26 yakni sebesar 3.71±0.087 ww. Perbedaan hasil rendemen ini dapat diakibatkan oleh proses
ekstraksi yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan proses ekstraksi dengan metode sonikasi sedangkan pada penelitian Arif dan Fareed 2011 ekstraksi dilakukan dengan metode Soxhlet.
Ekstraksi dengan metode sonikasi dapat menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih banyak dibanding metode maserasi Wang dan Weller 2006. Hasil rendemen yang lebih banyak ini
berhubungan erat dengan mekanisme metode sonikasi saat proses ekstraksi. Gelombang ultrasonik yang dihasilkan selama proses ekstraksi menyebabkan pori-pori dinding sel tanaman
membesar sehingga mempermudah pelarut untuk berdifusi dan meningkatkan perpindahan komponen metabolit ke dalam pelarut Vinatoru 2001.
Pada Tabel 7 terlihat bahwa semakin banyak proses ekstraksi yang terjadi maka semakin rendah rendemen yang dihasilkan pada ekstrak berikutnya, hal ini yang terjadi pada ekstrak F2
hingga F7. Saat proses ekstraksi yang pertama, tepung buah takokak masih mengandung komponen metabolit yang lengkap sehingga ekstrak F1 yang dihasilkan memiliki rendemen yang
terbesar. Pada proses ekstraksi yang kedua, tepung buah takokak yang digunakan merupakan sisa dari ekstraksi pertama sehingga komponen metabolitnya telah berkurang. Hal ini mengakibatkan
nilai rendemen pada ekstrak F2 hingga F7 berangsur-angsur menurun karena komponen metabolit dalam tepung buah takokak telah berkurang saat proses ekstraksi sebelumnya.
Penurunan hasil rendemen terjadi hingga dihasilkan ekstrak F7 namun pada proses ekstraksi yang ke delapan nilai rendemen kembali meningkat. Pada ekstrak F8 nilai rendemen yang
dihasilkan kembali meningkat akibat perbandingan jumlah air yang bertambah pada pelarut saat ekstraksi. Jumlah air yang lebih banyak ini menyebabkan komponen gula yang memiliki berat
molekul rendah ikut terekstrak sehingga meningkatkan nilai rendemen yang dihasilkan Harborne 1987.
C. AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH TAKOKAK
1. Persiapan kultur Bacillus cereus
Persiapan kultur bakteri Bacillus cereus bertujuan untuk menjamin keseragaman bakteri saat pengujian aktivitas antibakteri. Uji konfirmasi dengan pewarnaan Gram
pertama kali dilakukan untuk mengetahui apabila terjadi kontaminasi dalam kultur bakteri yang digunakan. Pada Gambar 16 terlihat bahwa bakteri yang diuji berbentuk batang dan
merupakan bakteri Gram positif karena menunjukkan morfologi berwarna ungu. Hasil pewarnaan ini sesuai dengan ciri-ciri Bacillus cereus yang berbentuk batang dan
merupakan Gram positif Gibbs 2003.
Gambar 16. Hasil pewarnaan gram bakteri Bacillus cereus a hasil penelitian dan b referensi Anonim
2
2012 a
b
27 Pada penelitian ini jumlah bakteri awal Bacillus cereus diketahui sebanyak 5.3x10
7
cfuml. Jumlah kultur yang digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri harus diseragamkan. Jumlah kultur bakteri yang direkomedasikan adalah ~10
5
cfuml. Apabila jumlah kultur yang ditambahkan ~10
5
cfuml maka nilai MIC akan lebih besar Wiegand et al. 2008 dan pada uji difusi sumur zona penghambatan tidak dapat terlihat akibat koloni
bakteri yang terlalu banyak Paris dan Davidson 1993. Oleh karena itu, dalam penelitian ini sebelum kultur Bacillus cereus diinokulasikan kultur tersebut terlebih dahulu diencerkan
hingga 100 x untuk mendapatkan jumlah yang diinginkan.
2. Uji difusi sumur
Pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumur dilakukan dalam dua tahapan. Pada tahapan yang pertama pengujian dilakukan terhadap seluruh ekstrak hasil
ekstraksi bertingkat, sedangkan untuk tahapan kedua pengujian dilakukan berdasarkan berat ekstrak kering dari ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri pada tahapan pertama.
Tahapan kedua bertujuan mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak buah takokak berdasarkan berat ekstrak kering sehingga data yang dihasilkan dapat lebih baik.
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak buah takokak dilakukan menggunakan metode difusi sumur yang mengacu pada metode Shan et al. 2007 yang dimodifikasi. Metode
difusi sumur merupakan metode pengujian aktivitas antibakteri in vitro yang bersifat kualitatif Paris dan Davidson 1993. Hasil aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan zona
bening di sekitar sumur sehingga akan didapatkan nilai diameter penghambatan diameter of inhibition zone DIZ dari ekstrak yang diujikan. Nilai DIZ yang diperoleh pada
penelitian ini merupakan selisih antara diameter lubang sumur dan zona bening yang terlihat di sekitar sumur. Pengukuran nilai DIZ ini dilakukan menggunakan jangka sorong
sehingga diperoleh ketelitian data sebesar 0.1 mm. Pada penelitian ini digunakan konsentrasi 200 mgml untuk masing-masing ekstrak
dalam pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi sumur. Nilai konsentrasi ini merupakan konsentrasi terendah yang digunakan pada penelitian Kannan et al. 2012
yang menunjukkan adanya aktivitas penghambatan. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak buah takokak hasil ektraksi bertingkat dapat dilihat pada Gambar 17a.
Pengujian metode difusi sumur dari seluruh ekstrak hasil ekstraksi bertingkat ini merupakan tahapan
pendahuluan untuk mengetahui gambaran umum aktivitas antibakteri pada buah takokak.
Dari hasil pengujian metode difusi sumur ini terlihat bahwa hanya ekstrak F1 hingga F5 yang menunjukkan adanya aktivitas penghambatan dengan nilai DIZ mulai dari 0.5
hingga 6.6 mm. Ekstrak lainnya, yakni F6 hinggga F8 memiliki nilai DIZ 0 mm yang
artinya tidak memiliki aktivitas penghambatan terhadap Bacillus cereus. Pengujian tahapan pertama ini menggunakan ekstrak langsung hasil ekstraksi bertingkat yang diduga masih
mengandung residu pelarut. Oleh karena itu, dilakukan juga pengujian aktivitas antibakteri metode difusi sumur terhadap pelarut yang digunakan saat ekstraksi. Hasil pengujian
aktivitas antibakteri terhadap pelarut menunjukkan bahwa baik pada pelarut metanol 100 hingga metanol : air 8 : 2 memiliki nilai DIZ 0 mm yang artinya tidak memiliki aktivitas
antibakteri Lampiran 7. Penelitian Dash et al. 2011 menunjukkan bahwa metanol sebagai kontrol negatif tidak membentuk zona penghambatan terhadap bakteri
Pseudomonas spp., Shigella dysentriae, Salmonella typhii dan E. coli. Pelarut metanol juga tidak menunjukkan aktivitas penghambatan dengan nilai DIZ 0 mm pada bakteri Bacillus
lainnya yaitu Bacillus subtilis Lachumy et al. 2010. Selain pengujian terhadap pelarut,
28 dilakukan pula pengujian berdasarkan berat ekstrak kering sebagai koreksi terhadap hasil
pengujian tahapan pertama akibat adanya residu pelarut yang tertinggal. Hasil pengujian tahapan pertama menunjukkan bahwa hanya ekstrak F1 hingga F5 yang berpotensi
memiliki aktivitas sebagai antibakteri sehingga untuk tahapan kedua hanya ekstrak tersebut yang akan diujikan.
Pengukuran kadar air terhadap lima ekstrak yang terpilih dilakukan sebelum pengujian tahapan kedua. Pengukuran kadar air ekstrak ini menggunakan metode oven vakum
AOAC 925.45 1999 karena diduga ekstrak mengandung komponen gula yang cukup tinggi. Hasil pengukuran kadar air dapat dilihat pada Lampiran 8. Kadar air ekstrak buah
takokak hasil ekstraksi bertingkat cukup bervariasi yakni antara 6.00 hingga 20.00. Setelah data kadar air ekstrak F1 hingga F5 didapatkan maka pengujian aktivitas antibakteri
ekstrak buah takokak berdasarkan berat ekstrak kering dapat dilakukan. Hasil pengujian tahapan kedua ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Pada tahapan kedua ini digunakan kontrol negatif yaitu DMSO dan kontrol positif kloramfenikol. Hasil ekstraksi umumnya mengandung komponen yang tidak homogen
sehingga diperlukan pelarut untuk mencampurkan seluruh komponen dalam ekstrak tersebut Cannell 1998. Salah satu pelarut yang cukup banyak digunakan dalam pengujian
aktivitas antibakteri adalah DMSO Chah et al. 2000; Naz et al. 2011; dan Patel dan Rao 2012. DMSO merupakan pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak dan
kloramfenikol. Pengujian terhadap kontrol negatif bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut organik DMSO terhadap aktivitas antibakteri ekstrak buah takokak. Hasil
pengujian pada kontrol negatif menunjukkan bahwa baik DMSO maupun kombinasi pelarut F1 hingga F5 memiliki nilai DIZ sebesar 0 mm. Menurut Sagdic et al. 2005, suatu sampel
dikategorikan sebagai antibakteri yang kuat apabila memiliki nilai DIZ 20 mm, sedang bila nilai DIZ 16-20 mm, cukup bila nilai DIZ 10-15 mm, lemah bila nilai DIZ 6-9 mm dan
tidak efektif sebagai antibakteri apabila nilai DIZ 0 mm atau tidak menunjukkan adanya zona bening di sekitar areal sumur. Oleh karena itu, kontrol negatif pada pengujian tahap
kedua ini dikategorikan sebagai senyawa yang tidak efektif sebagai antibakteri sehingga
6.6 4.7
5.3 3.7
0.5 0.0
0.0 0.0
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
F1 F2
F3 F4
F5 F6
F7 F8
N il
ai d
iam e
te r
p e
n gh
am b
at an
m m
Kode Ekstrak
Gambar 17a. Histogram hasil screening awal pengujian aktivitas antibakteri ekstrak buah takokak pada konsentrasi 200 mg berat basah ekstrakml
Nilai diameter penghambatan yang diperoleh merupakan hasil rataan dari dua ulangan masing-masing duplo
29 diduga tidak mempengaruhi hasil aktivitas antibakteri dari ekstrak buah takokak yang
diujikan. DMSO juga diketahui tidak memberikan aktivitas penghambatan pada bakteri S. aureus dan E. coli Bag et al. 2009; Walter et al. 2011 serta B. cereus Karou
1
et al. 2005. Pada pengujian tahap kedua ini juga digunakan kloramfenikol sebagai kontrol positif.
Konsentrasi kloramfenikol yang digunakan adalah 25 mgml DMSO. Pada Tabel 8 terlihat bahwa kontrol positif yaitu kloramfenikol menunjukkan nilai DIZ yang besar yakni
34.0±0.44 mm dan dapat dikategorikan sebagai aktivitas antibakteri yang kuat Sagdic et al. 2005. Bila dibandingkan dengan nilai DIZ ekstrak buah takokak maka terlihat perbedaan
yang cukup jauh. Ekstrak buah takokak memiliki nilai penghambatan tertinggi pada ekstrak F1 dengan nilai DIZ sebesar 7.1 mm pada konsentrasi 200 mgml sedangkan kloramfenikol
pada konsentrasi 25 mgml atau 8 kali lebih kecil dibanding ekstrak buah takokak memiliki nilai DIZ yang jauh lebih besar.
Tabel 8. Hasil uji difusi sumur ekstrak terpilih berdasarkan berat kering ekstrak
Konsentrasi ekstrak yang digunakan sebesar 200 mg berat kering ekstrakml
Kloramfenikol merupakan antibiotik sintetik yang diketahui dapat menghambat berbagai macam bakteri baik gram positif maupun gram negatif Balbi 2004. Antibiotik ini
juga diketahui efektif terhadap bakteri Bacillus cereus, oleh karena itu kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif Drobniewski 1993. Kloramfenikol merupakan
antibiotik yang bersifat bakteriostatik terhadap berbagai mikroba namun antibiotik ini juga dapat bersifat bakterisidal pada mikroba penyebab meningitis seperti H. influenzae, S.
pneumoniae, and N. meningitidis. Sifat kloramfenikol sebagai bakteriostatik berhubungan dengan mekanisme penghambatannya terhadap bakteri. Secara umum, mekanisme
kloramfenikol sebagai antibiotik adalah dengan menghambat sintesis protein. Kloramfenikol akan berikatan dengan ribosom sehingga menghambat aktivitas dari peptidyl
transferase Balbi 2004. Mekanisme penghambatan kloramfenikol ini juga berhubungan erat dengan pembentukan gugus hidroksil radikal oleh bakteri ketika berinteraksi dengan
antibiotik Kohanski et al. 2007. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa telah banyak bakteri yang bersifat resisten terhadap antibiotik komersial, termasuk kloramfenikol. Selain
resistensi bakteri, antibiotik sintetik juga memiliki efek negatif bagi kesehatan, oleh karena itu walaupun aktivitas penghambatan ekstrak buah takokak jauh lebih kecil dibanding
kloramfenikol, buah takokak memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai antibiotik yang alami.
Ulangan Kode ekstrak
Kloramfenikol 25 mgml
DMSO F1
F2 F3
F4 F5
kontrol + kontrol -
1 7.4
5.4 6.0
5.9 4.2
34.2 0.0
8.1 5.6
6.0 5.8
4.1 34.3
0.0 2
6.8 5.5
5.9 5.6
4.9 34.2
0.0 6.4
5.7 6.0
5.7 1.1
33.2 0.0
3 7.1
5.3 5.0
5.2 3.1
34.3 0.0
6.6 5.4
4.9 5.3
3.1 34.0
0.0
Rataan 7.1 ± 0.63
5.5 ± 0.15 5.6 ± 0.54
5.6 ± 0.26 3.4 ± 1.33
34.0 ± 0.44 0.0 ± 0.00
30 Pada Gambar 17b menunjukkan bahwa pengujian aktivitas antibakteri berdasarkan
berat kering ekstrak pada ekstrak F1 hingga F5 menunjukkan peningkatan nilai diameter penghambatan dibanding pada pengujian tahap pertama. Pada tahap pertama nilai DIZ
ekstrak F1 hingga F5 berkisar antara 0.5 mm hingga 6.6 mm namun pada pengujian tahap kedua berdasarkan berat ekstrak kering nilai DIZ menunjukkan peningkatan dengan kisaran
3.4 mm hingga 7.1 mm. Hal ini dapat membuktikan bahwa pada pengujian difusi sumur tahap pertama masih terdapat residu pelarut sehingga berat ekstrak sesungguhnya
berkurang. Walaupun terjadi peningkatan nilai DIZ, ekstrak F1 tetap menghasilkan nilai diameter penghambatan yang terbesar dibanding keempat ekstrak lainnya dengan nilai 7.1
± 0.63 mm.
Ekstrak F1 merupakan hasil ekstraksi pertama tepung buah takokak yang menggunakan pelarut metanol 100. Metanol merupakan pelarut yang telah banyak
digunakan dalam ekstraksi komponen aktif tanaman obat. Metanol termasuk ke dalam golongan alkohol seperti etanol, namun metanol lebih bersifat polar dibanding etanol.
Pelarut alkohol ini lebih efisien dalam mengekstrak komponen polifenol dibanding air, hal ini diduga karena dalam air enzim polifenoloksidase akan aktif dan mendegradasi
komponen polifenol yang telah terekstrak namun dalam pelarut alkohol, enzim ini tidak aktif Tiwari et al. 2011.
Polaritas dari pelarut merupakan salah satu faktor penting dalam proses ekstraksi komponen metabolit. Hal ini didasarkan pada prinsip ekstraksi yaitu like dissolve like
dimana pelarut polar akan mengekstrak komponen polar dan sebaliknya pelarut non polar akan mengekstrak komponen non polar Visht dan Chaturvedi 2007. Komponen polifenol
seperti flavonols merupakan komponen metabolit yang larut dalam pelarut polar Cowan 1999. Kelarutan komponen fenolik dipengaruhi oleh keberadaan gugus polar dalam
struktur kimianya Hobson dan Davies 1971. Komponen fenol dan flavonoid diketahui telah dapat terekstrak oleh pelarut metanol Moco et al. 2007. Metanol juga diketahui
dapat mengekstrak komponen aktif antara lain antosianin, terpenoid, saponin, tannin,
Nilai diameter penghambatan yang diperoleh merupakan hasil rataan dari tiga ulangan masing- masing duplo
Nilai rata-rata dengan huruf yang berbeda pada tiap batang menunjukkan analisis rata-rata nilai diameter penghambatan berbeda nyata antar sampel nilai p0.05
Gambar 17b. Histogram hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak buah takokak terpilih pada konsentrasi 200 mg berat kering ekstrakml
7.1 ± 0.63
a
5.5 ± 0.15
b
5.6 ± 0.54
b
5.6 ± 0.26
b
3.4 ± 1.33
c
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
8.0
F1 F2
F3 F4
F5 N
il ai
d iam
e te
r p
e n
gh am
b at
an
m m
Kode Ekstrak
31 xanthoxyllin, totarol, quassinoid, lactone, flavon, phenon, dan polifenol Cowan 1999.
Dalam penelitian Arif dan Fareed 2011, ekstrak metanol dari buah takokak diketahui mengandung komponen alkaloid, gula pereduksi, saponin glikosida, flavonoid glikosida,
tanin, fenol, dan protein. Aktivitas antibakteri dari ekstrak buah takokak dipengaruhi oleh komponen-
komponen aktif tersebut. Salah satunya adalah saponin, saponin yang dapat diekstrak dengan metanol menunjukkan efek sebagai antimikroba Ncube et al. 2008. Saponin yang
diekstrak dari tanaman ginseng menunjukkan aktivitas antimikroba pada beberapa bakteri antara lain Staphylococcus dan E. coli. Selain saponin, komponen flavonoid dan polifenol
yang juga dapat diekstrak dengan pelarut metanol telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri Cowan 1999. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang disintesis sebagai
respon dari tanaman saat terinfeksi mikroba Gould dan Lyster 2006. Mekanisme penghambatan mikroba oleh senyawa flavonoid terdiri dari tiga cara antara lain
menghambat sintesi asam nukleat, menghambat fungsi membran, dan menghambat metabolisme energi. Quercetin misalnya, yang merupakan salah satu golongan flavonol
telah diketahui dapat menghambat DNA gyrase dari bakteri E. coli Cushnie dan Lamb 2005. DNA gyrase merupakan enzim yang berperan dalam mengurangi tegangan ketika
DNA induk terpisah menjadi dua untaian dalam proses replikasi DNA Campbell dan Reece 2010. Penghambatan DNA gyrase akan menyebabkan proses replikasi DNA
terhambat dan bakteri tidak dapat memperbanyak sel. Komponen metabolit lainnya yaitu senyawa fenol sederhana dan asam fenolat mampu
menghambat antibakteri dengan berikatan pada sel membran bakteri. Membran bakteri berfungsi memelihara integritas dari komponen-komponen seluler dalam sel dan berperan
mengatur keluar masuknya bahan-bahan yang dibutuhkan oleh sel bakteri. Kerusakan pada membran sel dapat mengakibatkan terjadinya lisis sel atau mengganggu pertumbuhan sel
bahkan mati Denyer dan Stewart 1998. Buah takokak diketahui positif mengandung komponen alkaloid dari berbagai tes
kualitatif Chah et al. 2000; Arif dan Fareed 2011; Kannan et al. 2012. Alkaloid merupakan komponen tanaman yang telah banyak digunakan sebagai bahan baku obat-
obatan. Alkaloid dapat menghambat aktivitas antibakteri dengan berikatan dengan dinding sel dan DNA dari bakteri. Komponen alkaloid dari Sida acuta menunjukkan aktivitas
penghambatan terhadap bakteri Bacillus cereus, beberapa strain S. aureus dan beberapa strain E. coli Karou
2
et al. 2005. Ekstrak F2, F3, dan F4 memiliki nilai DIZ yang mirip yakni sebesar 5.5±0.15 mm,
5.6±0.54 mm, dan 5.6±0.26 mm. Pada tahap pengujian pertama ekstrak F5 memiliki nilai DIZ terendah dibanding ekstrak F1 hingga F4 dengan nilai 0.5 mm, pada tahap kedua F5
juga menunjukkan aktivitas yang terendah dibanding keempat ekstrak lainnya, namun diameter penghambatannya meningkat menjadi 3.4±1.33 mm. Pada ekstrak F2 hingga F5
ini pelarut yang digunakan saat ekstraksi adalah kombinasi dari metanol dan air dengan jumlah air yang semakin meningkat yang berarti semakin polar senyawa yang terekstrak.
Air merupakan pelarut universal yang juga telah cukup banyak digunakan dalam analisis aktivitas antibakteri tanaman obat Sivapriya et al. 2011; Gracelin et al. 2011. Walaupun
senyawa fenol dan flavonoid bersifat polar, namun jika ekstraksi dilakukan menggunakan air efektivitas komponen tersebut sebagai antibakteri menjadi berkurang bahkan hilang
Ncube et al. 2008. Komponen fenol yang larut air ini tidak menunjukkan aktivitas antibakteri yang signifikan dan hanya menunjukkan aktivitas sebagai antioksidan Tiwari et
32 al. 2011. Hal ini yang mungkin menyebabkan semakin bertambahnya jumlah air maka
semakin menurun diameter penghambatan yang dihasilkan dari ekstrak buah takokak. Hasil aktivitas antibakteri buah takokak terhadap Bacillus cereus pada penelitian ini
lebih rendah dibandingkan dengan hasil pengujian aktivitas antibakteri buah takokak pada penelitian Chah et al. 2000 dan Sivapriya et al. 2011. Perbandingan hasil aktivitas
antibakteri antara penelitian ini dan penelitian lainnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan hasil aktivitas antibakteri penelitian dan referensi
Variabel Hasil penelitian
Chah et al. 2000
Sivapriya et al. 2011
Nilai diameter penghambatan mm
7.1 16
21 Pelarut
Metanol 100 Metanol 80
Etanol 50 Bakteri uji
B. cereus B. subtilis
B. subtilis Bagian buah
Buah Buah
Kulit buah Tingkat kematangan
Tua -
-
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan saat ekstraksi mempengaruhi hasil diameter
penghambatan yang diperoleh karena pelarut dalam proses ekstraksi yang akan menentukan komponen metabolit yang terekstrak Moco et al. 2007. Pada penelitian Chah et al. 2000
digunakan pelarut metanol 80 untuk mengekstrak tepung buah takokak hasil pengeringan matahari dan diperoleh nilai DIZ sebesar 16 mm dengan konsentrasi 80 mgml terhadap
bakteri Bacillus subtilis. Selain itu, pada penelitian Sivapriya et al. 2011 nilai DIZ tertinggi yaitu 21 mm dihasilkan oleh ekstrak kulit buah takokak pada konsentrasi 10
mgml yang diekstrak dengan pelarut etanol:air 1:1 dalam pengujian terhadap bakteri Bacillus subtilis. Penggunaan bakteri uji yang berbeda ini juga mungkin menyebabkan
perbedaan hasil yang diperoleh. Pengujian ketahanan terhadap antibiotik 75 strain dari enam spesies bakteri Bacillus menunjukkan bahwa perbedaan ketahanan antar spesies lebih
besar dibandingkan perbedaan ketahanan diantara bakteri dalam satu spesies Reva et al. 1995. Bacillus cereus tergolong ke dalam spesies bakteri Bacillus yang memiliki ukuran
lebih besar large-cell sedangkan Bacillus subtilis tergolong ke dalam spesies yang berukuran kecil small-cell Drobniewski 1993. Namun hingga saat ini belum ada
penelitian mengenai pengaruh ukuran terhadap ketahanan bakteri sehingga belum dapat dipastikan bahwa ukuran sel dapat mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap senyawa
antibakteri. Pada penelitian Sivapriya et al. 2011 dihasilkan nilai DIZ yang tinggi mungkin
karena hanya bagian kulit buah takokak yang digunakan sedangkan pada penelitian Chah et al. 2001 dan penelitian ini yang digunakan adalah seluruh bagian buah takokak.
Komponen flavonoid pada buah tomat yang juga merupakan famili Solanaceae seperti takokak berhasil diisolasi dari kulit buah tapi tidak ditemukan dalam daging buah.
Komponen fenolik lain seperti p-kumarat, ferulat,asam kafeat, dan asam klorogenat juga ditemukan di dinding kulit buah dan hanya sedikit terdapat di bagian dalam buah Hobson
dan Davis 1971. Pada penelitian ini seluruh bagian buah digunakan sehingga bagian kulit buah, yang diduga lebih banyak mengandung komponen metabolit sekunder, lebih sedikit
dibandingkan penelitian menggunakan kulit buahnya saja. Selain itu, buah takokak terdiri dari bagian epicarp, mesocarp, endocarp, biji, plasenta dan kolumella septa seperti yang
terlihat pada Gambar 18. Biji buah takokak mengandung endosperm yang berisi cadangan
33 makanan untuk biji yang umumnya berupa karbohidrat, protein, dan lemak Hidayat, 1995.
Komponen makromolekul tersebut tidak memiliki aktivitas sebagai antibakteri bahkan gula merupakan bahan makanan bagi bakteri.
Perbedaan hasil pengujian aktivitas antibakteri juga mungkin akibat perbedaan tingkat kematangan buah takokak yang digunakan. Pada pengujian aktivitas antibakteri buah sawo
yang merupakan famili Sapotaceae misalnya, diketahui bahwa tingkat kematangan yang buah yang berbeda mempengaruhi hasil diameter penghambatan terhadap bakteri uji. Pada
penelitian buah sawo tersebut aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri Bacillus cereus diperoleh dari ekstrak metanol buah yang matang Patel dan Rao 2012. Hal ini
menunjukkan setiap tingkat kematangan buah dapat mengandung komponen metabolit yang berbeda dan mempengaruhi aktivitas antibakteri yang dihasilkan. Tomat yang
merupakan famili Solanaceae seperti takokak memiliki kandungan polifenolik yang lebih banyak saat masih muda dan semakin matang buah tomat tersebut maka komponen
polifenolik ini semakin menurun vanBuren 1970. Pada penelitian ini buah takokak yang digunakan adalah buah yang tua namun belum matang sehingga kemungkinan komponen
polifenolik yang terkandung dalam buah tersebut lebih sedikit dibanding dengan buah takokak yang masih muda. Padahal komponen fenolik ini merupakan komponen metabolit
sekunder yang diduga berperan terhadap aktivitas antibakteri dari tanaman obat Shan et al. 2007.
Perbedaan tingkat kematangan buah mempengaruhi kandungan komponen metabolit baik primer maupun sekunder sehingga dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri yang
dihasilkan. Komponen metabolit primer seperti karbohidrat, protein, dan lemak berperan dalam fungsi seluler tanaman, termasuk organ buah. Pada tomat yang merupakan famili
Solanaceae seperti takokak, pati yang merupakan karbohidrat kompleks terdapat dalam jumlah yang cukup signifikan pada buah yang masih sangat muda namun jumlahnya
semakin menurun dengan meningkatnya kematangan buah. Sebaliknya, gula pereduksi pada buah jumlahnya semakin meningkat selama proses pematangan vanBuren 1970.
Komponen metabolit primer lainnya seperi protein, secara umum akan semakin meningkat total protein nitrogennya selama proses kematangan vanBuren 1970.
Komponen metabolit sekunder seperti senyawa fenolik umumnya akan terus menurun konsentrasinya seiringan dengan kematangan buah vanBuren 1970. Komponen metabolit
sekunder pada tanaman disintesis melalui tiga jalur utama yaitu shikimat, isoprenoid, dan poliketida. Jalur shikimat merupakan jalur utama yang menghasilkan senyawa aromatik.
Jalur shikimat ini dimulai dengan kondensasi antara D-eritrosa 4-fosfat dan fosfoenolpiruvat. Selain menghasilkan komponen metabolit sekunder, komponen metabolit
primer juga dapat dihasilkan melalui jalur shikimat ini Verpoorte 2000. Secara umum Gambar 18. Struktur buah takokak a dan biji buah takokak b
Arif dan Fareed 2011
34 pada buah yang semakin matang jumlah kandungan gula pun akan semakin meningkat.
Prekursor bagi komponen fenolik yaitu D-eritrosa 4-fosfat dan fosfoenolpiruvat merupakan turunan senyawa dari pemecahan gula Scott 2008. Jumlah gula yang tinggi pada buah
yang semakin matang akan membuat kandungan komponen fenolik menurun karena diduga gula yang ada tidak dipecah melalui jalur shikimat untuk menjadi prekursor bagi sintesis
komponen fenolik melainkan digunakan sebagai cadangan energi dalam buah. Sebanyak 20 metabolisme yang terjadi dalam sel terjadi melalui jalur
fenilpropanoid. Jalur ini terutama penting dalam pembentukan komponen lignin, lignan, flavonoid, dan antosianin. Kunci utama dalam jalur fenilpropanoid ini adalah enzim PAL
phenylalanine ammonia lyase yang mengubah fenilalanin menjadi trans-asam sinamat melalui deaminasi non-oksidatif. Sinamat dapat mengalami hidroksilasi atau metilasi
sehingga menghasilkan senyawa fenol hidroksisinamat seperti asam kumarat, asam kafeat, asam ferulat, dan asam sinapit. Sinamat ini juga dapat berikatan dengan senyawa ester CoA
menghasilkan senyawa coumaryl –CoA. Penggabungan antara coumaryl–CoA dan malonyl-
CoA oleh enzim CHS chalcone synthase menghasilkan senyawa naringenin chalcone yang setelah diisomerasi lanjut akan menjadi naringenin yang merupakan kerangka utama
bagi senyawa flavonoid Verpoorte 2000. Buah muda akan mengalami proses pembelahan dan pembesaran hingga menjadi buah
yang tua dan matang Hidayat 1995. Pada buah muda yang berkembang semakin lama kulit buah akan membelah dan membentuk jaringan-jaringan penyokong yang melindungi
biji, begitu pula pada tanaman takokak. Pada kulit buah takokak terdapat bagian hipodermis diantara epidermis dan endodermis Arif dan Fareed 2011. Umumnya, bagian hipodermis
tanaman Solanum tersusun atas jaringan kolenkim yang mengandung lignin. Semakin tebal jaringan hipodermis maka semakin kuat konsistensi buah tersebut. Pada buah takokak yang
berkembang dari buah muda menjadi tua lalu matang terjadi proses pembelahan sel dan pembesaran sel. Pembesaran sel dapat ditandai dengan jaringan hipodermis yang semakin
menebal ke dalam dibanding ke luar Chiarini et al. 2010. Penebalan jaringan hipodermis ini menyebabkan bertambahnya jumlah lignin yang dibutuhkan. Sinamat dan turunan
hidroksinya dapat menjadi prekursor bagi pembuatan lignin dan lignan Vepoorte 2000 sehingga pada perkembangan buah menjadi tua, komponen tersebut cenderung diubah
menjadi senyawa lignin dan lignan. Padahal komponen fenol hidroksisinamat dan flavonoid yang merupakan turunan dari sinamat memiliki aktivitas sebagai antibakteri Fernandez et
al. 1996; Cushnie dan Lamb 2005. Hal ini mungkin yang menyebabkan aktivitas antibakteri yang dihasilkan lebih rendah karena buah yang digunakan adalah buah takokak
tua sehingga jumlah komponen fenol dalam buah lebih rendah.
3. Uji nilai MIC Minimum Inhibitory Concentration
Nilai MIC adalah konsentrasi terendah dari ekstrak yang menunjukkan aktivitas penghambatan sebesar 90 Cosentino et al. 1999. Penentuan nilai MIC merupakan
suatu langkah awal untuk mengetahui potensi suatu senyawa sebagai antibakteri. Penentuan nilai MIC pada penelitian ini menggunakan metode macro dillution Wiegand et al. 2008.
Pada metode ini ekstrak buah takokak terbaik dibuat menjadi beberapa konsentrasi ekstrak tersebut kemudian ditambahkan bakteri uji yaitu Bacillus cereus. Setelah itu campuran
ekstrak diiinkubasi selama 24 jam dan diamati jumlah penghambatan dari masing-masing ekstrak.
35 Pada penelitian ini penentuan nilai MIC dilakukan terhadap ekstrak F1 karena ekstrak
F1 memiliki nilai DIZ terbesar dibanding ekstrak lainnya sehingga diduga ekstrak F1 memiliki aktivitas antibakteri yang tertinggi. Konsentrasi ekstrak F1 yang digunakan pada
penelitian ini adalah 10 mgml 20 mgml, 30 mgml, 60 mgml, 75 mgml, dan 150 mgml. Nilai konsentrasi yang diujikan ini jauh lebih besar dibanding hasil MIC ekstrak buah
takokak yang telah diteliti oleh Sivapriya et al. 2011 dan Chah et al. 2000 karena nilai DIZ yang dihasilkan pada penelitian ini juga jauh lebih kecil dibanding nilai DIZ dari
kedua penelitian tersebut. Penentuan nilai MIC didasarkan pada penurunan jumlah bakteri setelah inkubasi
sebesar 90 dari jumlah bakteri awal yang diinokulasikan Cosentino et al. 1999. Pada konsentrasi 60 mgml, 75 mgml, dan 150 mgml saat 0 jam mengalami penurunan hingga 1
log bila dibanding jumlah bakteri awal pada kontrol negatif Lampiran 13. Padahal pada kontrol positif yakni kloramfenikol jumlah bakteri saat 0 jam dibandingkan dengan kontrol
negatif saat 0 jam tidak menurun. Perbedaan penurunan jumlah bakteri saat 0 jam ini dapat disebabkan oleh mekanisme penghambatan yang berbeda antara ekstrak buah takokak
dengan kloramfenikol. Kloramfenikol menghambat sintesis protein melalui kompetisi dengan mRNA yang
akan berikatan dengan ribosom untuk membentuk formasi ikatan peptida. Kloramfenikol akan membentuk ikatan reversibel dengan ribosom 50S subunit sehingga menghambat
kerja peptidyl transferase. Mekanisme ini menyebabkan kloramfenikol bersifat bakteriostatik Balbi 2004. Sifat bakteriostatik dari kloramfenikol ini yang dapat
menyebabkan jumlah bakteri saat 0 jam tidak menurun dan baru setelah inkubasi selama 24 jam jumlah bakteri mengalami penurunan sebesar 90.
Pada ekstrak buah takokak konsentrasi 60, 75, dan 150 mgml jumlah bakteri saat 0 jam telah mengalami penurunan hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme yang terjadi
adalah bakterisidal. Beberapa senyawa yang telah diketahui terkandung dalam ekstrak metanol buah takokak, seperti alkaloid, tannin, flavonoid, dan saponin Arif dan Fareed
2011 memiliki mekanisme sebagai antibakteri dengan merusak membran atau berikatan dengan dinding sel bakteri Cowan 1999; Tiwari et al. 2011. Perusakan membran dan
dinding sel akibat komponen fenolik tersebut dapat memberikan efek seperti lisis pada sel bakteri Denyer dan Stewart 1998. Selain itu, pada penelitian Stapleton et al. 2004 salah
satu flavonoid yaitu 3-O-octanoyl-+-catechin menyebabkan reduksi bakteri S. aureus sebanyak 1000 kali setelah 1 jam dari kontak awal. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
komponen flavonoid berpotensi memiliki aktivitas sebagai bakterisidal. Mekanisme lain yang dapat menyebabkan penurunan satu log saat 0 jam adalah
terjadinya agregasi sel mikroba. Hasil penelitian Stapleton et al. 2004 menunjukkan ketika S. aureus ditumbuhkan bersamaan dengan penambahan
−-epicatechin gallate atau 3-O-octanoyl-
−-epicatechin dan dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop transmisi elektron TEM terlihat bahwa terbentuk agregat pseudomultiseluler. Hal ini dapat
meyakinkan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ikagai et al. 1993 yang menunjukkan bahwa katekin menyebabkan kerusakan dan agregasi pada liposom yang dianalogikan
sebagai membran sel bakteri. Agregasi membran terjadi karena katekin mengganggu fungsi membran sebagai barier dengan merusak jaringan lipid bilayer. Hal ini menyebabkan
materi-materi intramembran bocor dan saling bergabung membentuk agregat. Agregasi membran sel bakteri ini yang kemungkinan menyebabkan jumlah sel mikroba yang
terhitung menjadi lebih sedikit.
36
y = 0.1239x + 75.449 R² = 0.982
82 84
86 88
90 92
94 96
50 100
150 200
P e
r se
n tas
e
p e
n gh
am b
atan
Konsentrasi ekstrak mgml
Hasil penelitian menunjukkan setelah penambahan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi yakni 60 mgml, 75 mgml dan 150 mgml terjadi penurunan jumlah bakteri yang
pada pengamatan saat 0 jam. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak tentunya semakin banyak jumlah senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Senyawa metabolit
inilah yang kemungkinan langsung bereaksi dengan sel bakteri menyebabkan kerusakan membran secara langsung atau terbentuknya agregasi sel bakteri seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya sehingga pada saat pengamatan 0 jam terlihat penurunan jumlah bakteri hingga satu log. Oleh karena itu, dalam perhitungan nilai MIC pada penelitian ini,
penurunan jumlah bakteri setelah 24 jam dihitung dari jumlah sel bakteri kontrol negatif saat 0 jam yang diasumsikan sebagai jumlah bakteri awal yang terdapat dalam campuran
ekstrak buah takokak. Berdasarkan perhitungan tersebut, penghambatan bakteri oleh ekstrak F1 mulai
terlihat pada konsentrasi 60 mgml dengan nilai persentase penghambatan sebesar 83.61 kemudian persentase penghambatan ini meningkat menjadi 83.87 pada konsentrasi 75
mgml. Pada konsentrasi 150 mgml nilai persentase penghambatan yang didapatkan lebih dari 90 yaitu sebesar 94.18. Nilai MIC adalah konsentrasi terkecil yang menunjukkan
adanya aktivitas penghambatan 90 Cosentino et al. 1999 oleh karena itu pada penelitian ini nilai MIC ekstrak F1 sebesar 150 mgml. Penentuan nilai MIC juga dapat
ditentukan dengan pembuatan kurva.
Hasil pengujian nilai MIC ekstrak F1 pada konsentrasi 60 mgml, 75 mgml, dan 150 mgml ini dapat dibuat kurva hubungan antara persentase penghambatan yang dihasilkan
dan konsentrasi dari ekstrak tersebut sehingga akan didapatkan suatu persamaan untuk menduga nilai MIC yang sesungguhnya Gambar 19. Kurva hubungan ini menghasilkan
persamaan y = 0.1239 x + 75.449 dengan x adalah konsentrasi ekstrak dalam mgml dan y
adalah persentase penghambatan dalam satuan . Dari persamaan tersebut kita dapat menentukan konsentrasi ekstrak F1 yang memiliki penghambatan tepat 90 sehingga
didapatkan nilai MIC ekstrak F1 sebesar 117.44 mgml.
D. PROFIL KLT EKSTRAK BUAH TAKOKAK
A nalisis profil KLT ekstrak buah takokak dilakukan
menggunakan pelat KLT silica gel F254 dari Merck. Dalam analisis profil KLT ekstrak buah takokak ini digunakan beberapa
kombinasi pelarut sebagai fase gerak sehingga dapat diperoleh pemisahan senyawa yang terbaik. Pemisahan senyawa yang baik dalam KLT memiliki ciri yaitu terbentuk bercak yang banyak dan
Gambar 19. Kurva penghambatan ekstrak F1 terhadap bakteri Bacillus cereus 117.44