Lokasi dan Waktu Kondisi ikan pepetek di perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta

19

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada 23 Oktober 2010 sampai dengan 18 Desember 2010. Lokasi pengambilan ikan contoh di Tempat Pelelangan Ikan Cilincing Teluk Jakarta Gambar 5. Pengambilan data primer berupa data panjang dan bobot ikan di TPI Cilincing, Teluk Jakarta dan pengambilan data sekunder dilakukan selama penelitian berlangsung. Gambar 5. Lokasi penangkapan ikan pepetek di perairan Teluk Jakarta pada bulan Oktober 2010 - Desember 2010

3.2. Metode Kerja

3.2.1. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian berlangsung disajikan pada Tabel 2. 20 Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya No. Alat dan Bahan Fungsi Keterangan 1 Penggaris Mengukur panjang tubuh ikan Ketelitian 1 mm 2 Timbangan digital Mengukur bobot ikan Ketelitian 1 gr 3 Kamera digital Dokumentasi 4 Tissue Membersihkan tubuh ikan 5 Plastik Bening Alas timbangan digital 6 Alat Tulis Mencatat data panjang dan bobot ikan 7 Ikan Pepetek contoh yang digunakan

3.2.2. Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder digunakan untuk menunjang data primer. Data primer didapat dari melakukan pengambilan ikan contoh yang dilakukan secara acak dari beberapa nelayan yang ada, ikan diambil 30-100 ekor setiap pengambilan contoh di setiap keranjang nelayan. Ikan contoh didapatkan dengan cara membeli ikan tersebut kepada nelayan. Ikan pepetek ditangkap menggunakan alat tangkap dogol degan mata jaring 1 inchi bagian luar, 1.25 inchi bagian tengah dan 1.5 inchi bagian belakang dengan kapal berukuran 5-6 GT. Pengambilan ikan dilakukan interval waktu 14 hari selama 2,5 bulan. Ikan pepetek yang diamati selama penelitian berjumlah 411 ekor. Pengumpulan data primer meliputi pengukuran panjang, bobot, identifikasi jenis kelamin, dan TKG untuk mengetahui pola pertumbuhan individu dan pertumbuhan populasi ikan pepetek, baik secara keseluruhan populasi maupun perbedaan antara betina dan jantan. Panjang bobot ikan pepetek diukur panjang total menggunakan penggaris 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung mulut hingga ujung ekor. Data bobot diperoleh dari hasil penimbangan bobot basah ikan pepetek dengan menggunakan timbangan digital dengan skala terkecil 1 gram. Jenis kelamin ikan diketahui melalui cara pembedahan perut ikan kemudian menentukan jenis kelamin dan TKG ikan melalui identifikasi gonadnya. Pada pengambilan contoh ke-2 dan pengambilan contoh ke-5 dibedakan jantan dan betina tetapi pengambilan contoh pertama tidak dibedakan. 21 Pengumpulan data sekunder didapat dari arsip TPI Cilincing Teluk Jakarta dan Dinas Perikanan DKI Jakarta. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data kapal perikanan, alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pepetek, jumlah nelayan, data produksi dan harga ikan pepetek tahun 2008-2010.

3.3. Analisis Data

3.3.1. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin digunakan untuk melihat perbandingan ikan jantan dan ikan betina yang ada pada suatu perairan. Untuk mencari nisbah kelamin dapat menggunakan rumus berikut: 1 P adalah proporsi ikan jantan atau betina, n adalah jumlah jantan atau betina dan N adalah jumlah total ikan jantan betina

3.3.2. Tingkat kematangan gonad

Tabel 3. Penentuan TKG secara morfologi menggunakan modifikasi dari Cassie Effendie 2002 . TKG Betina Jantan I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh II Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas Ukuran testes lebih besar, pewarnaan seperti susu III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar IV Ovari makin besa, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 12-23 rongga perut Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi Pengamatan gonad ikan contoh dapat menduga jenis kelamin ikan. Penentuan TKG menggunakan klasifikasi kematangan gonad yang telah ditentukan secara morfologi dan histologi. Secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot 22 gonad, serta perkembangan isi gonad. Secara histologi berdasarkan anatomi gonad secara mikroskopik Tabel 3.

3.3.3. Sebaran frekuensi panjang

Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah data panjang total ikan pepetek yang ditangkap di Cilincing Teluk Jakarta. Tahap untuk menganalisis data frekunsi panjang adalah: a Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan b Menentukan lebar selang kelas c Menentukan selang frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang masing-masing ikan contoh pada panjang selang ikan yang ditentukan. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat dilihat sebuah pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran sebaran kelas panjang menggambarkan jumlah kelompok umur yang ada kohort. Bila terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.

3.3.4. Identifikasi kelompok umur

Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan pepetek. Data frekuensi panjang dianalisis dengan mengunakan metode yang terdapat dengan program FISAT II FAO-ICLARM Stock Assesment Tool yaitu metode NORMSEP Normal Separation. Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata dan simpangan baku. Menurut Boer 1996, jika f i adalah frekuensi ikan kedalam kelas panjang ke-i i = 1,2, …,N, µ j adalah rata-rata panjang kelompok ke-j , σ j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan p i adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j j = 1,2,…,G, maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {µ j , σ j ,p j adalah fungsi kemungkinan maksimum maximum Likelihood function dengan persamaan sebagai berikut : 23 2 yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µ j dan simpangan baku σ j . x i merupakan titik tengah dari kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing- masing terhadap µ j , σ j ,p j sehingga diperoleh dugaan µ j , σ j ,p j yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan. Dalam penggunaan metode NORMSEP sangat diperhatikan nilai indeks separasi. Menurut Hasselblad 1996, McNew Summerfelt 1978 serta Clark 1981 in Sparre Venema 1999 menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua 2 maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok ukuran tersebut.

3.3.5. Pertumbuhan

3.3.5.1. Hubungan panjang bobot

Analisis pola pertumbuhan ikan pepetek menggunakan hubungan panjang dengan rumus sebagai berikut Effendie 2002: W = 3 Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus di gunakan persamaan sebagai berikut : Log W = Log a + b Log L 4 untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka dapat didapatkan regresi sebagai berikut: y = b + b 1 x 5 24 untuk menguji nilai b = 3 melawan b 3 atau b 3 dilakukan uji-t uji parsial dengan hipotetis : H : b = 3, hubungan panjang dan bobot adalah isometrik H 1 : b 3, hubungan panjang dan bobot adalah allometrik negatif atau, b 3, hubungan panjang dan bobot adalah allometrik positif W adalah bobot, L adalah panjang, Log a adalah intersep perpotongan kurva hubungan panjang bobot dengan sumbu y, b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot. Hipotesis yang digunakan adalah bila b=3 maka disebut isometrik pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan bobot. Jika b3 disebut allometrik negatif pertumbuhan panjang lebih dominan dan bila b3 allometrik positif pola pertumbuhan bobot lebih dominan Effendie 2002. 6 7 b 1 adalah Nilai b dari hubungan panjang bobot, b adalah 3, Sb 1 adalah simpangan koefisien Bandingkan nilai t hitung dan nilai t tabel pada selang kepercayaan 95. Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan pepetek, maka kaidah keputusan yang diambil adalah : t hitung t tabel : tolak hipotesis H t hitung t tabel : gagal tolak hipotesis H

3.3.5.2. Faktor kondisi

Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun 25 reproduksi. Jika pertumbuhan ikan pepetek termasuk pertumbuhan isometrik b=3, maka nilai faktor kondisi K dapat dihitung dengan rumus berikut Effendie 2002: 8 K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh gram, L adalah panjang ikan contoh mm, a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik positif umumnya ikan diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang bertipe allometrik negatif.

3.3.5.3. Parameter pertumbuhan L

∞,

K, dan t

Plot Ford Walford merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang tetap. Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy King 1995. 9 atau, 10 L t adalah Panjang ikan pada saat umur t satuan waktu, L ∞ adalah Panjang maksimum secara teoritis panjang asimtotik, K adalah koefisien pertumbuhan per satuan waktu, t adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaaan 11 menjadi: 11 sehingga, 26 12 dengan mendistribusikan persamaan 10 ke 12, di peroleh 13 atau, 14 L t dan L t+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan 1 =tahun, bulan, atau minggu Pauly 1984. Persamaan 14 dan 15 dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b + b 1 x, jika L t sebagai absis x di plotkan terhadap L t+1 sebagai ordinat y sehingga terbentuk kemiringan slope sama dengan e -K dan titik potong dengan absis sama dengan L ∞ [1-e -K ]. Nilai K dan L ∞ di peroleh dengan cara sebagai berikut: K = -ln b 15 dan 16 Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat di duga secara terpisah menggunakan persamaan empiris pauly Pauly 1980 in Sparee Venema sebagai berikut. 27 Log -t = 0.3922-0.2752 Log L ∞ – 1.038 Log K 17

3.3.6. Mortalitas dan laju eksploitasi

Laju mortalitas total Z diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang Sparre Venema 1999 dengan langkah- langkah sebagai berikut. Langkah 1 : mengkonversikan data panjang ke data umur denagn mengunakan inverse persamaan Von Bertalanffy. 18 Langkah 2 : menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L 1 ke L 2 t 19 Langkah 3 : menghitung t+ t2 20 Langkah 4 : menurunkan kurva hasil tangkapan C yang dilinearkan yang dikonversikan ke panjang 21 persamaan 20 adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan b = -Z Laju mortalitas alami M diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly 1980 in Sparre Venema 1999 sebagai berikut. Ln M = - 0.0152-0.279Ln L ∞ + 0.6543Ln K + 0.463Ln T 22 23 28 M adalah mortalitas alami, L ∞ adalah panjang asimsotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air C. Laju mortalitas penangkapan F ditentukan dengan : F = Z – M 24 Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan F terhadap mortaliatas total Z Pauly 1984 : 25 Laju mortalitas penangkapn F atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland 1971 in Pauly 1984 adalah: F optimum = M dan E optimum = 0.5 26

3.3.7. Analisis ketidakpastian hasil tangkapan

Analisis ketidakpastian dalam perikanan mengikuti hukum peluang dimana terdapat kemungkinan berhasil atau gagal dalam menghasilkan tangkapan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya upaya serta harga price dari ikan hasil tangkapan. Analisis ketidakpastian dilakukan dengan menggunakan Kaidah Bayes yang menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. Teorema Bayes dijelaskan dalam Walpole 1993 , yaitu: Jika kejadian-kejadian B 1 , B 2 , …, B k merupakan kejadian yang saling terpisah yang gabungannya ruang contoh S dengan PB i ≠ 0 untuk i = 1, 2, …, k, maka untuk sembarang kejadian A yang bersifat: 27 29 untuk r = 1,2,…,k Metode Bayes merupakan metode yang baik dalam pembelajaran berdasarkan data training, dengan menggunakan probabilitas bersyarat sebagai dasarnya. Metode Bayes hanya bisa digunakan untuk persoalan klasifikasi dengan supervised learning dan data-data kategorikal. Metode Bayes memerlukan pangetahuan awal untuk mengambil suatu keputusan. Tingkat keberhasilan metode ini sangat tergantung pada pengetahuan awal yang diberikan. Dalam menganalisis ketidakpastian ini digunakan alat bantu berupa perangkat lunak Crystall ball yang berbasis aplikasi spreadsheet suite untuk model prediksi, ramalan, simulasi dan optimasi. Menggunakan Crystall ball dapat membuat keputusan taktis yang tepat untuk mencapai tujuan dan mendapatkan keunggulan kompetitif pada kondisi pasar paling tidak pasti. Crystall ball dapat membantu menganalisis resiko dan ketidakpastian yang terkait dengan model speedshet, suite meliputi analisis simulasi Monte Carlo Crystall ball, time-series paramalan CB Prediction, dan optimisasi Opt Quest serta pengembangan antar muka kostum dan proses Goldman 2002 in Wardani 2010. 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi ikan pepetek di perairan Teluk Jakarta

Perairan Teluk Jakarta memiliki luas teluk sebesar 285 km 2 , garis pantai yang dimiliki sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman 15 meter. Masyarakat sekitar perairan Teluk Jakarta sebagian memiliki profesi sebagai nelayan tradisional dengan menggunakan alat tangkap berupa bagan, dogol, pancing, jaring payang, dan purseine. Kapal penangkapan ikan di TPI Cilincing merupakan kapal kayu yang dominan berukuran 5-6 GT. Kapal yang digunakan di TPI Cilincing, Teluk Jakarta adalah perahu tempel dan kapal motor. Hasil tangkapan utama berupa ruca, pepetek, kuniran, pari, kurisi, kapasan, samgeh, dan cumi. Pada Gambar 6 disajikan per jenis ikan dominan tahun 2010 di TPI Cilincing. Gambar 6. Produksi per jenis ikan dominan tahun 2010 di TPI Cilincing Teluk Jakarta yang menggunakan alat tangkap dogol DKP-DKI 2010 Ikan pepetek di Teluk Jakarta yang didaratkan di TPI Cilincing sebagian besar ditangkap menggunakan alat tangkap jaring dogol. Ukuran mata jaring yang digunakan 1 inchi bagian depan, 1.25 inchi bagian tengah dan 1.5 inchi bagian belakang. Daerah penangkapan ikan bagi nelayan Teluk Jakarta adalah pulau-pulau sekitar perairan Teluk Jakarta seperti Pulau Damar, Pulau Bendera, dan Pulau Untung Jawa. Ikan pepetek yang tertangkap dipilah menjadi kelompok ikan segar dan kelompok ikan yang diasinkan. 31

4.2. Perairan Teluk Jakarta

Teluk Jakarta terletak pada 5°54’40” - 6°00’40” Lintang Selatan LS dan 106°40’45” - 107°01’19” Bujur Timur BT dan garis lintang 5°48’30” LS hingga 6°10’30” LS yang membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat hingga Tanjung Karawang di bagian Timur dengan panjang pantai ± 89 km. Panjang garis yang menghubungkan kedua Tanjung tersebut melalui Pulau Air Besar dan Pulau Damar adalah sekitar 21 mil laut. Secara administratif, perairan Teluk Jakarta berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah timur dan Kabupaten Tangerang di sebelah barat Agnitasari 2006. Menurut hasil penelitian Apriadi 2005 pada titik contoh sejauh 3 000 m dari muara sungai, kandungan logam berat di Teluk Jakarta diantaranya timbal Pb berkisar antara 0.0040-0.0560 mgl, sedangkan kandungan krom Cr berkisar antara 0.0110-0.0300 mgl. Nilai tersebut telah melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 untuk biota laut, yaitu masing-masing sebesar sebesar 0.0080 mgl dan 0.0050 mgl. Menurut Rochyatun dan Rozak 2007 perairan Teluk Jakarta dikategorikan sebagai perairan pantai Coastal water mempunyai peranan yang sangat besar dimana berbagai sektor telah memanfaatkan wilayah ini, baik wilayah laut maupun pantai, antara lain sektor industri, pertambangan, perhubungan, perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Kegiatan berbagai sektor yang sedemikian banyak dan tidak terkendali tentunya akan menurunkan tingkat kualitas perairannya. Selain Teluk Jakarta merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai yang melewati kota Jakarta, diperkirakan ada 9 muara sungai yang membawa limbahnya baik dari pembuangan sampah, industri maupun rumah tangga serta kegiatan lainnya. Hal ini menyebabkan perairan Teluk Jakarta menerima beban pencemaran yang cukup berat. Selain itu, Teluk Jakarta juga merupakan tempat bagi nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Provinsi DKI Jakarta. Nelayan yang terdapat di Tempat Pelelangan Ikan TPI Cilincing merupakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal 5 - 6 GT sehingga hasil tangkapan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan nelayan yang menggunakan kapal besar. Suhu rata-rata permukaan Teluk Jakarta 28.95 C Praseno dan Kastoro 1980 in Damayanti 2010. Jenis-jenis ikan yang umumnya ditangkap oleh nelayan 32 TPI Cilincing adalah ikan kembung, kurisi, kuniran, teri, pepetek, samgeh, dan cumi-cumi.

4.3. Nisbah Kelamin