Hasil penelitian Susilo 2008 juga menunjukkan gelombang ultrasonik meningkatkan laju transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel. Konversi
minyak nabati menjadi biodiesel dengan penggunaan gelombang ultrasonik lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pengaduk mekanis. Konversi dapat
mencapai 100 dengan waktu proses 1 menit Susilo 2008. Konversi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pengaduk mekanis yang hanya
mampu pada kisaran konversi sekitar 96 dengan waktu proses antara 30 menit hingga 2 jam. Menurut Susilo, peningkatan laju reaksi transesterifikasi tersebut
tidak hanya disebabkan kenaikan suhu proses secara makro, tetapi juga karena adanya kavitasi dan timbulnya bintik panas hot spot akibat pecahnya gelembung
mikro. Armenta et al. 2007 telah mencoba melakukan penelitian penggunaan
variasi instrumen ultrasonik bath dan probe. Penelitian tersebut dilakukan pada beberapa konsentrasi katalis KOH, perbandingannya dengan katalis Sodium
metoksida, dalam suhu 20
o
C dan 60
o
C, serta pada parameter waktu 10 – 90
menit. Hasilnya adalah, penggunaan instrumen ultrasonik tipe probe menghasilkan rendemen biodiesel dalam kisaran yang tidak jauh berbeda dengan
yang dihasilkan dari tipe bath. Katalis sodium metoksida dalam konsentrasi yang lebih kecil mampu menghasilkan rendemen yang lebih besar. Penggunaan suhu 60
o
C menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan suhu 20
o
C, serta semakin lama waktu ultrasonik, semakin besar rendemen yang dihasilkan.
2.5. Titik Kabut Biodiesel
Meskipun memiliki beberapa kelebihan sebagai pengganti bahan bakar diesel, biodiesel memiliki kelemahan terkait dengan cuaca dingin. Menurut Dunn
2005, biodiesel kedelai terbukti membentuk kristal ketika suhu mendekati 0- 2
o
C. Kristalisasi tersebut mengakibatkan penyumbatan pada filter mesin sehingga mempengaruhi aliran bahan bakar, yang kemudian akan mengakibatkan mesin
diesel sulit dihidupkan. Secara umum, pendinginan akan mengakibatkan pembentukan inti kristal,
yang semakin membesar seiring penurunan suhu tersebut. Kisaran suhu dimana kristal tersebut dapat dilihat oleh mata diameter ≥ 0,5 µm disebut sebagai titik
kabuttitik awan cloud point CP. Disebut demikian karena adanya kristal tersebut menyebabkan penampakan menyerupai kabut atau awan. Jika penurunan
suhu terus berlanjut, pada suhu tertentu disebut sebagai titik tuang pour point PP
kristal akan mencapai diameter 0,5-1 mm. Kristal besar tersebut satu sama lain akan ber-aglomerasi, sehingga mampu menyumbat filter mesin Dunn 2005.
Titik penyumbatan filter dingin cold plugging filter point CFPP merupakan temperatur terendah dimana 20 mL bahan bakar masih dapat mengalir
melalui filter tertentu selama 60 detik Dunn 2005. CFPP umum digunakan di Eropa, khususnya Eropa Barat, sedangkan yang umum digunakan di Amerika
Utara adalah LTFT Low-Temperature Flow Test. LTFT digunakan untuk mengetahui suhu tertinggi dimana bahan bakar gagal melewati filter standar
ketika dilakukan pendinginan. CFPP dan LTFT memiliki hubungan yang linear terhadap titik kabut. Penurunan titik kabut merupakan kunci untuk memperbaiki
sifat-sifat aliran bahan bakar mesin diesel pada temperatur rendah. Kekeruhan biodiesel pada titik kabut disebabkan oleh metil ester dari asam
lemak jenuh yang berantai tunggal mengalami kristalisasi. Sifat-sifat masing- masing metil ester asam lemak, kaitannya dengan titik leleh dan beberapa
parameter lain dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa untuk jumlah atom C yang sama,
metil ester dari asam lemak jenuh memiliki titik leleh yang jauh lebih tinggi dibandingkan metil ester dari asam lemak tak jenuh. Tingginya titik leleh tersebut
berpengaruh pada tingginya titik kabut dari metil ester asam lemak jenuh Joelianingsih et al. 2008. Menurut Ming et al. 2005, hal ini dikarenakan
struktur metil ester dari asam lemak jenuh lebih mudah dan seragam dalam menyusun kristal yang kompak. Berbeda dengan asam lemak tak jenuh yang
memiliki ikatan rangkap pada rantai penyusunnya. Adanya ikatan rangkap dengan isomer cis membuat struktur molekul membengkok sehingga satu sama
lain menjadi lebih sulit dalam membentuk kristal. Akibatnya, metil ester asam lemak tidak jenuh memiliki titik kabut lebih rendah.
Tabel 10
Sifat masing-masing metil ester asam lemak
Ester Nilai kalor
MJkg Titik leleh
o
C Angka
setana Viskositas cSt
40
o
C Densitas gcc
40
o
C Bil. iodium
g I
2
100g
Ester asam lemak jenuh
Kaprilat -
-34
33,6 1,16
0,859 -
Kaprat -
-12
47,9 1,69
0,856 -
Laurat -
5
60,8 2,38
0,853 -
Miristat -
18,5 73,5
3,23 0,867
- Palmitat
39,4 30,5
85,9 4,32
0,851 -
Stearat 40,1
39,1
101 5,61
0,850 -
Arakhidat -
48
- †
0,849 -
Behenat -
54
- †
- -
Lignoserat -
- -
† -
-
Ester asam lemak tidak jenuh
Palmitoleat -
- 51,0
- -
94,55 Oleat
39,9
-20
59,3 4,45
0,860 85,60
Linoleat 39,7
-35
38,0 3,64
0,872 172,4
Linolenat -
-52
20,0 3,27
0,883 260,3
Gadoleat -
- -
- -
78,2 Erusat
-
33
76,0 7,21
0,856 76,0
Keterangan : † pada suhu ≥ 40
o
C berbentuk padat bukan cairan Sel yang kosong menunjukkan tidakbelum ada data
Sumber : Clements 1988 diacu dalam Joelianingsih et al. 2008 Soerawidjaja 2006
Kristalisasi biodiesel pada suhu rendah dapat diatasi dengan melakukan pemanasan sebelum menuju ruang pembakaran, ataupun dengan melakukan
penurunan titik kabut. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menurunkan titik kabut biodiesel. Pertama, melakukan pencampuran blending
antara biodiesel yang bertitik kabut tinggi dengan biodiesel bertitik kabut rendah, maupun blending antara biodiesel dengan solar. Kedua, melakukan pendinginan
winterization sehingga ester asam lemak jenuh biodiesel dapat dikurangi. Ketiga, melakukan modifikasi struktur kimia biodiesel baik melalui
transesterifikasi menggunakan alkohol berantai karbon lebih panjang, maupun dengan penambahan additif penurun titik kabut Ming et al. 2005; Knothe dan
Steidley 2005; dan Park et al. 2007.
Pencampuran blending antara biodiesel yang memiliki titik kabut tinggi seperti biodiesel sawit dengan biodiesel bertitik kabut rendah seperti biodiesel
biji karet didasarkan pada sifat metil ester tersebut. Diharapkan dengan adanya pencampuran, terjadi penambahan kandungan metil ester berikatan rangkap
isomer cis seperti metil oleat dan metil linoleat dari biodiesel biji karet ke dalam biodiesel sawit. Dengan demikian, metil ester jenuh dalam biodiesel sawit akan
sulit membentuk kristal akibat adanya halangan dari struktur molekul metil ester tidak jenuh berikatan rangkap.
2.6. Stabilitas Oksidatif Biodiesel