Skenario Sub Model Lingkungan

sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang lebih dari 40 b. Ekonomi: pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20. c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. 4. Alternatif kebijakan berupa kombinasi dari a. Lingkungan: pembuatan instalasi pengolahan air limbah tingkat pertumbuhan 7 dan penggunaan katalisator pada tiap kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten sehingga diharapkan emisi gas buang kendaraan berkurang lebih dari 50 b. Ekonomi: pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 30. Pada kebijakan ini juga Kebijakan peningkatan pajak kendaraan pribadi c. Sosial: pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. Kebijakan tambahan untuk pembangunan pemukiman terpadu sehat Adapun hasil simulasi dari setiap skenario tersebut dapat dilihat pada Gambar 59 sampai dengan Gambar 78 dan pada Lampiran 5. Simulasi skenario submodel lingkungan Pada penelitian ini dibuat simulasi dari skenario submodel lingkungan yang terdiri dari kualitas air dan kualitas udara. Kualitas Air Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang beban COD dapat dilihat pada Gambar 59. Pada Gambar 59 terlihat trend penurunan COD pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik optimis terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan penurunan COD yang sangat signifikan. Gambar 59. Beban pencemaran COD tonhari skenario 1, 2, 3 dan 4 Beban pencemaran BOD tonhari Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang beban BOD dapat dilihat pada Gambar 60. Pada Gambar 60 terlihat trend penurunan BOD pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik optimis terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan penurunan BOD yang sangat signifikan, sehingga akan sangat mengurangi pencemaran bahan organik. Gambar 60. Beban pencemaran BOD tonhari skenario 1, 2, 3 dan 4 Beban pencemaran NO 3 tonhari Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang beban NO 3 dapat dilihat pada Gambar 61. Pada Gambar 61 terlihat trend penurunan NO 3 pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik optimis terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan penurunan NO 3 yang sangat signifikan, sehingga akan sangat mengurangi pencemaran bahan organik yang dapat menyuburkan perairan kelewat subur, seperti terjadinya blooming plankton Gambar 61. Beban pencemaran NO 3 tonhari skenario 1, 2, 3 dan 4 Beban pencemaran PO 4 tonhari Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang beban PO 4 dapat dilihat pada Gambar 62. Pada Gambar 62 terlihat trend penurunan PO 4 pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik optimis terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan penurunan PO 4 yang sangat signifikan, sehingga akan sangat mengurangi pencemaran bahan organik yang dapat menyuburkan perairan dan mengurangi adanya faktor pembatas akibat unsur phosphor yang meningkat. Gambar 62. Beban pencemaran PO 4 tonhari skenario 1, 2, 3 dan 4 Kualitas Udara Pada penelitian ini juga dilakukan simulasi terhadap kualitas udara pada skenario 1, 2, 3 dan 4. Sebagai contoh hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang emisi CO x µg Nm 3 dapat dilihat pada Gambar 63. Pada Gambar 63 terlihat trend penurunan CO x pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik optimis terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan penurunan CO x yang sangat signifikan, sehingga akan sangat mengurangi pencemaran udara, sekaligus akan menyumbang gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan iklim global. Gambar 63. Emisi CO x µgNm 3 skenario 1, 2, 3 dan 4 Emisi NO x µg Nm 3 Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang emisi NO x µgNm 3 dapat dilihat pada Gambar 64. Pada Gambar 64 terlihat trend penurunan CO x pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik optimis terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan penurunan NO x yang sangat signifikan, sehingga akan sangat mengurangi pencemaran udara, sekaligus akan menyumbang gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan iklim global. Gambar 64. Emisi NO x µgNm 3 skenario 1, 2, 3 dan 4 Emisi SO x µgNm 3 Hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 tentang emisi SO x µgNm 3 dapat dilihat pada Gambar 65. Pada Gambar 65 terlihat trend penurunan SO x pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik optimis terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan penurunan SO x yang sangat signifikan, sehingga akan sangat mengurangi pencemaran udara, sekaligus akan menyumbang gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan iklim global. Gambar 65. Emisi SO x µgNm 3 skenario 1, 2, 3 dan 4 Simulasi skenario submodel ekonomi Pada penelitian ini juga dilakukan simulasi terhadap sub model ekonomi pada skenario 1, 2, 3 dan 4. Sebagai contoh hasil simulasi skenario 1, 2, 3, dan 4 dapat dilihat pada Gambar 66. Pada Gambar 66 terlihat trend peningkatan PDRB pengangkutan dan komunikasi pada skenario 2, 3 dan 4. Adapun skenario terbaik optimis terjadi pada skenario 4 yang menghasilkan PDRB pengangkutan dan komunikasi yang meningkat secara sangat signifikan, sehingga akan sangat membantu meningkatkan PDRB Kota Tangsel. Kondisi yang sama juga terjadi kegiatan ekonomi lainnya seperti yang tersaji pada Gambar 66-70. Gambar 66. Sub model ekonomi dari kegiatan pengangkutan dan komunikasi skenario 1, 2, 3 dan 4 Gambar 67. Submodel ekonomi dari kegiatan perdagangan hotel dan Restoran skenario 1, 2, 3 dan 4 PDRB Jasa : jasa-jasa Di Kota Tangerang Selatan, selain terdapat kegiatan ekonomi seperti tersebut di atas, juga terdapat penelirimaan PDRB yang berasal dari bidang jasa yang hasil simulasi skenario 1, 2, 3 dan 4 nya seperti ditunjukan oleh Gambar 68. Selain itu PDRB juga dapat berasal dari bank, persewaan dan jasa perusahaan Gambar 69 serta dari kegiatan ekonomi lainnya yang skenarionya dapat dilihat pada Gambar 70. Gambar 68. Submodel ekonomi dari kegiatan jasa skenario 1, 2, 3 dan 4 Gambar 69. Submodel ekonomi dari kegiatan bank, persewaan dan jasa perusahaan skenario 1, 2, 3 dan 4 Gambar 70. Submodel ekonomi dari kegiatan ekonomi lain skenario 1, 2, 3 dan 4 Infrastruktur, total panjang jalan km Hasil simulasi skenario 1, 2, 3 dan 4 dalam hal infrastruktur panjang jalan dari tahun 2008 hingga 2016 dapat dilihat pada Gambar 71, sedangkan simulasi kerusakan jalannya dapat dilihat pada Gambar 72. Gambar 71. Infrastruktur jalan skenario 1, 2, 3 dan 4 Gambar 72. Infrastruktur kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4 Adapun hasil simulasi persentase tambahan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pekerja akibat kerusakan jalan dengan skenario 1, 2, 3 dan 4 tersaji pada Gambar 73. Gambar 73. Persentase tambahan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pekerja akibat kerusakan jalan skenario 1, 2, 3 dan 4 Hasil simulasi jumlah kendaraan roda dua pada skenario 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Gambar 74. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa baik pada skenario 1, 2, 3, dan 4 akan terjadi kenaikan kendaraan roda dua, namun dengan kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar skenario. Gambar 74. Jumlah kendaraan roda dua, skenario 1, 2, 3 dan 4 Hasil simulasi jumlah kendaraan roda empat pada skenario 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Gambar 75. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa baik pada skenario 1, 2, 3, dan 4 akan terjadi kondisi yang sama dengan pada kendaraan roda dua, namun dengan kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar skenario. jumlah kendaraan roda empat, namun dengan kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar skenario. Selain itu kenaikan jumlah kendaraan roda empat lebih rendah dibanding roda dua. Gambar 75. Jumlah kendaraan roda empat, skenario 1, 2, 3 dan 4 Simulasi skenario submodel sosial Hasil simulasi terhadap jumlah penduduk pada skenario 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Gambar 76. Gambar 76. Skenario sub model sosial berdasarkan jumlah penduduk, skenario 1, 2, 3 dan 4 Hasil simulasi terhadap jumlah rumah pada skenario 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Gambar 77. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa baik pada skenario 1, 2, 3, dan 4 akan terjadi kondisi yang sama dengan pada simulasi lainnya yakni akan terjadi peningkatan jumlah rumah seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, namun dengan kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar skenario. Hasil simulasi terhadap jumlah penduduk komuter pada skenario 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Gambar 78. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa baik pada skenario 1, 2, 3, dan 4 akan terjadi kondisi yang sama dengan pada simulasi lainnya yakni akan terjadi peningkatan jumlah jumlah penduduk komuter seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Tangerang Selatan, namun dengan kecepatan peningkatan yang berbeda-beda antar skenario. Gambar 77. Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah rumah, skenario 1, 2, 3 dan 4 Gambar 78. Skenario submodel sosial berdasarkan jumlah penduduk komuter, skenario 1, 2, 3 dan 4 Berdasarkan skenario yang dibangun seperti tersebut di atas, idealnya skenario yang sebaiknya diimplementasikan adalah skenario ke 3 yakni melakukan pembuatan instalasi pengolahan air limbah IPAL dengan tingkat pertumbuhan 5. Pada dasarnya pertumbuhan instalasi pengolah air limbah sebanyak 5 didasarkan pada hasil penelitian Sitepu 2009 yang mengatakan bahwa kawasan permukiman umumnya belum mempunyai IPAL dan penelitian Napitupulu 2009 yang mengatakan bahwa setelah ada undang-undang yang mengatur pencemaran, ternyata pertumbuhan IPAL hanya kurang dari 5. Nilai tingkat pertumbuhan IPAL 5 masih dimungkinkan untuk terjadi, mengingat kesadaran masyarakat dengan semakin baik dengan semakin meningkatnya kesejahteraan. Hal ini sesuai dengan Teori Kuznet yang mengatakan bahwa semakin makmur, kesadaran terhadap lingkungan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Iwami 2001; Bartz dan Kelly 2004; Susandi 2004 yang memperlihatkan bahwa terdapat relasi antara tingkat pencemaran dan pendapatan, yakni membuktikan bahwa pencemaran dan emisi akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan, namun pencemaran dan emisi juga akan menurun pada tingkat pendapatan tertentu yang digambarkan dalam bentuk environmental kuznets curve EKC. Selanjutnya Bartz dan Kelly 2004 juga mengatakan bahwa meningkatnya pendapatan akan menurunkan tingkat pencemaran, karena pada tingkat pendapatan tertentu marginal abatement cost akan meningkat sehingga kontrol terhadap lingkungan seperti pencemaran dan emisi juga meningkat. Oleh karena itu maka dengan adanya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang semakin membaik, diduga akan meningkatkan paksaan terhadap kegiatan antropogenik seperti kegiatan industri untuk membangun IPAL juga akan semakin meningkat, dan nilai 5 dirasa cukup wajar. Pada skenario ini Pemda juga idealnya mewajibkan setiap kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan memakai katalisator, yakni alat yang dipasang pada kendaraan dengan tujuan untuk menurunkan pencemaran dan menurunkan emisi gas buang. Setelah dilakukan aturan yang mewajibkan penggunaan katalisator, selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap setiap kendaraan yang ada di Kota Tangerang apakah mereka sudah menggunakan katalisator atau belum. Berdasarkan hal tersebut, maka Pemda Tangerang Selatan idealnya melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan bermotor. Pemeriksaan terhadap katalisator kendaraan ini dapat dilakukan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan. Selain itu Pemda juga hendaknya melakukan uji emisi gas buang kendaraan secara periodik dan konsisten. Apabila hal tersebut dilakukan secara tertib, teratur dan mengikat pada seluruh warga tanpa pandang bulu, maka diharapkan akan dapat menekan emisi gas buang kendaraan lebih dari 40. Apabila emisi gas buang di Tangerang Selatan dapat diturunkan sebanyak 40. Hal ini mengandung arti bahwa Pemda Tangerang Selatan telah ikut serta membantu pemerintah pusat dalam mengimplementasikan janji pemerintah untuk menurunkan GRK sebanyak 26. Pada skenario ke tiga ini selain dilakukan hal tersebut di atas, juga dilakukan pembatasan umur kendaraan pribadi. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengenakan pajak pada kendaraan pribadi yang umurnya tua, yakni pajaknya relatif lebih tinggi progressive taxation. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengurangi pencemaran dan mengurangi emisi gas buang, mengingat pada kendaraan yang sudah tua, apalagi jika tidak terurus, umumnya pembakaran bahan bakarnya kurang sempurna, sehingga seringkali dihasilkan bahan pencemaran atmosfir yang cukup tinggi, begitu pula halnya dengan gas rumah kaca yang dihasilkannya. Selain itu dapat dilakukan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20. Perbaikan jalan 20 ini didasarkan pada hasil studi literature di beberapa kabupaten dan kota sekitar DKI Jakarta yang memperlihatkan bahwa perbaikan jalan yang dilakukan selama ini pada umumnya maksimal 20. Adanya infrastruktur yang baik akan memperbaiki kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan pada kondisi normal kendaraan dapat melaju dengan cepat apabila jalan yang dilalui dalam kondisi mulus, apalagi jika lebar jalan tersebut diperluas dan panjang jalan ditambah, sehingga dari situ akan terdapat jalan alternatif yang akan menjadi pilihan pengemudi kendaraan. Selain hal tersebut di atas, peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan yang memperlancar perjalanan seringkali juga berdampak positif pada terjadinya peningkatkan kegiatan ekonomi. Hal yang tidak kalah pentingnya jika akan mengimplementasikan skenario ke tiga adalah melakukan pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana KB. Hal ini dilakukan mengingat munculnya berbagai masalah lingkungan, ada indikasi bahwa penyebab utamanya adalah akibat ketidak mampuan pemerintah untuk menurunkan kecepatan pertumbuhan penduduk. Untuk itu, Pemda harus segera mencanangkan kembali program KB, dan membentuk kembali Dinas atau Subdit yang menangani khusus KB dan aktif mensosialisasikan ke seluruh peloksok Kabupaten Tangerang Selatan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong Pemda dan Pemerintah Pusat untuk membuat kebijakan daerah tentang urbanisasi, dan mendorong pemerintah pusat untuk mengadakan berbagai program yang dapat mencegah terjadinya urbanisasi seperti dengan menggalakan program pengembangan perdesaan, program agropolitan, program minapolitan, program agrowisata, dan sebagainya. Salah satu contoh program agropolitan atau minapolitan, merupakan satu program pemerintah untuk membuat pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan perdesaan. Adanya pertumbuhan ekonomi baru ini pada akhirnya dapat menurunkan tingkat urbanisasi, mengingat masyarakat desa yang umumnya sulit mencari penghidupan di desa dengan adanya pertumbuhan ekonomi di pusat pertumbuhan baru yang ada di desa inti atau di hinterland-nya, akan mendorong masyarakat tersebut untuk berupaya di kampungnya sendiri.

5.4. Prioritas Kebijakan Pengembangan Kota Baru BSD

Berdasarkan hasil analisis MDS dan hasil pembuatan model selanjutnya dibuat prioritas kebijakan. Hasil analisis MDS yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh 22 buah faktor pengungkit dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi dan hukum kelembagaan. Ke 22 faktor pengungkit tersebut selanjutnya dianalisis lagi dengan menggunakan analisis prospektif, sehingga diperoleh lima buah faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD ditambah dengan enam buah faktor penghubung yang juga mempunyai pengaruh yang besar. Berdasarkan faktor kunci dan faktor penghubung ini digabung dengan hasil pemodelan dengan memperhatikan alternatif skenario kebijakan ke-3, yakni alternatif kebijakan berupa kombinasi dari lingkungan berupa pembuatan instalasi pengolahan air limbah tingkat pertumbuhan 5 dan penggunaan katalisator pada tiap kendaraan yang ada di Kota Tangerang Selatan serta uji emisi gas buang kendaraan dilakukan secara periodik dan konsisten. Khusus untuk ekonomi dilakukan pembatasan umur kendaraan pribadi dan peningkatan kapasitas insfrastrutur jalan, dengan menambah panjang jalan, membuat jalan alternatif atau memperlebar jalan sehingga diperoleh peningkatan kapasitas jaringan jalan secara periodik. Tingkat perbaikan jalan rusak bertambah 20. Aspek sosialnya berupa pengendalian pertumbuhan penduduk dengan pemantapan program keluarga berencana diiringi dengan pembuatan kebijakan daerah tentang urbanisasi. Maka disusun prioritas kebijakan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, yakni: 1. Dalam rangka meningkatkan produktifitas pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, keefisienan dan keefektipan proses pengelolaan lingkungan, maka kegiatan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD harus mampu mengadakan teknologi produksi bersih yang dapat menurunkan pencemaran udara dan terlepasnya emisi gas buang yang merupakan salah satu penyumbang yang cukup dominan untuk gas rumah kaca, sehingga masalah pencemaran udara dan emisi GRK dapat tertanggulangi dengan baik. 2. Kawasan Kota Baru BSD juga harus membangun instalasi pengolahan air limbah IPAL komunal untuk masing-masing kegiatan sehingga dapat mengolah limbah cair yang dihasilkan dari proses kegiatan antropogenik dan tidak membuangnya ke lingkungan secara langsung. Adanya pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari berbagai kegiatan antropogenik ini relatif akan menjaga kualitas air, sehingga tidak terjadi pencemaran air pada ekosistem air penerimanya 3. Pada pembangunan kawasan kota baru juga harus dicari berbagai upaya agar pencemaran udara dan terlepasnya GRK tidak semakin tinggi. Untuk ini hal yang dapat dilakukan antara lain adalah mengurangi sedapat mungkin penggunaan kendaraan pribadi, dengan menyediakan moda transportasi umum yang dapat menjangkau semua lokasi baik yang ada di pusat kota maupun ke kota satelit lainnya di kawasan metropolitan DKI Jakarta. Selain itu moda transportasi tersebut harus dibuat senyaman mungkin dan dapat berjalan secara cepat sehingga akan menjadi pilihan bagi para pengguna jasa transportasi. Untuk itu maka sarana dan prasarana komuter harus tersedia dengan baik, baik di Kota