8 Gambar 3. Struktur kimia kloramfenikol
Anonim
1
2012
tahapan awal untuk mengevaluasi potensi sebagai antibakteri dari suatu senyawa baru Wiegand et al. 2008. Metode agar dilution dan broth dilution adalah metode yang paling umum
digunakan dalam menentukan nilai MIC. Pada metode agar dilution pengujian dilakukan dengan menginokulasikan sejumlah bakteri dengan jumlah tertentu ke permukaan agar yang telah berisi
senyawa uji dengan konsentrasi tertentu. Broth dilution menggunakan media pertumbuhan dalam bentuk cairan yang telah berisi senyawa uji dengan konsentrasi tertentu yang selanjutnya
diinokulasikan dengan bakteri uji. Nilai MIC ditunjukkan oleh konsentrasi senyawa uji terendah yang menurunkan jumlah bakteri secara signifikan yakni 90 Cosentino et al. 1999.
Walaupun bersifat kuantitatif, seperti halnya difusi sumur, MIC tidak dapat menunjukkan suatu senyawa uji tersebut bersifat bakterisidal ataupun bakteriostatik.
Dalam setiap pengujian aktivitas antibakteri biasanya kontrol negatif dan kontrol positif sebagai pembanding Gracelin et al. 2011. Kontrol negatif pada penelitian ini adalah DMSO
dimethyl sulfoxide karena DMSO digunakan untuk melarutkan ekstrak dalam pengujian aktivitas antibakteri. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah antibiotik
komersial yaitu kloramfenikol. Kloramfenikol merupakan salah satu antibiotik bakterisidal yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus Bottone 2010. Struktur kimia
kloramfenikol dapat dilihat pada Gambar 3.
E. BAKTERI PATOGEN: Bacillus cereus
Bakteri patogen merupakan penyebab utama dari kasus keracunan pangan yang masih menjadi masalah serius di berbagai negara. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan
dalam nasi yang makanan pokok masyarakat Indonesia, adalah Bacillus cereus. Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif berbentuk batang yang dapat bersifat aerob atau fakultatif
anaerob, motil, dan dapat membentuk spora apabila terdapat terdapat oksigen. Bakteri ini termasuk ke dalam golongan bakteri yang berukuran besar yakni lebih dari 0.9µm. Gambar
bakteri Bacillus cereus dapat dilihat pada Gambar 4. Resistensi spora Bacillus spp. dalam menghadapi perubahan lingkungan dan kemampuan memproduksi beberapa enzim pengurai
makanan, membuat bakteri ini dapat dengan mudah bertahan dan tumbuh dalam berbagai kondisi Gibbs 2003. Suhu optimum pertumbuhan bakteri ini adalah 28
–35°C dengan pH optimum 7.0– 7.5 Fardiaz 1989. Namun, spora bakteri ini dapat bergeminasi pada kondisi lembab, pangan
berasam rendah, dan pada suhu 4-5°C hingga 55°C EFSA 2005. Bacillus cereus dapat menyebabkan keracunan pangan melalui dua cara yakni, intoksikasi
dan infeksi. Intoksikasi disebabkan oleh konsumsi pangan yang telah tercemar oleh toksin emetik dari Bacillus cereus cereulide sehingga menimbulkan gejala sulit bernafas. Cara infeksi
terjadi ketika dalam bahan pangan yang dikonsumsi mengandung sporasel bakteri Bacillus cereus sehingga bakteri ini kemudian memproduksi enterotoksin di dalam usus halus dan
menyebabkan gejala diare EFSA 2005. Insiden keracunan pangan di berbagai negara akibat Bacillus cereus salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi pangan harian Gibbs 2003.
9 Antibiotik merupakan salah satu teknik pengobatan yang digunakan dalam kasus infeksi
bakteri. Penelitian untuk mencari antibiotik terbaik bagi Bacillus cereus hingga saat ini masih dilakukan terutama secara in vitro. Pada umumnya, Bacillus cereus tahan terhadap antibiotik
penicillin dan chepalosporins karena kemampuannya dalam memproduksi β-lactamase Bottone 2010. Namun, bakteri ini rentan terhadap pengobatan dengan klindamisin, gentamisin, dan
kloramfenikol Drobniewski 1993.
F. EKSTRAKSI