22
gonad, serta perkembangan isi gonad. Secara histologi berdasarkan anatomi gonad secara mikroskopik Tabel 3.
3.3.3. Sebaran frekuensi panjang
Data yang digunakan dalam penentuan distribusi frekuensi panjang adalah data panjang total ikan pepetek yang ditangkap di Cilincing Teluk Jakarta. Tahap
untuk menganalisis data frekunsi panjang adalah: a Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan
b Menentukan lebar selang kelas c Menentukan selang frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing
kelas dengan memasukkan panjang masing-masing ikan contoh pada panjang selang ikan yang ditentukan.
Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat dilihat
sebuah pergeseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergeseran sebaran kelas panjang menggambarkan jumlah kelompok umur yang ada kohort. Bila
terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.
3.3.4. Identifikasi kelompok umur
Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan pepetek. Data frekuensi panjang dianalisis dengan mengunakan metode
yang terdapat dengan program FISAT II FAO-ICLARM Stock Assesment Tool yaitu metode NORMSEP Normal Separation. Sebaran frekuensi panjang
dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata dan simpangan baku.
Menurut Boer 1996, jika f
i
adalah frekuensi ikan kedalam kelas panjang ke-i i = 1,2,
…,N, µ
j
adalah rata-rata panjang kelompok ke-j , σ
j
adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan p
i
adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j j
= 1,2,…,G, maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {µ
j
, σ
j
,p
j
adalah fungsi kemungkinan maksimum maximum Likelihood function dengan persamaan sebagai berikut :
23
2
yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µ
j
dan simpangan baku σ
j
. x
i
merupakan titik tengah dari kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-
masing terhadap µ
j
, σ
j
,p
j
sehingga diperoleh dugaan µ
j
, σ
j
,p
j
yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.
Dalam penggunaan metode NORMSEP sangat diperhatikan nilai indeks separasi. Menurut Hasselblad 1996, McNew Summerfelt 1978 serta Clark
1981 in Sparre Venema 1999 menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu
pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua 2 maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok
ukuran karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok ukuran tersebut.
3.3.5. Pertumbuhan
3.3.5.1. Hubungan panjang bobot
Analisis pola pertumbuhan ikan pepetek menggunakan hubungan panjang dengan rumus sebagai berikut Effendie 2002:
W = 3
Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus di gunakan persamaan sebagai berikut :
Log W = Log a + b Log L 4
untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka dapat didapatkan regresi sebagai berikut:
y = b + b
1
x 5
24
untuk menguji nilai b = 3 melawan b 3 atau b 3 dilakukan uji-t uji parsial dengan hipotetis :
H : b = 3, hubungan panjang dan bobot adalah isometrik
H
1
: b 3, hubungan panjang dan bobot adalah allometrik negatif atau,
b 3, hubungan panjang dan bobot adalah allometrik positif
W adalah bobot, L adalah panjang, Log a adalah intersep perpotongan kurva hubungan panjang bobot dengan sumbu y, b adalah penduga pola pertumbuhan
panjang-bobot. Hipotesis yang digunakan adalah bila b=3 maka disebut isometrik pola
pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan bobot. Jika b3 disebut allometrik negatif pertumbuhan panjang lebih dominan dan bila b3 allometrik
positif pola pertumbuhan bobot lebih dominan Effendie 2002.
6
7
b
1
adalah Nilai b dari hubungan panjang bobot, b adalah 3, Sb
1
adalah simpangan koefisien
Bandingkan nilai t
hitung
dan nilai t
tabel
pada selang kepercayaan 95. Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan pepetek, maka kaidah
keputusan yang diambil adalah : t
hitung
t
tabel :
tolak hipotesis H t
hitung
t
tabel :
gagal tolak hipotesis H
3.3.5.2. Faktor kondisi
Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan
keadaan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun
25
reproduksi. Jika pertumbuhan ikan pepetek termasuk pertumbuhan isometrik b=3, maka nilai faktor kondisi K dapat dihitung dengan rumus berikut Effendie 2002:
8
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh gram, L adalah panjang ikan contoh mm, a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik
positif umumnya ikan diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang bertipe allometrik negatif.
3.3.5.3. Parameter pertumbuhan L
∞,
K, dan t
Plot Ford Walford merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval
waktu pengambilan contoh yang tetap. Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy King 1995.
9 atau,
10
L
t
adalah Panjang ikan pada saat umur t satuan waktu, L
∞
adalah Panjang maksimum secara teoritis panjang asimtotik, K adalah koefisien pertumbuhan per
satuan waktu, t adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t
sama dengan t+1, persamaaan 11 menjadi:
11
sehingga,
26
12
dengan mendistribusikan persamaan 10 ke 12, di peroleh 13
atau,
14
L
t
dan L
t+1
merupakan panjang ikan pada saat t dan t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan 1 =tahun, bulan,
atau minggu Pauly 1984. Persamaan 14 dan 15 dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b
+ b
1
x, jika L
t
sebagai absis x di plotkan terhadap L
t+1
sebagai ordinat y sehingga terbentuk kemiringan slope sama dengan e
-K
dan titik potong dengan absis sama dengan L
∞
[1-e
-K
]. Nilai K dan L
∞
di peroleh dengan cara sebagai berikut:
K = -ln b 15
dan
16
Umur secara teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat di duga secara terpisah menggunakan persamaan empiris pauly Pauly 1980 in Sparee Venema
sebagai berikut.
27
Log -t = 0.3922-0.2752 Log L
∞ – 1.038 Log K 17
3.3.6. Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas total Z diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang Sparre Venema 1999 dengan langkah-
langkah sebagai berikut. Langkah 1 : mengkonversikan data panjang ke data umur denagn mengunakan
inverse persamaan Von Bertalanffy. 18
Langkah 2 : menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L
1
ke L
2
t
19
Langkah 3 : menghitung t+ t2
20
Langkah 4 : menurunkan kurva hasil tangkapan C yang dilinearkan yang dikonversikan ke panjang
21 persamaan 20 adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan b = -Z
Laju mortalitas alami M diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly 1980 in Sparre Venema 1999 sebagai berikut.
Ln M = - 0.0152-0.279Ln L
∞
+ 0.6543Ln K + 0.463Ln T 22
23
28
M adalah mortalitas alami, L
∞
adalah panjang asimsotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan
pertumbuhan Von Bertalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air C.
Laju mortalitas penangkapan F ditentukan dengan :
F = Z – M 24
Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan F terhadap mortaliatas total Z Pauly 1984 :
25
Laju mortalitas penangkapn F atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland 1971 in Pauly 1984 adalah:
F
optimum
= M dan E
optimum
= 0.5 26
3.3.7. Analisis ketidakpastian hasil tangkapan