54
yang dulu dengan susah-payah ia rumuskan sebagai jiwa gelap yang tak dikenali akalbudi. Jiwa yang ada pada leluhurnya, Pangeran Vlad sang Penyula. Juga
jiwa yang ada secara massal pada para pembantai ayahnya. Jiwa yang gelap ini hanya bisa dicoba kenali melalui proses analisa. Psiko-analisa. Anshel segera
ditarik pada umat rabi-sekular Sigmund Freud ini, sebab membawanya menghadapi lukanya sendiri yang belum sembuh. Sesungguhnya Tuan Freud
sama sekali tidak seperti ayahnya, yang keraguannya pada segala hal tidak mengurangi kelembutan dan sikap manis. Tapi, sesuatu pada sosok itu
membangkitkan kembali kepercayaan Anshel pada akalbudi. Akalbudi untuk menguasai jiwa gelap. Ia mulai memuja lelaki itu Lalita, 2012: 122.
Tokoh Anshel terkenang tentang kehidupan ayahnya dahulu yang dibantai oleh orang-orang. Orang-orang yang membantai ayahnya membuatnya tidak memercayai
akal budi layaknya Pangeran Vlad sang Penyula, leluhurnya, yang juga tidak memiliki akal budi sebagai manusia. Hanya jiwa dan sosok yang lembut dan hangat seperti
ayahnyalah yang dapat membangkitkan kembali kepercayaan Anshel pada akal budi. Dari orang seperti ayahnyalah Anshel kembali meyakini bahwa hidup haruslah memiliki
akal budi agar tidak meninggalkan luka yang mendalam bagi orang di sekitarnya. Peristiwa tersebut dijadikannya tinjauan bagi arah hidupnya. Ia tidak ingin menjadi
Pangeran Vlad sang penyula atau orang-orang yang membantai ayahnya. Dalam hidupnya ia tidak ingin menjadi orang-orang yang kehilangan akal budi.
i. Buah dari Spiritual
Komponen terakhir merupakan cerminan atas kedelapan komponen sebelumnya. Individu mengolah manfaat yang diperoleh dari pandangan, kepercayaan dan nilai-nilai
yang dianutnya. Pada komponen ini, individu menilai efek dari spiritualitasnya, dan biasanya dikaitkan dengan hubungannya terhadap diri sendiri, orang lain, alam,
kehidupan, dan apapun yang dipersepsikannya sebagai aspek transenden. Komponen nilai-nilai spiritual yang telah dipaparkan tentu memiliki hasil. Pada
bagian ini akan dijabarkan hasil dari yang sudah ada sebelumnya. Dalam hal ini,
55
hasilnya dapat berupa perputaran perjalanan Buddhisme dan perkembangannya, serta manfaatnya bagi penganutnya. Hal seperti ini dijelaskan dari potongan novel berikut:
“Sekarang Yuda, kita mundur beberapa abad ke belakang. Bayangkanlah Asia abad ke-5. Kamu tahu, pada abad ke-5, di kerajaan Sumatera Selatan ada
pusat pengajaran Buddhisme. Semacam universitas yang hebat dengan studi agama yang sangat menonjol ketika itu. Begitu majunya sampai-sampai para
biksu dari India dan Cina datang ke negeri Pulau Emas untuk belajar dan menyalin kitab-kitab. Demikian mengagumkan, maka ajaran dari perguruan itu
dibawa ke Nepal dan berkembang di sana. Memang betul, Yuda, bahwa Buddhisme Nepal hari ini memiliki jejak-jejak ajaran yang dulu terdapat di
Nusantara. Ini bisa dibuktikan secara akademis. Menakjubkan sesungguhnya Lalita, 2012: 46.
… “Sebab Buddhisme di Nepal ini telah membikin lingkaran penuh. Artinya, ajaran ini telah berkelana dari India ke Cina, lalu ke Nusantara di ujung
selatan-tenggara, kembali lagi ke utara atau barat daya, ke tempat di mana India dan Cina bertemu, yaitu Nepal. Himalaya.” Lalita, 2012: 46.
Buah dari spiritualitas tersebut adalah perjalanan ajaran Buddha yang telah membuat lingkaran penuh. Artinya, ajaran tersebut telah berkelana ke berbagai tempat
dan kembali lagi ke daerah asalnya dengan ajaran yang telah dianggap sempurna dan maju oleh pengikutnya. Majunya pengetahuan Buddhisme pada masa silam, membawa
biksu-biksu dari India dan Cina mengolah manfaat yang diperoleh dari ajaran-ajaran, kepercayaan-kepercayaan Buddhisme untuk dibawa ke Nepal dan ajaran spiritualitas
Buddhisme tersebut diajarkan dan dikembangkan di tempat daratan Cina dan India bertemu. Himalaya tepatnya. Buah dari spiritualitas ini berpengaruh bagi sesama
manusia, alam, dan sesuatu yang dianggap Buddhisme sebagai transenden. Individu yang menyadari buah dari spiritual akan memahami, bahwa segala
sesuatunya memang sudah ditakdirkan untuk saling bertemu dan kembali, walaupun bukan dalam tampilan fisik. Pikiran dan sikapnya akan mencerimkan hasil dari nilai
56
spiritual yang telah diambilnya. Potongan cerita berikut ini akan menjelaskan tentang buah dari spiritual berikutnya:
Anshel merasakan desir yang lebih kuat lagi. Masa lalu mengutuh melingkupi pelupuk matanya. Bau sisa musim semi dan rempah-rempah dalam
bangsal besar menelusup nafasnya. Exposition Universelle. Menara Eiffel di luarnya. Paris. Kampung Negro. Rekonstruksi pedesaan Jawa. Bunyi-bunyi
logam seperti lapis-lapis ombak mengalun bertumpang-tumpangan. Ia terbawa seperti ke arah tengah lautan. Seorang remaja di sebuah sudut, menyimak musik
gamelan yang dimainkan manusia-manusia kecil berkulit coklat. “Saya Claude Debussy. Hampir tiap hari saya main ke pameran ini.” Kini ia bertemu lagi
dengan remaja itu dalam permainan piano. Segala hal kembali lagi dalam alam semesta Lalita, 2012: 142.
Anshel merasakan kenangan kembali secara tiba-tiba kepada seorang remaja Claude Debussy yang dahulu pernah ia temui di sebuah pameran musik gamelan dari
tanah jajahan tentara kolonial. Ia beranggapan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini sudah ditakdirkan untuk bertemu walaupun bukan dalam bentuk tampilan fisik. Nilai-
nilai spiritual yang dipercayainya membawanya pada keyakinan bahwa alam semesta merupakan tempat untuk kembali.
57
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN