Model Logit Tinjauan Penelitian Terdahulu

kolom. Sedangkan analisis Crosstab – Chi Square adalah suatu analisis hubungan antar variabel data nominal. Tabulasi silang digunakan untuk menggambarkan jumlah data dan hubungan antar variabel. Selain itu, untuk menguji ada tidaknya hubungan antar variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji hipotesa. Crosstab digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang yang terdiri atas baris dan kolam. Data input yang dimasukan dalam penggunaan crosstab adalah data nominal atau ordinal. Uji ketergantungan crosstab pada statistik ditentukan melalui Chi-Square test dengan mengamati ada tidaknya hubungan antarvariabel yang dimasukan baris dan kolam. Penentuan Chi-Square test menggunakan hipotesis yaitu: H : Tidak ada hubungan antara baris dan kolam H 1 : Ada hubungan antara baris dan kolam Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika menggunakan program SPSS dengan menggunakan nilai Asymp. Sig. 2-sided yang terdapat pada Chi- Square test. Apabila nilai Asymp. Sig. 2-sided lebih dari 0,05 maka H diterima. Apabila nilai Asymp. Sig. 2-sided kurang dari 0,05 maka H ditolak yang artinya ada hubungan antara baris dan kolam Wahana, 2007.

2.6 Model Logit

Analisis regresi logit merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah bebas terhadap peubah terikat melalui model persamaan matematis tertentu. Namun jika peubah terikat dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit Hosmer dan Lemeshow, 1989. Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan yatidak atau sukatidak. Sedangkan peubah bebas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah terikat. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut: P i = FZ i = Fα + βX i = � �+� −� = � �+� − + � .......................................... 2.1 � � = �−� � � � ......................................................................................................... 2.2 ℯ mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural ℯ = 2,718. Peubah P i 1-P i dalam persamaan di atas disebut odds, yang sering juga diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan nol alternatifnya. Nilai odds adalah suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan satu. Jika persamaan 2.2 ditransformasikan dengan logaritma natural maka: � � = ln �−� � � � → ln �−� � � � = � � = α + βX i ................................................ 2.3 Persamaan 2.3 menunjukkan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah dapat mentransformasikan masalah prediksi peluang dalam selang 0;1 ke masalah prediksi log odds tentang kejadian Y=1 dalam selang bilangan riil Juanda, 2009.

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil survei AC Nielsen pada tahun 2010 di seluruh kawasan Asia Pasifik, jumlah pasar modern meningkat dari 35 persen pada tahun 2000 menjadi 53 persen pada tahun 2010. Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan pasar modern paling cepat di Asia Tenggara sebesar 1,6 persen per tahun selama 10 tahun terakhir. Saluran distribusi yang paling cepat di Indonesia adalah minimarket yang dipimpin oleh Indomaret dan Alfamart. Selama satu dekade, peningkatan jumlah minimarket dari hanya sekitar 2000 menjadi lebih dari 11.500. Saat ini sulit berdiri di sudut kota tanpa tidak melihat setidaknya 2 minimarket, yaitu alfamart dan indomaret. Pangsa pasar minimarket tersebut telah meningkat hingga 17 persen. India dan Indonesia adalah satu-satunya pasar di mana lebih dari 60 persen pembeli utamanya adalah ibu rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Rasidin 2011 menganalisis tentang kehadiran pasar modern yang berpengaruh negatif terhadap UKM sektor perdagangan dengan rata-rata penurunan omzetnya sebesar 25 persen pada usaha mikro, 22,48 persen pada usaha kecil dan 21,60 persen pada usaha menengah. Harga dan mutu produk UKM Kabupaten Subang belum mampu bersaing secara seimbang dengan harga dan mutu produk yang dijual di pasar modern pada industri pengolahan. Hal ini berimbas terhadap penurunan omzet UKM sektor industri pengolahan berkisar 36,43 persen hingga 40 persen. Rata-rata tingkat penyerapan tenaga kerja pasar modern di Kabupaten Subang adalah sebesar 7 orang tenaga kerja per-unit usaha pasar modern. Pasar modern dapat dikatakan tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja karena tingkat penyerapannya lebih kecil dibandingkan dengan UKM sektor industri pengolahan yang bisa mencapai 53 orang per unit usaha. Bisnis ritel selain mempunyai fungsi sebagai perantara dalam saluran pemasaran juga mempunyai fungsi-fungsi dalam hal informasi, promosi, negosiasi, pemesanan, pembiayaan, pengambilan resiko, pembayaran dan hak milik. Peran bisnis ritel dalam saluran pemasaran bagi produsen mencakup pada produk, pendanaan, iklan dan promosi, konsumen, dan pesaing. Iklan dan promosi yang dilakukan bisnis ritel meningkatkan kemampuan pasar. Produsen juga mendapatkan informasi mengenai konsumen dan pesaing dari peritel, sehingga bisa mengevaluasi produk sendiri dan kekuatan pesaing Utomo, 2009. Suryadharma, Poesoro, dan Budiyati 2007 melakukan kajian terhadap masalah kehadiran pasar modern terhadap pasar tradisional. Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan didukung dengan metode kualitatif yang dilakukan di Depok dan Bandung sebagai proksi dari kota besar di Indonesia. Hasil analisis menjelaskan bahwa supermarket berdampak terhadap kinerja usaha pedagang di pasar tradisional. Para pedagang di pasar tradisional mengeluhkan keberadaan pasar modern, khususnya hypermarket di sekitar mereka yang mempengaruhi kuntungan mereka. Hasil analisis kuantitatif memperlihatkan adanya dampak yang berbeda dari keberadaan supermarket terhadap beberapa aspek dari kinerja usaha perdagangan di pasar tradisional yang diukur melalui variabel omzet, keuntungan, dan jumlah pegawai. Kehadiran ritel modern, di satu sisi dapat membantu masyarakat mendapatkan barang kebutuhan dengan mudah dan harga terjangkau serta penyerapan tenaga kerja, namun di sisi lain, dapat mematikan usaha-usaha kecil tradisional yang kegiatannya tidak lebih dari sekedar untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Berdasarkan analisis kualitatif, ritel modern memberi dampak negatif pada ritel tradisional. Pasar tradisional yang berada dekat dengan ritel modern ritel modern yang mengambil lokasi dekat dengan pasar tradisional terkena dampak yang lebih buruk dibanding yang berada jauh dari peritel modern. Kecenderungan untuk mendapatkan kontribusi sebagai penerimaan pendapatan daerah, seringkali menjadi pertimbangan untuk mengeluarkan izin-izin bagi pasar modern, baik peritel lokal maupun asing, sehingga mengurangi peran dalam melakukan pengawasan dan pembinaan bagi pasar-pasar tradisional. Tidak adanya hambatan masuk pada bisnis ritel ini, membuat para peritel asing merajalela memasuki pasar Indonesia Martadisastra, 2010. Penelitian yang telah dilakukan Agustina 2009 menganalisis tentang pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada periode tahun 2003-2008, pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Jumlah pasar tradisional di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 mengalami pertumbuhan positif sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang stagnan atau tidak terjadi pertumbuhan pasar tradisional pada periode tersebut. Namun pada periode tahun 2003-2008 pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang negatif. Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah tangga dan tingkat pendapatan per kapita. Nuvitasari 2009 melakukan kajian mengenai pengeluaran rumah tangga di Propinsi Kepulauan Riau, khususnya kota Batam dan Kabupaten Karimun. Hasil kajian empiris menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga sebagai salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga secara signifikan dipengaruhi oleh umur kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan upah kepala rumah tangga. Perubahan pola konsumsi rumah tangga di Kabupaten Tuban dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan jumlah anggota rumah tangga, perubahan harga relatif komoditi pangan bersangkutan dan komoditi pangan lain sebagai substitusi atau komplementer, perubahan pendapatan, preferensi serta beberapa faktor lain. Pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, dan jenis pekerjaan kepala keluarga berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi beras maupun non beras di Kabupaten Tuban Taufiq, 2007.

2.8 Kerangka Pemikiran