24 al. 2010 yaitu sebesar 158.92 mg GAE100 g fresh weight, namun lebih besar dari hasil
penelitian Sirait 2009 yang menyatakan kandungan fenol buah takokak sebesar 92.9109 mg100 g fresh weight. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan letak geografis dari sumber
sampel diperoleh dan tingkat kematangan yang berbeda. Nilai total fenol dari buah takokak dalam penelitian ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan beberapa sayuran indigenous
Indonesia lainnya Andarwulan et al. 2010. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen fenolik merupakan komponen metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antibakteri Cowan
1999; Ncube et al. 2008. Oleh karena itu, berdasarkan nilai total fenolnya dapat diduga bahwa buah takokak berpotensi sebagai antibakteri yang baik.
B. EKSTRAKSI BERTINGKAT BUAH TAKOKAK
Ekstraksi merupakan proses utama dalam analisis komponen metabolit menggunakan tanaman obat. Faktor yang sangat penting dalam proses ekstraksi adalah metode dan jenis pelarut
karena metode dan pelarut tersebut yang akan menentukan komponen metabolit yang akan ikut terekstrak Cseke et al. 2006. Pada penelitian ini, pelarut yang akan digunakan adalah
kombinasi antara metanol dan air. Pemilihan metanol dan air didasarkan pada studi literatur tentang aktivitas antibakteri ekstrak buah takokak. Kulit buah takokak yang diekstrak dengan
campuran pelarut etanol dan air menunjukkan aktivitas antibakteri yang paling tinggi dibanding pelarut etanol saja atau air saja dan pelarut non polar seperti heksan atau aseton Sivapriya et al.
2011. Selain aktivitas antibakteri yang tinggi, ekstrak kulit buah takokak dengan campuran pelarut etanol dan air ini juga memiliki kandungan polifenol dan flavonoid yang paling tinggi
dibanding ekstrak lainnya. Dalam penelitian lain, buah takokak juga menunjukkan aktivitas antibakteri yang baik terhadap beberapa bakteri patogen saat diekstrak dengan pelarut metanol
80 Chah et al. 2000. Baik etanol maupun metanol merupakan pelarut organik yang banyak digunakan dalam ekstraksi senyawa metabolit suatu tanaman. Namun, metanol lebih dipilih
karena dapat mengekstrak senyawa metabolit lebih banyak dibanding etanol Cowan 1999. Oleh karena itu, pada penelitian ini kombinasi pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi
menggunakan campuran pelarut metanol dan air. Selain pemilihan pelarut, metode ekstraksi juga merupakan faktor yang penting dalam
proses ekstraksi. Penelitian Utami et al. 2009 menunjukkan bahwa metode ekstraksi dan kondisi operasi pada saat ekstraksi berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan dari tanaman obat
simpur. Metode ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan ekstraksi bertingkat menggunakan sonikator. Ekstraksi bertingkat merupakan metode yang ideal digunakan untuk
penelitian komponen metabolit dari tanaman karena dapat digunakan beberapa macam pelarut yang semakin meningkat kepolarannya Ncube et al. 2008. Ekstraksi bertingkat ini akan
meningkatkan resolusi pemisahan pada saat analisis profil KLT bila dibandingkan dengan ekstraksi satu jenis pelarut. Penggunaan satu jenis pelarut akan menghasilkan satu ekstrak
dengan kandungan metabolit yang sangat beragam dan menumpuk dalam ekstrak tersebut sehingga akan dihasilkan resolusi pemisahan yang kurang baik sedangkan pada ekstraksi
bertingkat akan dihasilkan beberapa ekstrak yang memiliki komponen metabolit berbeda sesuai dengan polaritas dari pelarut yang digunakan.
Penggunaan sonikator dilakukan karena metode sonikasi dianggap lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan metode lainnya seperti Soxhlet atau maserasi Wang dan Weller 2006.
Sonikator merupakan alat yang dapat menghasilkan gelombang ultrasonik dalam frekuensi 20kHz yang dapat memecah membran sel sehingga dapat membantu merusak sel tanaman.
Pengrusakan sel tanaman ini dapat mempermudah pelarut untuk masuk ke dalam sel dan
25 membawa keluar senyawa metabolit yang terkandung dalam sel tanaman tersebut Cseke et al.
2006. Hasil ekstraksi menggunakan metode sonikasi menghasilkan yield ekstrak yang lebih banyak dan proses ekstraksi menjadi lebih cepat. Metode sonikasi juga telah banyak digunakan
oleh para peneliti dalam mengekstrak komponen metabolit dari tanaman obat Lang dan Weler 2006.
Tepung buah takokak yang dihasilkan pada tahap persiapan sampel diekstrak menggunakan kombinasi pelarut yang pertama kode F1. Residu atau ampas hasil ekstraksi menggunakan
kombinasi pelarut yang pertama kemudian kembali diekstrak menggunakan pelarut kombinasi kedua kode F2 begitu seterusnya hingga dihasilkan 8 filtrat dari kombinasi pelarut yang
berbeda. Warna dari 8 filtrat yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 15. Selanjutnya, masing- masing filtrat ini dipekatkan menggunakan rotary vacumm evaporator pada suhu 45°C lalu
dimasukkan ke dalam vial dan disimpan dalam lemari pendingin hingga nanti digunakan untuk analisis selanjutnya. Nilai rendemen dan warna akhir ekstrak dapat dilihat pada Tabel 7 dan
Lampiran 4.
Tabel 7. Hasil ekstraksi bertingkat menggunakan kombinasi pelarut terpilih
Kode Ekstrak Kombinasi Pelarut
Rendemen g100 g tepung buah takokak
Warna Ekstrak Metanol : Air
F1 1 : 0
10.53 ± 0.37 Hijau
F2 9.5 : 0.5
9.75 ± 0.66 Hijau tua
F3 9 : 1
6.24 ± 0.78 Coklat tua
F4 8.5 : 1.5
4.11 ± 0.39 Coklat tua
F5 8 : 2
2.87 ± 0.72 Coklat
F6 7 : 3
2.17 ± 0.36 Coklat
F7 6 : 4
1.63 ± 0.41 Coklat muda
F8 5 : 5
2.07 ± 0.93 Coklat muda
Rendemen merupakan hasil rataan dan standar deviasi dari tiga ulangan
Nilai rendemen ekstrak diperoleh berdasarkan berat ekstrak buah takokak setelah dipekatkan dengan rotavapor dibandingkan dengan berat tepung buah takokak yang digunakan
untuk ekstraksi. Rendemen terbesar didapatkan dari proses ekstraksi yang pertama dengan pelarut metanol dengan nilai 10.53±0.37 ww. Hasil rendemen pada penelitian ini lebih
besar dibanding rendemen eksrak metanol buah takokak pada penelitian Arif dan Fareed 2011 Gambar 15. Filtrat buah takokak atas dan ekstrak hasil ekstraksi bertingkat bawah,
dari kiri ke kanan adalah ekstrak F1; F2; F3; F4; F5; F6; F7; F8.
26 yakni sebesar 3.71±0.087 ww. Perbedaan hasil rendemen ini dapat diakibatkan oleh proses
ekstraksi yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan proses ekstraksi dengan metode sonikasi sedangkan pada penelitian Arif dan Fareed 2011 ekstraksi dilakukan dengan metode Soxhlet.
Ekstraksi dengan metode sonikasi dapat menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih banyak dibanding metode maserasi Wang dan Weller 2006. Hasil rendemen yang lebih banyak ini
berhubungan erat dengan mekanisme metode sonikasi saat proses ekstraksi. Gelombang ultrasonik yang dihasilkan selama proses ekstraksi menyebabkan pori-pori dinding sel tanaman
membesar sehingga mempermudah pelarut untuk berdifusi dan meningkatkan perpindahan komponen metabolit ke dalam pelarut Vinatoru 2001.
Pada Tabel 7 terlihat bahwa semakin banyak proses ekstraksi yang terjadi maka semakin rendah rendemen yang dihasilkan pada ekstrak berikutnya, hal ini yang terjadi pada ekstrak F2
hingga F7. Saat proses ekstraksi yang pertama, tepung buah takokak masih mengandung komponen metabolit yang lengkap sehingga ekstrak F1 yang dihasilkan memiliki rendemen yang
terbesar. Pada proses ekstraksi yang kedua, tepung buah takokak yang digunakan merupakan sisa dari ekstraksi pertama sehingga komponen metabolitnya telah berkurang. Hal ini mengakibatkan
nilai rendemen pada ekstrak F2 hingga F7 berangsur-angsur menurun karena komponen metabolit dalam tepung buah takokak telah berkurang saat proses ekstraksi sebelumnya.
Penurunan hasil rendemen terjadi hingga dihasilkan ekstrak F7 namun pada proses ekstraksi yang ke delapan nilai rendemen kembali meningkat. Pada ekstrak F8 nilai rendemen yang
dihasilkan kembali meningkat akibat perbandingan jumlah air yang bertambah pada pelarut saat ekstraksi. Jumlah air yang lebih banyak ini menyebabkan komponen gula yang memiliki berat
molekul rendah ikut terekstrak sehingga meningkatkan nilai rendemen yang dihasilkan Harborne 1987.
C. AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH TAKOKAK