Dimensi Infrastruktur dan Teknologi
dan prasarana jalan yang efektif dan efisien, 11 akses masyarakat terhadap utilitas ekonomi, 12 ketersediaan sarana dan prasarana komuter, dan 13 ketersediaan sarana
dan prasarana early warning system.
Gambar 20. Indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi Kota Baru BSD Adapun peran masing-masing aspek pada atribut infrastruktur dan teknologi ini
dianalisis dengan menggunakan analisis leverage. Atribut-atribut yang lebih sensitif yang memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur
dan teknologi hasil analisis laverage ini diperoleh empat atribut yang paling sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu 1
ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair, 2 ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair, 3 ketersediaan sarana dan
prasarana jalan yang efektif dan efisien, dan 4 ketersediaan sarana dan prasarana komuter.
Dalam rangka meningkatkan keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi, maka atribut-atribut tersebut perlu dikelola dengan baik agar nilai indeks
keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi ini meningkat untuk masa yang akan datang, dengan cara meningkatkan peran setiap atribut yang memberikan dampak
positif dan menekan setiap atribut yang dapat berdampak negatif terhadap indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi.
Hasil analisis laverage tersebut dapat dilihat seperti Gambar 21.
52,20
RAPPERUMTES Ordination
Down Up
Bad Good
-60 -40
-20 20
40 60
-20 20
40 60
80 100
120
Status Permukiman
52,20
Atribut yang paling penting dari dimensi infrastruktur dan teknologi adalah ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair. Hal ini merupakan
satu petunjuk bahwa dalam rangka melestarikan lingkungan Kota Baru BSD sarana pendukung seperti pengolahan limbah domestik cair di suatu kawasan kota baru tidak
dapat diabaikan bahkan harus mendapatkan perhatian yang sangat serius, karena hampir setiap aktivitas masyarakat di permukiman akan menghasilkan limbah domestik cair.
Selain itu dalam satu kawasan permukiman, jumlah rumah yang ada di dalamnya tidak mungkin jumlahnya sedikit, sehingga limbah domestik yang akan dihasilkan juga
jumlahnya akan sangat banyak.
Gambar 21. Peran masing-masing atribut dimensi infrastruktur dan teknologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai root mean square RMS.
Menurut Sitepu 2009 pada limbah domestik ini tidak sekedar hanya terdapat limbah organik mudah urai BOD, TSS, Minyak dan lemak, namun dapat
mengakibatkan tercemarnya lingkungan adalah H
2
S, orthofosfat, ammonia, nitrit, DO, BOD, COD, phenol dan detergen serta fecal coli. Selanjutnya disarankan agar dalam
rangka menghindari terjadinya pencemaran akibat limbah domestik di kawasan perumahan yang dibutuhkan bukan hanya persepsi semata, namun perlu tindakan nyata
untuk mewujudkan persepsi tersebut dalam berbagai aksi, seperti aksi melakukan
Leverage of Attributes
3.43 1.67
1.23 1.03
1.11 2.74
4.54 8.18
0.52 0.69
3.21 0.24
2.46
2 4
6 8
10
Sarana penurun emisi GRK Sarana pengolah limbah padat
Jalan yang efektifefisien Akses terhadap utilitas ekonomi
Penggunaan sarana transportasi Sarana monitoring kualitas air
Sarana pengolah limbah industry cair Sarana Pengolah limbah domestic cair
Sarana penanganan bencana Sarana fasilitas sosial
Ketersediaan sarana komuter Sarana early warning
Sarana monitoring kualitas udarak
Attribute
Root mean square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed on Status scale 0 to 100
pembangunan IPAL domestik, melakukan pengolahan limbah domestik cair yang efisien dan efektif sehingga dapat menurunkan bahan pencemar dalam limbah cair yang
jenisnya semakin beragam. Oleh karena itu maka tersedianya sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair yang memadai di suatu kawasan permukiman atau di
kota baru tentunya bukan hanya akan menciptakan suasana yang nyaman bagi penghuninya, namun juga akan dapat menyelamatkan lingkungan dan menjaga
kelestarian lingkungan secara makro. Dalam kota baru selain harus tersedia sarana dan prasarana pengolahan limbah
domestik cair, juga perlu disediakan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair, mengingat di kota baru selain terdapat permukiman juga terdapat kawasan bisnis,
yang di dalamnya terdapat kegiatan industri. Pada kawasan industri hal yang paling sering terjadi adalah sangat sulitnya menghilangkan limbah.
Hal ini terjadi karena industri yang ada di kota baru pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya, belum
menerapkan konsep produksi bersih, seperti yang diinginkan oleh masyarakat dunia yang tertuang pada Agenda 21 yang menganjurkan dilaksanakannya teknologi bersih,
sehingga dapat mengurangi jumlah limbah dan memudahkan pembuangan limbah secara aman Memahami KTT Bumi, 1992.
Limbah industri seringkali banyak disoroti oleh berbagai kalangan, karena limbah industri pada umumnya mengandung berbagai senyawa baik dalam bentuk padat,
gas maupun cair yang mengandung senyawa organik dan anorganik yang umumnya termasuk ke dalam limbah yang di dalamnya mengandung bahan berbahaya dan
beracun B3 dengan jumlah yang seringkali melebihi batas yang ditentukan. Kondisi tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya pencemaran, sehingga akan
menimbulkan terjadinya degradasi lingkungan. Industri pada umumnya berpotensi untuk mencemari lingkungan. Oleh karena
itu maka salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian di kawasan industri yang ada di Kota Baru BSD adalah belum terdapatnya pengolah air buangan limbah cair
industri. Dalam pengolahan air buangan ini, berdasarkan pengamatan di lapang, ada indikasi bahwa perusahaan yang memiliki IPAL di lokasi penelitian relatif hampir tidak
ada. Hal ini disebabkan operasional IPAL dan pemeliharaannya membutuhkan
keterampilan tenaga-tenaga pelaksana dan biaya pengoperasian IPAL tersebut relatif
sangat mahal, sehingga menjadi kendala bukan hanya untuk kota baru, namun juga di kawasan industri lainnya yang tersebar di seluruh peloksok tanah air.
Kesadaran masyarakat
industri dalam
melakukan pengelolaan
terhadap lingkungan, dalam hal ini terhadap limbah cair yang dihasilkannya juga pada umumnya
masih minim. Bahkan tidak hanya itu masih ada beberapa perusahaan secara umum terjadi di Indonesia yang beranggapan bahwa program lingkungan dianggap sebagai
penghalang oleh perusahaan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Kondisi ini terjadi karena pengetahuan dan kesadaran para pelaku industri yang relatif minim.
Selain hal tersebut, khusus untuk perusahaan yang sudah melakukan program lingkungan, pada umumnya perusahaan tersebut juga sangat tertutup dalam hal
informasi kualitas air buangannya. Oleh karenanya, maka perusahaan-perusahaan
seringkali tidak mau memberikan informasi yang sebenarnya tentang kondisi kualitas limbah cairnya. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan seringkali relatif tidak
melaksanakan pengelolaan terhadap lingkungan, atau kalaupun melakukan pengelolaan, maka pengelolaan yang dilakukan relatif tidak optimal, sehingga kualitas limbah cair
yang dihasilkannya dan selanjutnya dibuang ke perairan masih relatif jelek. Relatif tidak adanya IPAL di industri-industri Kota Baru BSD diduga karena
tingginya biaya investasi dan biaya operasional IPAL. Pada saat ini sebenarnya sudah ada aturan namun bersifat sukarela untuk industri-industri yang mengekspor
produknya ke berbagainegara. Dalam hal ini apabila industri tersebut melakukan ekspor produknya ke negara-negara Eropa. Negara Eropa umumnya sudah menerapkan agar
perusahaan pengekspor ecolabelling sudah menerapkan ecolabelling, sehingga mulai dari input, proses dan out put tidak akan menghasilkan bahan pencemar dan tidak akan
merusak lingkungan. Oleh karena itu, maka berapapun mahalnya instalasi dan
operasionalnya, industri tersebut pada umumnya akan berupaya membangun IPAL dan melaksanakan produksi bersih, sehingga produknya dapat diekspor. Oleh karena itu,
maka ada baiknya jika perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Kota Baru BSD didorong agar melakukan ekspor ke negara-negara Eropa, sehingga perusahaan tersebut
dituntut oleh konsumennya untuk melaksanakan program ecolabelling secara sukarela. Atribut sensitif lain yang harus diperhatikan pada pengelolaan lingkungan di kota
baru adalah ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien, dan ketersediaan sarana dan prasarana komuter.
Hal ini disebabkan keberadaan sarana
transportasi yang memadai dan sistem transportasi dan terutama infrastruktur jalan raya yang efektif dan efisien merupakan salah satu alat terpenting untuk mencapai standar
kehidupan yang tinggi, tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karenanya sangat wajar jika pada akhirnya membawa konsekuensi penggunaan teknologi baru
yang lebih canggih, seperti interchanges, jalan-jalan layang fly overs, jalan bebas hambatan freeways, jalur kereta layang elevated railways track. Adapun tanda-tanda
lalu lintas yang terkoordinasi, dan sebagainya untuk menampung kecepatan yang lebih tinggi dan aliran jumlah lalu lintas yang lebih besar, terutama di daerah perkotaan,
sehingga efektifitas tersebut tidak terlalu mengakibatkan terjadinya kemacetan lalu lintas dan pencemaran udara dan kebisingan.
Dalam rangka menciptakan jaringan jalan yang efektif dan efisien, maka harus dibuat perencanaan tata guna lahan atau perencanaan sistem transportasisedemikian
rupa, sehingga dapat mencapai keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna lahan dengan kemampuan transportasi. Selain hal tersebut dalam melakukan
pengembangan teknologi di bidang transportasi juga hendaknya adalah teknologi prasarana transportasi berupa jaringan jalan, mengingat sistem transportasi yang
berkembang semakin cepat menuntut perubahan tata jaringan jalan yang dapat menampung kebutuhan lalu lintas yang berkembang tersebut.
Transportasi juga
memegang peran
strategis untuk
berfungsinya suatu
metropolitan, yang di dalamnya bukan hanya metropolitan semata sebagai kota induk, namun juga terdapat kota di sekitarnya yang bersifat satelit, yang mandiri atau masih
erat terkait dengan kota induknya. Adapun kota tersebut, tidak lain adalah kota baru. Jaringan transportasi penumpang untuk menghubungkan antara kawasan permukiman di
kota baru dengan tempat kerja merupakan fungsi yang amat menentukan struktur transportasi antara kota induk dan kota satelitnya.
Tingginya peradaban masyarakat kota metropolitan yang didukung oleh tingginya pendapatan, pada umumnya akan mendorong meningkatnya penggunaan kendaraan
pribadi. Hal ini disebabkan penggunaan kendaraan pribadi merupakan cerminan
peningkatan taraf hidup seseorang, sekaligus memenuhi kebutuhan mobilitas yang tinggi di perkotaan.
Pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang disatu sisi merupakan keberhasilan dari penyediaan sistem jaringan transportasi jalan dengan
peningkatan kemakmuran dan mobilitas penduduk, disisi lain menimbulkan kerusakan
kualitas kehidupan karena terjadinya kemacetan, polusi udara dan polusi suara Tamin, 2005. Oleh karena itu maka untuk menghindari pemakaian kendaraan pribadi yang
berlebihan maka perlu diciptakan kendaraan pengangkut penumpang masal yang aman, nyaman dan cepat. Khusus untuk masyarakat Kota Baru BSD yang umumnya bekerja
di kota utama atau di kota satelit lainnya, dalam rangka menjaga efisiensi dan efektitas serta untuk menghindari terjadinya pencemaran maka harustersedia sarana dan
prasarana komuter, atau dengan kata lainperlu tersedia kendaraan yang dapat mengangkut penumpang yang jumlahnya banyak dan mobilitasnya tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Dardak 2006 yang mengatakan bahwa diperlukan jaringan
transportasi massal mass transit yang beragam jenis dan kombinasinya dengan ongkos yang mampu dibayar oleh masyarakat dan tidak terlalu membebani anggaran daerah.
Oleh karena itu maka kapasitas sistem jaringan transportasi komuter harus didesain sedemikian rupa untuk dapat menampung bangkitan lalu lintas dari sistem kegiatan
sehingga tidak terjadi kemacetan.