53
punya kemampuan untuk mengampuni. Yang bisa kita lakukan adalah berdamai dengan sisi lain manusia yang tak kita mengerti. Setidaknya, itu membuat kita
tidak mengutuk dia atau membalas dia.” Lalita, 2012: 206.
Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa tokoh Parang Jati memiliki kesadaran diri tentang manusia. Ia melihat sisi baik manusia untuk berdamai dengan diri sendiri
dan orang lain karena hal seperti itu dapat menghindari manusia dari amarah dan dendam. Parang Jati menginginkan Marja untuk berdamai dengan rasa amarahnya
terhadap Yuda. Ketetapan dan idealisme seperti ini sebenarnya sulit untuk diaplikasikan bagi seseorang. Namun, apabila seorang individu memahami dengan baik sifat-sifat
manusia umumnya, maka ia akan mampu berdamai dengan dirinya dan orang lain. Tokoh Jati tidak memandang sisi negatif dari apa yang telah dilakukan oleh Yuda.
Tetapi, ia melihat dari segi alasan kenapa ia melakukan kesalahan.
h. Kesadaran akan Peristiwa Tragis
Individu yang spiritual menyadari perlu terjadinya tragedi dalam hidup seperti rasa sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi perlu terjadi agar mereka lebih
menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau kembali arah hidup yang ingin dituju. Peristiwa tragis dalam hidup diyakini sebagai alat yang akan membuat
mereka semakin memiliki kesadaran akan eksistensinya dalam hidup. Individu spiritual yang sadar terhadap peristiwa tragis akan belajar dari peristiwa
tragis yang pernah terjadi dalam dirinya. Ia menganggap hal itu sebagai pelajaran dan menjadi tolak ukur hidupnya agar nanti ia lebih kuat dalam menjalani hidup. Potongan
cerita berikut akan menceritakan tokoh yang sadar akan peristiwa tragis, yaitu sebagai berikut:
Subjek utama kajian lingkaran ini adalah: alam tak sadar manusia. Das unbewusste. The unconcsious. Nirsadar. Anshel pun menemukan kembali apa
54
yang dulu dengan susah-payah ia rumuskan sebagai jiwa gelap yang tak dikenali akalbudi. Jiwa yang ada pada leluhurnya, Pangeran Vlad sang Penyula. Juga
jiwa yang ada secara massal pada para pembantai ayahnya. Jiwa yang gelap ini hanya bisa dicoba kenali melalui proses analisa. Psiko-analisa. Anshel segera
ditarik pada umat rabi-sekular Sigmund Freud ini, sebab membawanya menghadapi lukanya sendiri yang belum sembuh. Sesungguhnya Tuan Freud
sama sekali tidak seperti ayahnya, yang keraguannya pada segala hal tidak mengurangi kelembutan dan sikap manis. Tapi, sesuatu pada sosok itu
membangkitkan kembali kepercayaan Anshel pada akalbudi. Akalbudi untuk menguasai jiwa gelap. Ia mulai memuja lelaki itu Lalita, 2012: 122.
Tokoh Anshel terkenang tentang kehidupan ayahnya dahulu yang dibantai oleh orang-orang. Orang-orang yang membantai ayahnya membuatnya tidak memercayai
akal budi layaknya Pangeran Vlad sang Penyula, leluhurnya, yang juga tidak memiliki akal budi sebagai manusia. Hanya jiwa dan sosok yang lembut dan hangat seperti
ayahnyalah yang dapat membangkitkan kembali kepercayaan Anshel pada akal budi. Dari orang seperti ayahnyalah Anshel kembali meyakini bahwa hidup haruslah memiliki
akal budi agar tidak meninggalkan luka yang mendalam bagi orang di sekitarnya. Peristiwa tersebut dijadikannya tinjauan bagi arah hidupnya. Ia tidak ingin menjadi
Pangeran Vlad sang penyula atau orang-orang yang membantai ayahnya. Dalam hidupnya ia tidak ingin menjadi orang-orang yang kehilangan akal budi.
i. Buah dari Spiritual