Kebaruan Penelitian A Model for environment control of sustainable new town development. (case study: new town development of Bumi Serpong Damai

10 Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian Angka pertumbuhan ekonomi yang tak sebanding dengan pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk Angka pengangguran yang cukup tinggi di daerah pedesaan Meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran dan gangguan kamtibmas Meningkatnya migrasi penduduk menuju kota Over urbanisasi Kepadatan lalulintas, meningkatnya kemacetan penurunan kualitas lingkungan Aglomerasi aktivitas Terbatasnya pelayanan kebutuhan masyarakat kota Maraknya bangunan liar dan menurunnya sanitasi lingkungan Kebutuhan rumah, sarana prasarana, daya dukung lingkungan yang meningkat cukup tinggi Ketimpangan kawasan Penurunan kesejahteraan Pembangunan kota baru Kota baru Bumi Serpong Damai BSD Kota baru Bumi Serpong Damai yang mandiri dan berkelanjutan Permen PU No. 494PRTM2005 Kajian kondisi eksisting kota baru BSD Potret kondisi eksisting dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial Rancangan model pengendalian lingkungan variabel dalam subsistem ekologi, ekonomisosial Kualitas air dan kualitas udara Analisis model dinamis Simulasi model dinamis Uji validasi dan sensitifitas model Analisis sosial Analisis kondisi ekonomi Analisis kondisi ekologi Analisis kondisi transportasi Analisis keberlanjutan Analisis prospektif Tidak valid Alternatif pengendalian lingkungan Valid Konsep pengendalian lingkungan kota baru Skenario pengendalian lingkungan kota baru Model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan Strategi kebijakan pembangunan kota baru yang berkelanjutan BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Permukiman

Menurut Undang-undang Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 1 Tahun 2011 permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan dan perikehidupan dan penghidupan. Adapun yang dimaksud dengan tempat tinggal di sini adalah tempat tinggal untuk seseorang atau satu keluarga yang terdiri dari rumah dan pekarangannya, dengan demikian maka salah satu komponen permukiman adalah perumahan. Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang, sehingga berperan sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan bentuk manifestasi jati diri. Pada hubungan ekologis antara manusia dan permukimannya, kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman tempat tinggalnya. Pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman juga diyakini mampu mendorong kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman, sehingga penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat berpotensi dalam menggerakkan roda ekonomi dan upaya penciptaan lapangan kerja produktif. Bagi kebanyakan masyarakat golongan menengah ke bawah, rumah juga merupakan barang modal capital goods, karena dengan asset rumah dapat dilakukan kegiatan ekonomi yang mendukung kehidupan dan penghidupannya. Oleh karena itu, maka permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat dipandang sebagai permasalahan fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai persoalan yang berkaitan dengan semua dimensi kehidupan di dalam masyarakat. Sebenarnya upaya untuk merangkum pandangan-pandangan di atas telah dirumuskan secara konseptual dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyatakan bahwa perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. 12

2.2. Kota Baru

Perkotaan didefinisikan sebagai kawasan yang kegiatan utamanya bukan di sektor pertanian dengan susunan fungsi-fungsi kawasan permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hal ini sesuai dengan pendapat Richardson 1977 yang mengatakan bahwa kota merupakan wilayah administratif yang ditetapkan oleh pemerintah dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi dan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah terbangun yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lalulintas dan transportasi, dan kegiatan perekonomian utamanya adalah kegiatan perekonomian non pertanian. Menurut Gallion 1986 kota adalah wilayah geografis tertentu yang merupakan tempat terkonsentrasinya manusia, dan manusia-manusia tersebut melakukan berbagai kegiatan ekonomi. Berdasarkan definisi tersebut, maka perkotaan bisa dikatakan sebagai suatu ekosistem yang terbentuk oleh kegiatan manusia. Ekosistem kota sangat tergantung pada ekosistem lain dalam hal pemenuhan kebutuhan materi dan energi. Menurut azas lingkungan yang dikemukakan oleh Soeriaatmadja 1977 ekosistem yang kuat mantap akan mengeksploitasi ekosistem yang lebih lemah tidak mantap. Oleh karena itu maka jika tidak ada aturan dan kebijakan yang baik, maka akan terjadi eksploitasi berbagai sumberdaya alam dari ekosistem pedesaan oleh ekosistem kota. Perkembangan wilayah perkotaan dan tingginya tingkat urbanisasi ke wilayah perkotaan menyebabkan meningkatnya kepadatan penduduk serta tingginya kebutuhan lahan hunian. Tingginya lahan hunian ini menjadi faktor penggerak utama terjadinya perkembangan wilayah pinggiran kota yang tidak terkendali, yaitu urban sprawl. Urban sprawl ini terjadi karena lambatnya langkah antisipatif perencanaan dan terbatasnya kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan prasarana dan sarana serta dalam pengendalian tata ruang dan tata guna lahan yang dapat mendukung fungsi optimum pelayanan kepada masyarakat perkotaan. Terjadinya urban sprawl ini memunculkan berbagai permasalahan seperti menurunnya kualitas lingkungan hidup dan kualitas hunian, tidak tertatanya fisik kota, terbatasnya kapasitas penyediaan pelayanan prasarana dan sarana dasar, munculnya masalah-masalah sosial ekonomi perkotaan seperti kesenjangan sosial, kriminalitas dan pengangguran.