baru berkelanjutan adalah mengadakan teknologi produksi bersih, membangun IPAL, jaringan jalan dan transportasi yang efektif dan efisien,berikut kendaraan umumnya, peduli terhadap budaya local, dan membentuk kelembagaan. Kata kunci: kota baru, kualitas, air, udara, IPAL, model, strategi, prioritas, kebijakan ABSTRACT Syamsul Hadi. 2012. A Model For Environment Control Of Sustainable New Town Development. Case Study: New Town Development Of Bumi Serpong Damai. Under the direction of Bambang Pramudya, Surjono Hadi Sutjahjo and Setiahadi. Development of new town is expected to solve such problems as migration reduction to large cities, regional economic development, etc., but the reality does not correspond to the objectives. Environment is one of impacts that are not examined carefully when new town was planned and developed. The objective of the study is to formulate a model of environmental control over of new town development, in order to achieve its sustainability objective. A case study of the research was conducted in a new town Bumi Serpong Damai BSD in Banten Province, Indonesia. The study has analyzed the quality of air and water and then comparing both with a standardized environment quality, has analyzed sustainability of BSD using multidimensional scaling MDS tools, has formulated key parameters using Prospective tools, has developed an environment control model using system dynamics tools, and then has formulated prioritized policies. The study has revealed that water and land around BSD area is contaminated with organic waste such as BOD and COD, while the atmosphere contains toxic gas such as CO, SOx, NOx, ozon O 3 and TSP. Using the MDS tools for sustainability analysis, it has been revealed that BSD city is categorized as less sustainable 46,75, less than 50 points. In both aspects as ecology 42,22 and social culture 26,49 BSD city is categorized not sustainable. Only in such aspects as infrastructure and technology 52,20, economy 53,17 and law and institutions 59,95 are closed to be categorized sustainable. The Prospective tools has identified 22 leverage factors be considered for BSD city to achieve its sustainability, 5 of which have been identified as key parameters, including 1 air pollution, 2 availability of sewerage system facilities, 3 transportation facilities, 4 environment institution, and 5 road infrastructure. The system dynamics and the forum group discussion have formulated a model of environmental control over new town development consisting of sub models for environment, social, and economy. Among four alternative scenarios formulated, the realistic one to be implemented is the third scenario, consisting of such actions as 5 annual increase on development of sewerage system facilities, gas emission control for vehicles, restriction on vehicle age, improvement of road infrastructure capacity, 20 increase on upgrading of deteriorated road, extension of road infrastructure, population control, and policies on urbanization. Recommended policies to achieve its sustainability include the use of clean production technology, sewerage system facilities, road network development, adequate public transportation, admiration toward indigenous local culture, and development of appropriate institutions. Key words: new town, quality of water and air, sewerage system facilities, model, strategy, and policies. RINGKASAN Syamsul Hadi. 2012. Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru Berkelanjutan Studi Kasus Pengembangan Kota Baru Bumi Serpong Damai BSD. Di bawah bimbingan Bambang Pramudya sebagai ketua dan Surjono Hadi Sutjahjo dan Setiahadi sebagai anggota. Meningkatnya kepadatan penduduk telah mendorong terjadinya urbanisasi, sehingga seringkali mengakibatkan terjadinya urban sprawl. Akibat adanya urban sprawl ini seringkali muncul berbagai permasalahan, diantaranya menurunnya kualitas lingkungan hidup dan kualitas hunian, tidak tertatanya fisik kota, terbatasnya kapasitas penyediaan pelayanan prasarana dan sarana dasar, terjadinya kesenjangan, munculnya berbagai masalah sosial, merebaknya masalah kriminalitas, tingginya tingkat pengganguran, dsb. Kondisi tersebut mendorong dibangunnya kota baru di kota satelit, namun juga seringkali tidak terlalu merubah keadaan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan model pengendalian lingkungan pada pembangunan kota baru berkelanjutan. Pada penelitian ini dilakukan analisis kualitas lingkungan, analisis keberlanjutan, analisis prospektif, merancang model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan dan merumuskan strategi dan alternative kebijakan kota baru berkelanjutan. Penelitian dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai BSD dengan mengambil data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data kualitas udara dan kualitas air, selain itu juga melakukan wawancara dengan stakeholder yang diambil secara purposive. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis. Data kualitas udara dan kualitas air dianalisis secara deskriptif. Pada analisis keberlanjutan dilakukan dengan menggunakan MDS, sedangkan untuk mendapatkan parameter kunci dilakukan analisis prospektif dan pembuatan model dibuat dalam bentuk model dinamik, dan selanjutnya hasil analisis tersebut di atas, dibuat prioritas kebijakannya. BOD dan COD baik yang berada di perumahan, pertokoan dan industri semuanya sudah berada di bawah ambang batas nilai yang dipersyaratkan, sedangkan parameter lainnya yakni Nitrat-NO 3 -N, Total Fosfat PO 4 -P, Kadmium-Cd, Deterjen, Timah Hitam- Pb, Air Raksa Hg, Arsen-As dan Fenol yang ada dalam perairan sekitar lokasi penelitian semuanya berada di bawah baku mutu yang ditetapkan. Kondisi atmosfir di kawasan BSD tercemar gas beracun CO, selain itu juga tercemar oleh SO x , NO x , ozon O 3 dan TSP. Hasil analisis Rap-KOBA di Kota Baru BSD memperlihatkan bahwa BSD termasuk dalam status kurang berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan gabungannya sebesar 46,75. Adapun nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 42,22 dengan status kurang berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 53,17 dengan status cukup berkelanjutan, dimensi sosial-budaya sebesar 26,49 dengan status tidak berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 52,20 dengan status cukup berkelanjutan, dan dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 59,95 dengan status cukup berkelanjutan. Hasil analisis prospektif mendapatkan parameter kunci faktor pengungkit untuk dimensi ekologi adalah ketersediaan air bersih, manajemen banjirbencana, permasalahan transportasi, pencemaran udaraemisi dan ketersediaan pengolah limbah cair. Pada dimensi ekonomi parameter kuncinya adalah keberadaan kawasan bisnis, tingkat pengangguran, keberadaan kawasan industri dan keberadaan pertokoan kawasan. Pada dimensi Sosial-budaya parameter kuncinya adalah pengaruh keberadaan BSD pada nilai sosial budaya lokal, keragaman budaya dalam masyarakat dan konflik dengan masyarakat lokal. Pada dimensi infrastruktur dan teknologi parameter kuncinya adalah ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair, ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair, ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien, dan ketersediaan sarana dan prasarana komuter. Pada dimensi hukum dan kelembagaan parameter kuncinya adalah kompetensi pengelola kawasan kota baru, egosektoral dalam pengelolaan lingkungan, konsistensi penegakan hukum, tersedianya organisasi pengelola lingkungan, intensitas pelanggaran hukum dan sinkronisasi peraturan dengan pusat. Parameter kunci tersebut harus segera diperbaiki, sehingga dapat meningkatkan kapasitasnya yang mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan dan menekan sekecil mungkin parameter yang berpeluang menimbulkan dampak negatif atau menurunkan nilai indeks keberlanjutan kawasan Kota Baru BSD. Alternatif kebijakan yang diambil dilakukan secara bertahap, misalnya tahun 2012 dilakukan pembuatan IPAL 3, penggunaan katalisator, uji emisi gas buang kendaraan secara periodik dan konsisten, peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan menambah panjang dan membuat jalan alternatif dan memperbaiki jalan rusak 10, serta memantapkan program keluarga berencana. Pada tahun berikutnya upaya tersebut ditingkatkan kembali misalnya pembuatan IPAL menjadi 5, penggunaan katalisator diketatkan pada setiap kendaraan, uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten, pembatasan umur kendaraan pribadi, kapasitas insfrastrutur jalan ditingkatkan lagi, dengan menambah panjang, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan dan tingkat perbaikan jalan rusak dinaikkan menjadi 20, KB digalakan dan dibuat kebijakan daerah tentang urbanisasi. Pada tahun berikutnya pembuatan IPAL dinaikan 7, semua kendaraan harus sudah menggunakan katalisator uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten, pembatasan umur kendaraan pribadi lebih diketatkan dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan lebih ditangkatkan, perbaikan jalan rusak bertambah 30, diadakan kebijakan peningkatan pajak kendaraan pribadi, program KB semakin dimantapkan, kebijakan daerah tentang urbanisasi lebih diimplementasikan, dan dibuat kebijakan tambahan untuk pembangunan pemukiman terpadu sehat. Namun demikian alternatif skenario kebijakan yang disarankan untuk diimplementasikan adalah alternatif ke-3, yakni Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari lingkungan berupa pembuatan instalasi pengolahan air limbah tingkat pertumbuhan 5 dan penggunaan katalisator pada tiap kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan serta uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten. Khusus untuk ekonomi dilakukan pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20. Aspek sosialnya berupa pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menjadi potensi sekaligus permasalahan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan kebutuhan ruang untuk penduduk yang terus menerus bertambah setiap tahunnya George, 2006. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran terutama bagi pertumbuhan wilayah dan kota. Kota dengan kepadatan tinggi akan membawa banyak masalah terutama berkaitan dengan permasalahan keberlanjutan kawasan perkotaan Ng, 2010. Hal yang sama juga terjadi pada kota-kota yang sudah mencapai titik jenuh, perlu adanya sebuah solusi yang relevan sehingga permasalahan penduduk tidak semakin meluas ke sektor lainnya. Hal lain yang akan terjadi dari tingginya tingkat hunian akibat pertumbuhan penduduk di wilayah kota adalah tumbuhnya wilayah terbangun secara sporadis urban sprawl di pinggiran kota dan di tempat lain, sehingga pertumbuhan kota menjadi tak terkendali primacy dan tidak efisien Soule, 2006; Squires, 2002; Bruegmann, 2006. Tingginya tingkat hunian di wilayah perkotaan juga bukan hanya menyebabkan terjadinya ketidak-seimbangan pertumbuhan kota-desa dan kota besar-kota kecil, namun juga dapat menimbulkan ketimpangan kawasan, yang berakibat pada terjadinya polarisasi ekonomi. Terjadinya ketimpangan kawasan juga mengakibatkan terjadinya perubahan fisik wilayah perkotaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang cukup tinggi 1 . Salah satu bentuk pembangunan kawasan perkotaan yang diperkirakan akan merefleksikan visi pengembangan perkotaan adalah pembangunan dan pengembangan kota baru. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh Golany 1976 yang mengatakan bahwa kota baru adalah kota yang sama sekali baru, direncanakan dan dikembangkan dan dibangun pada suatu wilayah baru yang di dalamnya terkandung unsur-unsur tempat tinggal yang lengkap dengan berbagai prasarana dan sarana 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 494PRTM2005 telah menetapkan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan KSNPK yang salah satu kebijakannya adalah memantapkan peran dan fungsi kota dalam pembangunan nasional. Salah satu strategi yang dilakukan adalah menyiapkan dan mengembangkan panduan bagi daerah untuk melakukan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan sustainable cities. 1 2 pelayanannya, tempat berkarya, tempat rekreasi, serta prasarana penggerakan dan sarana perhubungan. Konsep kota baru dirancang untuk dapat menunjang aktivitas pada kota yang menjadi pusat kegiatan dengan tujuan utama mengatasi masalah kependudukan Simmonds dan Hack, 2000. Beberapa kota baru yang dapat diambil contoh dari best practice negara-negara yang sedang menjalankan konsep yang sama yaitu Kota Baru Putra Jaya dan Cyberjaya di Malaysia yang dikonsep untuk memecah konsentrasi permukiman di Kuala Lumpur yang sudah terlalu padat dan Cyberjaya yang dikonsep khusus sebagai kota baru yang fokus utamanya diperuntukkan sebagai kota industri. Kota baru telah dikembangkan dan dibangun di beberapa kabupatenkota yang ada di Indonesia, diantaranya di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan sebagainya. Dalam pembangunan kota baru, idealnya termasuk pada kategori sebagai berikut, yakni i kota yang lengkap, yang ditentukan, direncanakan dan dibangun di suatu wilayah yang belum terdapat konsentrasi penduduk, ii kota yang dibangun lengkap dalam rangka meningkatkan kemampuan dan fungsi permukiman atau kota kecil yang telah ada di sekitar kota besar utama untuk membantu pengembangan dan mengurangi kota induk, iii kota yang mandiri, mampu memenuhi pelayanan kebutuhan serta kegiatan usahanya sendiri atau sebagian besar penduduknya self contained new town, iv lingkungan permukiman skala besar untuk mengatasi kekurangan perumahan di suatu kota besar secara fungsional umumnya masih bergantung pada kota induknya dependent town, sehingga dapat disamakan dengan kota satelit dari kota utamakota inti. Pada kenyataannya, kota baru yang ada di Indonesia tidak sepenuhnya mengikuti kategori tersebut di atas. Bahkan bukan hanya itu, pada pembangunan kota baru juga kerap terjadi penyimpangan mulai dari tahap perencanaan, tahap implementasi, dan kebijakan pengembangannya. Selain itu juga seringkali terjadi ketidak-sesuaian pada aspek regulasi, misalnya terkait dengan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah kabupatenkota maupun RTRW provinsi beserta rencana rincinya. Dalam prakteknya, pembangunan kota baru di suatu wilayah kabupatenkota induk sangat ditentukan oleh perusahaan pengembang yang memperoleh ijin prinsip untuk pembebasan tanah. Lokasi kota baru yang akan dikembangkan tergantung kepada lokasi tanah yang 3 berhasil dibebaskan pengembang, yang tidak harus sama dengan rencana lokasi semula yang tercantum dalam dokumen ijin prinsip. Hal lain yang juga sering terjadi adalah masih minimnya peran pemerintah pusat serta belum diimplementasikannya kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Pada prakteknya, pemerintah pusat tidak terlibat dalam proses pembangunan kota baru di Indonesia. Penentuan lokasi suatu rencana kota baru, misalnya, selayaknya mempertimbangkan lokasi relatif dari kota-kota yang sudah ada, karena kota-kota tersebut membentuk suatu jaringan kota-kota dalam suatu sistem yang mendukung jaringan kegiatan sosial ekonomi, distribusi barang dan jasa, serta kegiatan sosial budaya penduduk. Sebagai suatu sistem kota, dan mencakup beberapa ukuran kota dengan fungsi masing-masing yang saling tergantung, keberadaan kota-kota tersebut terletak pada suatu wilayah yang cukup luas, yang melebihi batas-batas wilayah provinsi untuk ukuran di Indonesia atau bahkan antar pulau. Dengan demikian, minimnya keterlibatan pemerintah pusat dalam proses pengembangan kota-kota baru di Indonesia, akan dibayar mahal oleh masyarakat di kawasan kota baru maupun kawasan di sekitarnya. Permasalahan lingkungan, misalnya berupa bencana banjir yang frekuensinya makin sering, pencemaran udara dan pencemaran air, penurunan muka air tanah dan intrusi air laut, adalah beberapa permasalahan lingkungan yang akan dihadapi. Permasalahannya adalah bahwa bencana lingkungan tersebut akan terjadi dalam suatu kurun waktu yang cukup panjang, yang memungkinkan para pengambil keputusan tidak segera menyadarinya. Model-model kota baru yang ada di Indonesia, diantaranya terdapat di Batam Batam Centre, Jakarta Bumi Serpong Damai, dan Semarang Bukit Semarang Baru. Dari berbagai kota baru yang sudah terbangun dan menurut pengamatan telah dikembangkan dengan relatif baik dan menarik untuk dikaji adalah kota baru Bumi Serpong Damai BSD yang berlokasi di Provinsi Banten. BSD terletak sekitar 30 km 18,6 mil ke arah barat daya Jakarta dan telah diresmikan pada 16 Januari 1989. Pembangunan BSD belum seluruhnya selesai, dari luas kawasan yang direncanakan 6.000 Ha, baru 25-nya yang telah dibangun untuk perumahan, perdagangan, fasilitas sosial fasos dan fasilitas umum fasum. Dari 600.000 jiwa orang yang direncanakan bertempat tinggal di BSD, saat ini baru dihuni oleh 80.000 jiwa. Dari rencana pembangunan rumah sebanyak 140.000 unit, hingga