radikal bebas yang baru dan selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan berulang. Hal ini menjadi alasan mengapa terjadi penurunan stabilitas oksidatif yang cukup
drastis dari metil ester murni ketika 25 metil ester sawit dicampurkan dengan 75 biodiesel karet yang tinggi kandungan metil ester asam lemak tak jenuh.
4.6.6. Titik Tuang dan Titik Kabut
Menurut Zuleta et al. 2012, semakin tinggi nilai stabilitas oksidatif dari biodiesel, pada penelitian ini contohnya adalah metil ester sawit, ternyata akan
semakin buruk karakteristik biodiesel tersebut pada suhu rendah. Suhu yang rendah akan mengakibatkan pembentukan inti kristal, yang diameternya semakin
membesar seiring dengan penurunan suhu lingkungan. Awalnya, pada suhu tertentu yang disebut sebagai titik kabuttitik awan kristal tersebut dapat dilihat
oleh mata diameter ≥ 0,5µm Jika penurunan suhu terus berlanjut, pada suhu tertentu disebut sebagai titik tuang kristal akan mencapai diameter 0,5-1 mm.
Kristal besar tersebut satu sama lain akan ber-aglomerasi, sehingga mampu menyumbat filter mesin Dunn 2005.
Kekeruhan biodiesel pada titik kabut maupun memadatnya biodiesel pada titik tuang disebabkan oleh metil ester dari asam lemak jenuh yang berantai
tunggal mengalami kristalisasi. Menurut Ming et al. 2005, hal ini dikarenakan struktur metil ester dari asam lemak jenuh lebih mudah dan seragam dalam
menyusun kristal yang kompak. Berbeda dengan asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap pada rantai penyusunnya, adanya ikatan rangkap dengan
isomer cis membuat struktur molekul membengkok sehingga satu sama lain menjadi lebih sulit dalam membentuk kristal. Akibatnya, metil ester asam lemak
tidak jenuh memiliki titik tuang dan titik kabut lebih rendah. Sesuai dengan pendapat Ming et al. 2005 di atas, metil ester sawit yang
mengandung ester asam lemak jenuh paling banyak, pada akhirnya memiliki titik kabut dan titik tuang yang paling tinggi, sedangkan biodiesel karet yang ester
asam lemak jenuhnya paling sedikit akan memiliki titik kabut dan titik tuang yang paling rendah. Semakin rendah komposisi metil ester sawit di dalam campuran,
akan semakin rendah kandungan ester asam lemak jenuh dari campuran tersebut. Ini artinya, dengan mereduksi jumlah ester asam lemak jenuh melalui
3 3
3 6
12
2 4
6 8
10 12
14
25 50
75 100
Ti tik
Tu an
g
o
C
Persentase metil ester sawit di dalam biodiesel karet
9 9
11 14
18
8 10
12 14
16 18
20
25 50
75 100
Ti tik
K ab
u t
o
C
Persentase metil ester sawit di dalam biodiesel karet
penambahan ester asam lemak tak jenuh dari biodiesel karet, akan menurunkan nilai titik tuang dan titik kabut metil ester sawit Indrayati 2009.
Gambar 16
Titik tuang biodiesel karet pada beberapa persentase penambahan metil ester
Gambar 17
Titik kabut biodiesel karet pada beberapa persentase penambahan metil ester
Batas SNI
4.7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Biodiesel Karet dengan Aplikasi Metil Ester Sawit menggunakan Metode Ultrasonik dan Metode
Konvensional Secara sederhana, untuk melihat metode mana yang lebih murah diantara
metode ultrasonik maupun metode konvensional, dapat dilakukan dengan menghitung harga pokok produksi HPP. Penulis melakukan perhitungan HPP
campuran biodiesel pada penelitian ini dengan berdasarkan pada asumsi sebagai berikut : biji karet diperoleh dari kebun karet di Desa Nanga Jetak Sintang,
Kalbar dan pabrik didirikan di dekat kebun tersebut. Potensi biji karet dari desa tersebut sebesar 153,9 ton per hari dan potensi minyak biji karet sebesar 15,39
kiloliter per hari Lampiran 22. Potensi sebesar itu memungkinkan pabrik dapat berjalan dengan lancar untuk kapasitas produksi sebesar 600 L minyak biji karet
per hari. Setiap hari dilakukan produksi terhadap 600 L minyak biji karet dan 160 L olein sawit untuk produksi metode ultrasonik, serta sebesar 600 L minyak biji
karet dan 200 L olein sawit untuk produksi metode konvensional. Total diperlukan waktu running mencapai 14 jam untuk produksi biodiesel dengan
metode ultrasonik, dan 16 jam untuk produksi biodiesel dengan metode konvensional.
Perbedaan peralatan proses yang digunakan untuk produksi metode konvensional dengan metode ultrasonik hanya terletak pada instrumen ultrasonik
untuk metode ultrasonik dan pengaduk propeller untuk metode konvensional. Tangki reaktor yang digunakan pada metode ultrasonik adalah sebanyak 1 buah.
Instrumen ultrasonik yang digunakan sebanyak 1 buah, Merk Hielscher Tipe UIP500hd seharga USD 9.370 atau setara Rp 89 juta asumsi kurs 1USD = Rp
9500. Kapasitas produksi metode ultrasonik ditetapkan berdasarkan kisaran kapasitas yang dapat dijalankan oleh instrumen ultrasonik Merk Hielscher Tipe
UIP500hd yaitu sebesar 0,25 – 2 L per menit. Lampiran 39 memperlihatkan flow
chart sederhana untuk produksi biodiesel menggunakan instrumen ultrasonik
merk Hielscher Tipe UIP500hd. Adapun tangki reaktor yang digunakan untuk memproduksi biodiesel dengan metode ultrasonik adalah sebanyak 2 buah,
dengan kapasitas tangki sama dengan kapasitas tangki yang digunakan untuk melangsungkan metode ultrasonik. Masing-masing tangki reaktor metode
konvensional ditambahkan 1 unit pengaduk propeller.
HPP per liter biodiesel campuran 25 metil ester sawit di dalam biodiesel karet merupakan kumpulan biaya-biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi
satu liter campuran biodiesel tersebut. Di dalam penelitian ini, HPP dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
HPP = Biaya tetap tahun berjalan + biaya variabel tahun berjalan
Kapasitas penjualan tahun berjalan
Biaya tetap untuk memproduksi campuran biodiesel diperoleh dari total penjumlahan dari biaya pemasaran, biaya administrasi, biaya pemeliharaan,
asuransi, dan penyusutan lihat Lampiran 32-33. Biaya penyusutan sendiri diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung biaya investasi Lampiran 26-29.
Biaya variabel yang dibutuhkan untuk memproduksi campuran biodiesel meliputi biaya bahan baku dan pendukung, biaya utilitas, dan tenaga kerja langsung
Lampiran 30-31. Kapasitas penjualan diasumsikan sebesar 100 dari keseluruhan campuran biodiesel yang dihasilkan pada tahun berjalan.
Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas, diperoleh bahwa HPP campuran biodiesel menggunakan metode konvensional Rp 6.714 per liter lebih
murah dibandingkan HPP menggunakan metode ultrasonik Rp 7.507 per liter.
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan