Pengelolaan Sumberdaya A Model for environment control of sustainable new town development. (case study: new town development of Bumi Serpong Damai

29 ditempatkan pada penggunaan yang paling menguntungkan bagi manusia, sekaligus mengkonservasinya untuk penggunaan di masa yang akan datang Sitorus, 2004. Menurut Sitorus 2004 dalam operasionalnya perencanaan penggunaan lahan bertujuan untuk 1 mencegah penggunaan lahan yang salah tempat dalam mengupayakan terciptanya penggunaan lahan yang optimal, 2 mencegah adanya salah urus yang menyebabkan lahan rusak, sehingga penggunaan lahan tidak berkesinambungan, 3 mencegah adanya tuna kendali dalam mengupayakan penggunaan lahan yang senantiasa diserasikan oleh adanya kendali, 4 menyediakan lahan untuk keperluan pembangunan yang terus meningkat, dan 5 memanfaatkan lahan sebesar-besarnya untuk kemakmuran manusia. Menurut Sitorus 2004 pengelolaan diartikan sebagai upaya sadar dan terpadu untuk mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Dalam konteks lingkungan, pengelolaan lingkungan dapat diartikan sebagai upaya terpadu untuk mengembangkan strategi untuk menghadapi, menghindari dan menyelesaikan penurunan kualitas lingkungan dan untuk mengorganisasikan program-program pelestarian lingkungan dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Selanjutnya dikatakan bahwa pengelolaan sumberdaya lahan adalah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada sebidang lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut secara berkelanjutan. Pada dasarnya terdapat dua fungsi dalam pengelolaan sumberdaya lahan secara garis besar, yaitu 1 tujuan fisik yang dinyatakan atau diukur dalam satuan- satuan fisik seperti produksi per hektar dan lain-lain dan dinyatakan dalam satuan- satuan volume atau berat dari hasil yang diperoleh, dan 2 tujuan ekonomis, yakni diukur dalam terminologi ekonomi seperti pendapatan bersih maksimum. Lebih lanjut dikatakan bahwa sistem pengelolaan lahan mencakup lima unsur, yang dalam sistem pengelolaan lahan harus dilihat sebagai suatu deretan unsur yang satu sama lain saling mengisi, yaitu: 1 Perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, 2 Tindakan-tindakan khusus konservasi tanah dan air, 3 Menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik, 4 Menggunakan sistem pergiliran tanaman yang tersusun baik, dan 5 Menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang bagi pertumbuhan tanaman. Lal dan Pierce 1991 menyatakan bahwa manajemen sumberdaya lahan di masa depan harus mampu: 1 mempertahankan dan memperbaiki kualitas sumberdaya lahan, 30 2 memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan kualitas sumberdaya lahan, air dan udara, serta 3 menyediakan kebutuhan makanan dan serat secara ekonomis dan sosial. Lebih lanjut dikatakan bahwa prinsip manajemen di masa depan adalah mengelola lahan dalam ruang space dan waktu time. Dalam kerangka ini diusulkan tiga prinsip manajemen spesifik yaitu: 1 berusaha tani dengan soilscape tanah dan landscape, 2 mengelola zona di lapangan, dan 3 mengelola periode beratidak ditanami non crop. Masalah yang sering terkait dengan tata ruang adalah ketidaktaatan azas inconsistencies antara rencana tata ruang wilayah RTRW dengan apa yang terjadi dalam pelaksanaannya. Sesungguhnya RTRW dimaksudkan sebagai alat koordinasi pembangunan sektor, artinya pembangunan sektor-sektor harus mengacu kepada RTRW. Menurut Djakapermana 2004 penataan ruang mencakup proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang dibedakan atas hirarki rencana yang meliputi rencana tata ruang wilayah RTRW Nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan. Pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW. Penataan ruang bertujuan agar pemanfaatan ruang menjadi berwawasan lingkungan, pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya dapat terlaksana, dan pemanfaatan ruang yang berkualitas dapat tercapai. Upaya penataan ruang ini juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dalam kaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataannya.

2.9. Pencemaran

Semakin meningkatnya kegiatan antropogenik, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran Fardiaz, 1992. Selanjutnya dikatakan bahwa pencemaran akan terjadi baik di perairan, udara maupun tanah. Pada pencemaran perairan seperti pada sungai, secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan saja. Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah bahan pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah, namun pada sungai yang arusnya lemah dan pergantian airnya tidak banyak, seringkali mengalami 31 pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar yang cukup tinggi. Selain itu arus yang lemah juga mengakibatkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut. Menurut Odum 1971 pencemaran adalah perubahan sifat-sifat fisik, kimia maupun biologi yang tidak dikehendaki yang dapat terjadi baik pada udara, tanah maupun air. Menurut Sutamihardja 1982 berdasarkan sumbernya bahan pencemar atau zat pencemar terbagi menjadi dua, yaitu yang berasal dari alam dan yang berasal dari kegiatan manusia. Ada berbagai parameter yang merupakan penanda bahwa suatu perairan telah tercemar. Namun demikian indikator pencemaran air yang umum dilihat dapat diketahui melalui: perubahan suhu, pH, warna, bau dan rasa air, timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut, jumlah padatan, nilai BOD, COD, mikroorganisme, kandungan minyak, logam berat dan meningkatnya radioaktivitas air lingkungan Manahan, 2002. Bahan buangan limbah dikelompokkan sebagai berikut: limbah padat, limbah organik, limbah anorganik, limbah olahan bahan makanan, limbah cairan berminyak, limbah zat kimia, dan limbah berupa panas. Pada dasarnya perairan tidak memiliki batas-batas yang jelas, sehingga pencemaran air dapat berakibat sangat luas Sutamihardja 1982. Selanjutnya dikatakan bahwa terjadinya pencemaran perubahan-perubahan tersebut sebagian besar berasal dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, baik di darat maupun di pesisir. Keadaan demikian juga dipengaruhi pula oleh adanya pergerakan massa air, angin dan arus yang terjadi di perairan atau di perairan laut terjadi di sepanjang pantai. Aktivitas manusia merupakan sumber terbesar dari pencemaran, karena itu pengendaliannya harus dilakukan dengan mengendalikan aktivitas manusia itu sendiri, di samping pengendalian sumber-sumber pencemar yang berasal dari aktivitas alam seperti banjir, tanah longsor dan lain-lain. Beberapa sumber pencemar dapat pula berasal dari aktivitas alam terjadi secara alami seperti letusan gunung berapi dan angin ribut. Khusus untuk terjadinya pencemaran alami, sangat sulit untuk menghindarinya. Pada umumnya pencemaran di negara berkembang seperti halnya Indonesia paling banyak beasal dari kegiatan industri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian El- Fadel et al. 2001 yang memperlihatkan bahwa industri-industri di negara berkembang seperti Lebanon menghasilkan limbah padat sebanyak 346.730 tontahun, limbah cair