Sawit Production of Rubberseed Biodiesel and Palm Biodiesel using Ultrasonic Instrument and Characteristics of Its Blending

Ekuador Lainnya

2.3. Sawit

Sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia, yang berhasil menjadikan Indonesia sebagai produsen dan eksportir minyak sawit nomor satu di dunia. Kementerian Pertanian tahun 2011 menyebutkan, Indonesia menguasai 44,5 pasar sawit dunia dengan volume produksi mencapai 19,1 juta ton pada 2010, mengungguli Malaysia yang menempati posisi kedua dengan pangsa 41,3 dengan volume produksi 17,73 juta ton Tim Redaksi 2012. Sebanyak 90 minyak sawit Indonesia diekspor dalam bentuk CPO crude palm oil dan 10 dalam bentuk produk-produk turunan dari sawit sebagai bahan baku industri oleokimia Pardamean 2008. Gambar 3 Pie chart pangsa pasar sawit Indonesia dibandingkan negara lain Tim Redaksi 2012. Tabel 7 Produksi dan pangsa pasar sawit Indonesia dibandingkan negara lain Tim Redaksi 2012 Negara Volume per 1000 ton Persentase Indonesia 19100 44,5 Malaysia 17735 41,3 Thailand 1160 2,7 Nigeria 860 2,0 Kolombia 800 1,9 Ekuador 420 0,9 Papua Nugini 400 0,9 Cote d’Ivoire 330 0,8 Lainnya 2100 4,9 Total 42904 100 Menurut Pahan 2008 dan Sunarko 2009, buah kelapa sawit dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu eksokarp kulit buah, mesokarp sabut, endokarp cangkang biji, mesosperm daging bijiintikernel, dan embrio lembaga. Minyak dapat diperoleh dari bagian sabut dan dari bagian inti kernel. Soerawidjaja et al. 2005 menyatakan, hasil pengepresan minyak dari sabut sawit akan menghasilkan minyak sawit kasar crude palm oil CPO sebesar 45-70 berat kering sedangkan bagian intikernel sawit akan menghasilkan minyak inti sawit palm kernel oil PKO sebesar 45-54 berat kering. Selama ini, yang lebih umum diperdagangkan sebagai minyak sawit adalah CPO, bukan PKO. Eksokarp kulit buah Mesokarp sabut Endokarp cangkang Mesosperm intikernel Gambar 4 Penampang biji sawit. Minyak sawit CPO memiliki kandungan asam-asam lemak penyusun yang dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan kandungan asam lemak penyusunnya, minyak sawit mengandung asam lemak jenuh yang sebagian besar tersusun oleh asam palmitat dan asam stearat, sedangkan asam lemak tidak jenuh pada minyak sawit sebagian besar tersusun oleh asam oleat dan asam linoleat. Komponen asam lemak tidak jenuh akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan asam lemak jenuh. Hal ini mengakibatkan trigliserida yang mengandung lebih banyak asam lemak tidak jenuh akan cenderung berbentuk cair minyak. Sebaliknya, trigliserida yang mengandung lebih banyak asam lemak jenuh akan cenderung berbentuk padat lemak akibat proses kristalisasi pada suhu rendah dari asam lemak jenuh tersebut Ketaren 2008. Tabel 8 Karakteristik minyak sawit, biodiesel sawit dan Petrodiesel Diesel No.2 Karakteristik Minyak sawit Biodiesel sawit Diesel No.2 a Densitas kgm 3 889,6 – 891 50 o C b 864,42 a 25 o C 853,97 25 o C Viskositas mm 2 detik 36,8-39,6 38 o C c 4,71 a 40 o C 4,33 40 o C CFPP o C 1 d 12 a -6 Titik kabut o C 13 d 16 a -5 Bilangan iod g I 2 100 g 50-55 b 45-62 e - Sumber : a Benjumea et al. 2008; b Knothe 2002; c Mittelbach 1996; d Mittelbach Remschmidt 2006; e Hambali et al. 2007b; Adanya asam lemak jenuh mencapai 45,3 – 55,4 dari total penyusun minyak sawit akan mengakibatkan alkil ester biodiesel dari minyak sawit tersebut turut mempunyai kecenderungan memadat pada suhu rendah, dan berimbas pada tingginya titik kabut biodiesel sawit tersebut. Menurut Benjumea et al. 2008, biodiesel sawit memiliki titik kabut sebesar 16 o C, yakni lebih tinggi dibandingkan titik kabut petrodiesel lihat Tabel 8. Adanya pencampuran dengan biodiesel karet yang tinggi kandungan ester asam lemak tak jenuh diharapkan dapat meningkatkan jumlah ester asam lemak tak jenuh dari biodiesel sawit hasil pencampuran. Dengan demikian diharapkan dapat menurunkan titik kabut biodiesel sawit tersebut. Tabel 9 Penelitian terdahulu tentang biodiesel sawit Peneliti Metode Hasil Crabbe et al. 2001 Esterifikasi dengan katalis H 2 SO 4 pada beberapa variabel rasio molar metanol : minyak 3:1 sampai 40:1, konsentrasi H 2 SO 4 1 sampai 5 vw, suhu 70, 80, dan 90 o C, dan waktu 3,6,9,12, dan 24 jam Kondisi optimal = rasio molar metanol : minyak 40:1, H 2 SO 4 5 vw, suhu 95 o C, selama 9 jam, memberikan rendemen ester sebesar 97. Kalam dan Masjuki 2002 Variabel campuran minyak diesel pada 100 biodiesel, 100 petrodiesel, campuran 7,5 biodiesel + 92,5 petrodiesel, campuran 15 biodiesel + 85 petrodiesel Semua variabel campuran diesel memenuhi standar pada viskositas, angka setana, dan densitas. Benjumea et al. 2008 Transesterifikasi konvensional biodiesel sawit 60 o C, rasio molar metanol : minyak 12:1, NaOH 0,6 minyak, 1 jam. Viskositas 40 oC, dan angka setana memenuhi standar ASTM, dengan densitas 25 o C, titik kabut, CFPP, berturut - turut sebesar 864,42 kgm 3 , 16 o C, dan 12 o C. Suirta 2009 Esterifikasi metanol katalis H 2 SO 4 dengan pengadukan tanpa pemanasan selama 1 jam kemudian didiamkan 24 jam- transesterifikasi suhu 55 o C, katalis natrium metoksida, pengadukan 2,5 jam Analisis GCMS menunjukkan 6 senyawa metil ester metil miristat, metil palmitat, metil linoleat, metil oleat, metil stearat, dan metil arakhidat, serta biodiesel memenuhi standar Jerman DIN 51606 dalam densitas, viskositas, bilangan asam dan bilangan iod Abdullah et al. 2010 Transesterifikasi 50 ml minyak dengan 12,8 ml metanol rasio mol 6:1 dan bantuan 20 ml kopelarut petroleum benzin teknis, suhu 60 o C, pada variasi jumlah katalis KOH dan NaOH Kondisi optimum katalis KOH diperoleh pada konsentrasi 1,5 wv minyak sedangkan NaOH pada konsentrasi 1,25 wv minyak. Karakterisasi biodiesel pada kedua kondisi tersebut menunjukkan angka asam, viskositas, dan densitas memenuhi standar ASTM.

2.4. Ultrasonik