2.2. Karet Hevea brasiliensis
Karet alam lateks merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia. Pada tahun 2011, Indonesia memproduksi 2,8 juta ton karettahun dengan luas areal
3,4 juta hektar, berada di peringkat kedua setelah Thailand, dan disusul Malaysia pada peringkat ketiga Kementan 2011. Ketiganya memasok 70 dari kebutuhan
karet alam dunia Prihandana dan Hendroko 2007. Walaupun produksi karet Indonesia termasuk ke dalam tiga besar dunia,
harga karet saat ini sangat rendah, yaitu mencapai 5,5 kali lebih murah dibandingkan tahun 1960. Hal ini menyebabkan pendapatan petani karet menjadi
sangat kecil Prihandana dan Hendroko 2007. Selama ini para petani hanya mengandalkan pada produksi getah, padahal bagian-bagian karet yang lain dapat
pula diolah menjadi produk yang lebih bernilai ekonomi, antara lain kayu yang dapat diolah menjadi perabotan dan meubel, serta biji karet sebagai bahan baku
biodiesel. Biji karet merupakan hasil produksi dari pohon karet kelompok umur
menghasilkan. Umumnya pohon karet berbuah setelah umur 4-5 tahun dan berbuah sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu buah pertama pada bulan Januari
hingga Maret, dan buah kedua pada bulan Oktober hingga Desember. Bobot biji karet berkisar antara 2-4 gram dan berukuran 2.5 cm hingga 3 cm, tergantung
varietas, umur biji, dan kadar air. Menurut Ramadhas et al. 2005, biji karet berbentuk bulat telur, dan rata pada salah satu sisinya lihat Gambar 2. Menurut
Nadaradjah 1969 diacu dalam Aliem 2008, biji karet terdiri atas 45-50 kulit biji dan 50-55 daging biji.
Sumber biji karet yang potensial dapat diperoleh di perkebunan-perkebunan besar, karena perkebunan tersebut memiliki tanaman dengan kondisi terawat,
topografi yang relatif datar, dan kebun yang bersih dari gulma, sehingga lebih mudah dalam pengumpulan biji karet Tazora 2011. Menurut Suparno et al.
2010, produksi biji karet Indonesia sebesar 1500 kghatahun, dan jika dihitung dengan luas areal kebun karet Indonesia pada tahun 2011 3,4 hektar maka
diperoleh hasil potensi biji karet Indonesia sebesar 5,1 juta ton per tahun.
Gambar 2
Pohon karet dan biji karet.
Selama ini potensi biji karet sebanyak itu hanya dibuang begitu saja, padahal biji karet mengandung minyak sebesar 40-50 dari berat kering
Soerawidjadja et al. 2005. Minyak dari biji karet tersebut belum potensial untuk dijadikan sebagai minyak makan. Hal ini dikarenakan adanya asam linolenat yang
cukup tinggi sehingga menimbulkan bau yang tidak enak Fachrie 2010. Oleh karena itu, minyak biji karet tersebut sangat potensial jika diolah menjadi
biodiesel.
Tabel 3
Penelitian terdahulu tentang biodiesel biji karet
Peneliti Metodologi
Katalis Suhu
Hasil
Darismayanti 2007
Pembuatan dengan metode konvensional
esterifikasi –
transesterifikasi H
2
SO
4
, KOH
50
o
C Rendemen
biodiesel tertinggi
96,38 diperoleh
melalui esterifikasi 150 menit pada molar
rasio metanol : minyak 6:1, serta transesterifikasi 40 menit
Hermiyawan Andriana
2007 Pembuatan dengan
metode konvensional esterifikasi
– transesterifikasi
H
2
SO
4
, NaOH
40 sd 65
o
C Rendemen
biodiesel tertinggi
diperoleh melalui
reaksi transesterifikasi pada suhu 60
o
C dengan konsentrasi NaOH 0,6
berat minyak Yuliani
Primasari 2007
Pembuatan dengan metode konvensional
esterifikasi –
transesterifikasi H
2
SO
4
, NaOH
60
o
C Rendemen
biodiesel tertinggi
diperoleh melalui esterifikasi pada suhu 60
o
C dengan konsentrasi H
2
SO
4
0,5 berat minyak.
Susila 2009 Non-katalis
Superheated metanol
pada tekanan atmosfer
tidak dipakai
270 sd
290
o
C Minyak tanpa degumming serta
memiliki kadar ALB tinggi dengan metode superheated metanol dapat
langsung dilakukan
transesterifikasi. Terbaik : 290
o
C, rasio mol metanol : minyak = 160:1
Sari Wahyuni
2010 Evaluasi
perancangan pabrik biodiesel biji karet
H
2
SO
4
, NaOH
- 577,37
ton biji
karethari, menghasilkan
133,14 ton biodiesel hari
Minyak yang diperoleh dari biji karet cenderung mengandung gum. Gum merupakan suspensi koloid serupa getah, yang terdiri dari fosfatida, protein,
karbohidrat, dan resin. Sebelum dilakukan esterifikasi maupun transesterifikasi, gum tersebut perlu dihilangkan dari minyak dengan cara degumming. Hal ini
dikarenakan gum tersebut dapat menghambat kelancaran proses esterifikasi- transesterifikasi.
Pengaruh gum terhadap proses esterifikasi-transesterifikasi dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika setelah dilakukan proses esterifikasi ternyata masih terdapat
sejumlah asam lemak bebas yang belum terkonversi menjadi alkil ester, maka asam lemak bebas tersebut akan bereaksi dengan katalis basa dan membentuk
sabun. Sabun yang terbentuk akan menyerap gum sehingga menambah jumlah partikel emulsi Ketaren 2008. Akibatnya, proses pemisahan sabun dari biodiesel
akan semakin terhambat serta rendemen biodiesel yang dihasilkan akan semakin berkurang.
Tabel 4
Ekstraksi dan pengolahan minyak dari biji karet
Tahap Perlakuan Input
Output Tujuan
1. Penjemuran
Biji karet Biji karet
kering Mengurangi kadar air dalam
biji, sehingga
mencegah kenaikan kadar asam lemak
bebas 2.
Penghancuran Biji karet utuh
kering Hancuran biji
karet Memudahkan pemasukan dan
pengempaan biji karet di dalam mesin pengempa
3. Pengempaan
hidraulik maupun berulir
Biji karet, tekanan
maks.20 ton, 60-70
o
C Minyak,
ampas biji karet
Mengeluarkan minyak dari jaringan dalam bahan dengan
cara memberikan tekanan
4. Degumming
Minyak, asam fosfat, suhu
70-80
o
C Minyak yang
telah terpisah dari gum
Menghilangkan sifat emulsifier dari zat-zat terlarut gum,
seperti fosfolipid, glukosida, protein, dan resin
Menurut Abdullah dan Salimon 2009, minyak biji karet sedikit sekali mengandung asam lemak jenuh. Dibandingkan dengan minyak sawit, sebagian
besar komposisi minyak biji karet tersusun oleh asam lemak tak jenuh berikatan
rangkap lihat Tabel 5. Hal ini menyebabkan minyak biji karet memiliki stabilitas oksidatif yang rendah dan bilangan iod yang cukup tinggi, yaitu sebesar 142,6 g
I
2
100g, sehingga biodiesel yang diolah dari minyak biji karet akan memiliki angka iodium yang tidak memenuhi SNI Biodiesel Ikwuagwu et al. 2000;
Prihandana Hendroko 2007.
Tabel 5
Komposisi asam-asam lemak di dalam minyak biji karet dan minyak sawit
Asam Lemak Minyak biji karet
Minyak sawit
Palmitat 16 : 0 8,56
41 – 47
Stearat 18 : 0 10,56
3,7 - 5,6
Total asam lemak jenuh 19,12
45,3 - 55,4
Oleat 18 : 1 22,95
38,2 – 43,5
Linoleat 18 : 2 37,28
6,6 – 11,9
Linolenat 18 : 3 19,22
– 0,5
Total asam lemak tak jenuh 79,45
44,8 – 57,3
Sumber : Abdullah Salimon 2009 Crabbe et al. 2001
Tabel 6
Karakteristik minyak biji karet Ikwuagwu et al. 2000
Karakteristik Hasil
Densitas 15
o
C, gcm
3
0,918 Viskositas 30
o
C, mm
2
s 37,85
Bilangan asam mg KOHg 1
Bilangan iod g I
2
100 g 142,6
Titik kabut
o
C -1,0
Walaupun demikian, biodiesel minyak biji karet tetap dapat dimanfaatkan. Hal ini dilakukan antara lain dengan mencampurkan biodiesel biji karet dengan
biodiesel sawit yang tinggi ester asam lemak jenuh. Pencampuran ini diharapkan dapat meningkatkan stabilitas oksidatif dan menurunkan bilangan iod biodiesel
biji karet. Selain itu, diharapkan pula pencampuran dengan biodiesel biji karet ini akan menambahkan jumlah ester asam lemak tak jenuh pada biodiesel sawit.
Penambahan ester asam lemak tak jenuh berikatan rangkap tersebut akan membantu dalam menurunkan titik kabut biodiesel sawit disebabkan sulitnya
struktur ikatan rangkap dalam membentuk kisi kristal Ming et al. 2005.
Ekuador
Lainnya
2.3. Sawit