39
4.7. Pertumbuhan
4.7.1. Hubungan Panjang dan Bobot
Analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan data panjang total dan bobot basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan pepetek di
perairan Teluk Jakarta. Hubungan panjang bobot ikan pepetek pada setiap pengambilan contoh di
Teluk Jakarta disajikan pada Tabel 8, ikan pepetek jantan pada Tabel 9 dan ikan pepetek betina pada Tabel 10.
Tabel 8. Hubungan panjang bobot ikan pepetek Leiognathus equulus di TPI Cilincing, Teluk Jakarta setiap pengambilan contoh
Pengambilan Waktu
n b
R
2
keterangan Contoh
1 23 Oktober 2010
37 2.409
0.66 Allometrik negatif
2 6 November 2010
53 2.826
0.93 Allometrik negatif
3 20 November 2010
95 2.987
0.94 Allometrik negatif
4 4 Desember 2010
110 2.829
0.89 Allometrik negatif
5 18 Desember 2010
116 2.48
0.74 Allometrik negatif
Tabel 9. Hubungan panjang bobot ikan pepetek Leiognathus equulus jantan di TPI Cilincing, Teluk Jakarta setiap pengambilan contoh
Pengambilan Waktu
n b
R
2
keterangan Contoh
1 6 November 2010
33 2.97
0.93 isometrik
2 20 November 2010
52 2.97
0.93 Allometrik negatif
3 4 Desember 2010
74 2.97
0.93 Allometrik negatif
4 18 Desember 2010
84 2.51
0.75 Allometrik negatif
Tabel 10. Hubungan panjang bobot ikan pepetek Leiognathus equulus betina di TPI Cilincing, Teluk Jakarta setiap pengambilan contoh
Pengambilan Waktu
n b
R
2
keterangan Contoh
1 6 November 2010
20 2.75
0.94 Allometrik negatif
2 20 November 2010
43 2.99
0.97 isometrik
3 4 Desember 2010
36 2.08
0.69 Allometrik negatif
4 18 Desember 2010
32 2.38
0.74 Allometrik negatif
40
Ikan pepetek contoh yang digunakan sebanyak 411 ekor ikan. Pengambilan contoh yang dilakukan selama lima kali menunjukkan pertumbuhan bersifat
allometrik negatif yaitu laju pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan bobot yang didukung dengan dilakukan uji t pada selang kepercayaan 95.
Gambar 12. Hubungan panjang-bobot dan hubungan logaritma panjang-logaritma bobot ikan pepetek Leiognathus equulus di TPI Cilincing, Teluk Jakarta pada bulan
Oktober 2010-Desember 2010
Dengan menggunakan analisis hubungan panjang bobot Gambar 12 diketahui persamaan W = 0.00004L
2.836
dengan nilai b sebesar 2.836 berdasarkan uji t dilakukan terhadap
nilai b dengan α = 0.05 diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan pepetek bersifat allometrik negatif yaitu pola pertumbuhan panjang lebih dominan
dibandingkan pertumbuhan bobot. Pada persamaan logaritma panjang dan logaritma bobot memperoleh persamaan Log W= 2.836 Log L - 4.454 yang artinya setiap
penambahan logaritma panjang sebesar 1 mm akan menaikan logaritma bobot sebesar 2.836 gram.
Gambar 13. Hubungan panjang-bobot dan hubungan logaritma panjang-logaritma bobot ikan pepetek Leiognathus equulus jantan di TPI Cilincing, Teluk Jakarta
pada bulan Oktober 2010-Desember 2010
41
Hubungan panjang bobot untuk menunjukkan pola pertumbuhan ikan pepetek di Teluk Jakarta. Pada ikan pepetek jantan hubungan panjang bobot ikan pepetek di
Teluk Jakarta adalah W = 0.00003 L
2.882
dan logaritma panjang dan logaritma bobot memperoleh persamaan log W = 2.882 Log L – 4.549 Gambar 13. Persamaan
tersebut menunjukkan setiap penambahan logaritma panjang maka akan menurunkan logaritma bobot sebesar 2.882 gram. Nilai koefisien sebesar 94
menunjukkan bahwa fomula ini dapat menjelaskan keadaan sebenarnya di alam sebesar 94. Nilai b = 2.882 setelah dilakukan uji t α=0.05 diketahui bahwa ikan
pepetek Jantan di Teluk Jakarta bersifat allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan bobot Effendie 2002. Hal ini di dukung dengan
bentuk tubuh ikan yang pipih.
Gambar 14. Hubungan panjang-bobot dan hubungan logaritma panjang-logaritma bobot ikan pepetek Leiognathus equulus betina di TPI Cilincing, Teluk Jakarta
pada bulan Oktober 2010-Desember 2010
Persamaan hubungan panjang bobot ikan pepetek betina adalah W = 0.000007 L
2.695
dan logaritma panjang dan logaritma bobot memperoleh persamaan Log W = 2.882 Log L- 4.549. Dari persamaan tersebut menunjukkan setiap penambahan
logaritma panjang maka akan menurunkan logaritma bobot sebesar 2.882 gram. Nilai koefisien sebesar 90.6 menunjukkan bahwa menjelaskan keadaan
sebenarnya di alam sebesar 90.6 . Nilai b = 2.694 setelah dilakukan uji t α=0.05 diketahui bahwa ikan pepetek betina di Teluk Jakarta menunjukkan allometrik
42
negatif yang menunjukkan pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan bobot disajikan pada Gambar 14.
Pada Tabel 8 pola pertumbuhan ikan pepetek secara keseluruhan adalah allometrik negatif yang artinya ikan memiliki pertumbuhan panjang yang
mempengaruhi dibandingkan pertumbuhan bobot Effendie 2002. Pada ikan pepetek jantan dan betina secara keseluruhan juga pertumbuhan allometrik negatif
tetapi pada pengambilan contoh ke-2 untuk ikan pepetek jantan dan pada pengambilan contoh ke-3 untuk ikan pepetek betina menyatakan pola pertumbuhan
isometrik setelah dilakukan uji t yang menyatakan gagal tolak H . Pola pertumbuhan
isometrik dan allometrik negatif menunjukkan bahwa ikan pepetek kurus-kurus. Adanya perbedaan nilai b untuk setiap pengambilan data dipengaruhi oleh musim,
makanan, suhu, dan faktor fisiologis dari ikan pepetek Effendie 2002. Pola pertumbuhan yang sama dimiliki ikan pepetek ditemukan juga di perairan
Teluk Pelabuhan Ratu Hazrina 2010. Pola pertumbuhan yang berbeda ditemukan pada ikan pepetek yang hidup di perairan Blanakan dan perairan Labuan dimana
memiliki pola pertumbuhan allometrik positif yakni pertumbuhan bobot lebih dominan dibandingkan panjang Simanjuntak 2010. Perbedaan pola pertumbuhan
terjadi karena adanya faktor lingkungan seperti suhu, jumlah, dan ketersediaan makanan yang dapat dicerna, selain itu faktor dalam seperti gen, umur, jenis
kelamin, hormon, dan penyakit
4.7.2. Faktor Kondisi