Altruisme Idealisme NILAI-NILAI SPIRITUAL TOKOH-TOKOH

49 … Pada saat inilah ia juga mengembangkan teori warnanya sendiri. Jiwa memiliki pancaran cahaya. Dalam mandala, pusatnya adalah cahaya putih, diikuti violet, indigo, biru, hijau, kuning, jingga, merah, merah-hitam atau kecoklatan, dan akhirnya tidak ada cahaya. Gelap. Itu menggambarkan gradasi dari yang spiritual kepada material. Kesadaran manusia hanya bisa menangkap sebagian kecil gelombang itu sebagaimana mata manusia hanya dapat melihat sebagian kecil spectrum cahaya. Tentang bangsa-bangsa yang kehilangan khazanah spiritualnya ia menggambarkan sebagai bangsa yang memancarkan warna merah. Merah: cahaya dengan gelombang pendek saja. Inilah warna lapisan bangsa Jawa yang melupakan Borobudur Lalita, 2012: 150-151. Tokoh Anshel merasakan kesedihan bahwa bangsa Jawa pada saat itu tidak lagi menghargai bangunan peninggalan kecerdasan nenek moyang. Anshel yang merasakan kesedihan ini akhirnya lebih menghargai Borobudur itu sendiri daripada bangsa Jawa. Atas penghargaannya terhadap Borobudur, ia mengembangkan teori tentang warna yang ada dalam jiwa manusia yang bentuknya menyerupai bangunan mandala Borobudur. Kesedihan yang dirasakannya mengenai bangsa Jawa yang kehilangan akalbudi dan tidak lagi menghargai bangunan tersebut telah membuatnya menggambarkan bahwa bangsa Jawa memiliki pola warna merah, yang merupakan warna dengan gradasi terpendek dalam diri manusia.

f. Altruisme

Individu spiritual menyadari adanya tanggung jawab bersama dari masing- masing orang untuk saling menjaga sesamanya our brother’s keepers. Mereka meyakini bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri sendiri. Umat manusia terikat satu sama lain, sehingga bertanggung jawab atas sesamanya. Keyakinan ini sering dipicu oleh kesadaran mereka tentang penderitaan orang lain. Nilai humanisme ini diikuti oleh adanya komitmen untuk melakukan tindakan nyata sebagai perwujudan cinta altruistiknya pada sesama. Altruisme merupakan kebalikan dari egoisme. 50 Pada bagian ini, individu yang spiritual lebih mementingkan kehidupan dan keselamatan orang lain karena adanya rasa tanggung jawab untuk menjaga sesamanya. Seperti yang diungkapkan dalam novel melalui potongan cerita berikut: Ayah angkatnya, Suhubudi, seorang guru kebatinan yang memiliki padepokan spiritual nan besar di selatan Yogyakarta, menyuruh ia pergi ke candi Borobudur. Setelah melakukan semua upaya rasional, Parang Jati tak bisa tidak –apalagi dalam menghadapi kasus yang mengancam keselamatan sahabatnya– bertanya kepada ayah angkatnya itu. “Apa yang Rama lihat?” hanya itu yang ia tanyakan. Ia tahu betul batas bertanya. “Aku melihat patung Buddha. Aku melihat candi Borobudur,” jawab sang ayah Lalita, 2012: 182. Orang yang spiritual akan berusaha menyelamatkan kehidupan orang yang disayanginya. Hal ini muncul karena adanya rasa kasih sayang terhadap sesamanya. Terlebih lagi jika orang tersebut merupakan orang yang sangat dekat. Pada bagian ini, tokoh Jati menyadari keselamatan sahabatnya, yaitu Yuda yang sedang diculik dan disembunyikan oleh beberapa orang yang menginginkan buku indigo yang disimpan oleh Lalita. Dalam hal ini tokoh Jati merasakan keinginan untuk menyelamatkan dan melindungi sahabatnya tersebut altruisme. Ia melakukan tindakan nyata dengan meminta bantuan pada ayah angkatnya melalui jalur spiritual. Lalu ayahnya menyuruhnya untuk menemukan jawabannya di Candi Borobudur.

g. Idealisme

Individu yang spiritual memiliki kepercayaan kuat pada potensi baik manusia yang dapat diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan bukan saja pada apa yang terlihat sekarang, namun juga pada hal baik yang dimungkinkan dari hal itu pada kondisi ideal yang mungkin dicapai. Mereka percaya bahwa kondisi ideal adalah sesuatu yang sebenarnya mungkin untuk diwujudkan. 51 Kepercayaan ini membuat mereka memiliki komitmen untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik, setidaknya dalam kapasitasnya masing-masing. Bentuk seperti ini juga bisa berupa kritikan yang menurut seorang individu spiritual dirasa tidak pantas terhadap sesuatu yang menurutnya tidak layak untuk dilakukan. Hal seperti ini terlihat pada potongan cerita novel berikut: “Apa pendapatmu?” tanya ayahnya ketika mereka berdua saja, memandangi jajaran kepala yang terpisahkan dari tubuh-tubuh yang tertinggal jauh di pulau asing. Mata hijau anaknya menerawang melampaui kepala-kepala berwajah damai. “Menurut saya, Ayah, seseorang yang sungguh-sungguh mencintai ilmu dan kebijaksanaan tidak akan memenggal kepala-kepala itu dan memamerkannya di sini.” Jawaban itu menunjukkan kecenderungan anaknya ke arah spiritualitas dan kebijaksanaan. “Mereka seharusnya datang ke sana dan mempelajari segala sesuatunya di sana,” lanjut si anak bermata hijau dengan kepala miring Lalita, 2012: 99. Individu spiritual melihat hal seperti ini merupakan sesuatu yang tidak pantas. Hal seperti ini merupakan kesadaran bagi individu spiritual. Sedari kecil, Anshel, walaupun dibesarkan di keluarga yang tidak taat pada agama, tetapi jiwa dan pemikirannya menunjuk ke arah spiritualitas. Kesadaran bahwa orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan akan lebih menghargai benda-benda yang dianggap berharga dan mempelajarinya di tempat benda-benda tersebut berasal. Seharusnya mereka lebih menghargai orang-orang yang berada di tempat benda-benda tersebut berasal dan belajar mengenai benda-benda tersebut dari mereka. Individu yang spiritual juga tidak mempedulikan perkataan orang lain terhadap tindakan yang menurutnya benar menurut kapasitasnya. Individu seperti ini teguh pada apa yang telah ditetapkannya. Individu seperti ini percaya bahwa hal seperti itu dapat 52 membedakan dirinya dari orang kebanyakan. Contoh dari potongan cerita berikut ini mengungkapkan nilai spiritual yang berbentuk idealisme tersebut: Anshel berkata bahwa ia tak berniat mengkhianati sang guru. Tapi, jika perkumpulan ini bukan agama, mengapa ia tak boleh berbeda pandangan dari gurunya? Seseorang mencoba memperlihatkan kacamata guru itu: Persis karena menurut guru kita, pandanganmu terlalu dekat dengan agama. Anshel tidak rela: jika konsekuensi teoriku memberi tempat pada yang supranatural, apakah itu membatalkan kelurusan pikirnya? Lalita, 2012: 129-130. Pemikiran tersebut membentuk idealisme tokoh Anshel. Ia percaya akan potensi baik dirinya walaupun hal tersebut ditentang oleh orang lain yang tidak sependapat dengannya. Ia meyakini bahwa supranatural memiliki tempat dalam kehidupan manusia. Menurut Anshel, keikutsertaan supranatural tidak akan mengubah kelurusan pikirannya. Kemungkinan juga, apabila rasionalitas dan supranatural berjalan beriringan, maka pikirannya dapat memutuskan sesuatu yang lebih baik. Ketetapan hatinya tentang mempertahankan ilmu supranatural dengan ilmu psikologi sangat kuat. Hal itulah yang membedakannya dari sang guru dan rekan-rekannya yang lain. Individu yang spiritual memiliki cara pandang yang sedikit berbeda dari kebanyakan orang. Individu yang spiritual yang memiliki idealisme dapat menemukan cara agar ia tidak menjadi pribadi yang pemarah dan pendendam. Ia akan menemukan cara dan alasan agar ia dapat memaafkan orang lain, walaupun kesalahan seseorang tersebut sulit untuk dimaafkan. Individu spiritual yang idealis akan menetapkan hatinya untuk tidak memendam amarah dan dendam. Ia percaya bahwa dengan memaafkan ia juga dapat berdamai dengan diri sendiri. Berdamai dari rasa amarah dan dendam. Hal tersebut diungkapkan dalam potongan cerita berikut: … “Mungkin dia tidak tahu apa yang sesungguhnya ia lakukan,” Parang Jati diam sebentar. “Tapi dia tahu apa yang dia lakukan. Dan mungkin kita tidak 53 punya kemampuan untuk mengampuni. Yang bisa kita lakukan adalah berdamai dengan sisi lain manusia yang tak kita mengerti. Setidaknya, itu membuat kita tidak mengutuk dia atau membalas dia.” Lalita, 2012: 206. Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa tokoh Parang Jati memiliki kesadaran diri tentang manusia. Ia melihat sisi baik manusia untuk berdamai dengan diri sendiri dan orang lain karena hal seperti itu dapat menghindari manusia dari amarah dan dendam. Parang Jati menginginkan Marja untuk berdamai dengan rasa amarahnya terhadap Yuda. Ketetapan dan idealisme seperti ini sebenarnya sulit untuk diaplikasikan bagi seseorang. Namun, apabila seorang individu memahami dengan baik sifat-sifat manusia umumnya, maka ia akan mampu berdamai dengan dirinya dan orang lain. Tokoh Jati tidak memandang sisi negatif dari apa yang telah dilakukan oleh Yuda. Tetapi, ia melihat dari segi alasan kenapa ia melakukan kesalahan.

h. Kesadaran akan Peristiwa Tragis