7 Gambar 2.  Struktur beberapa senyawa antibakteri dari tanaman
C
10
H
16
dan berada dalam bentuk diterpen C
20
, triterpen C
30
, tetraterpen C
40
, hemiterpen C
5
,  dan  sesquiterpen  C
15
.  Ketika  komponen  tersebut  mengandung  oksigen  maka kelompok  ini  didefinisikan  sebagai  terpenoid  Cowan  1999.  Terpenoid  merupakan
komponen yang berperan terhadap aroma dan kandungan minyak esensial dari suatu tanaman Brielmann  et  al.  2006.  Salah  satu  triterpen  glikosida  yang  memiliki  berat  molekul  tinggi
adalah  saponin.  Ekstrak  saponin  dari  tanaman  Anabasis  artadulata  diketahui  memiliki aktivitas  antibakteri  yang  baik  terhadap  bakteri  Escherichia  coli  ATCC  25922,
Staphylococcus  aureus  ATCC  6538,  Klebsiella  pneumonia,  Bacillus  subtilis  ATCC  6633, dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 14028. Aktivitas antibakteri dari saponin ini lebih baik
dibandingkan dengan ekstrak alkaloid dari tanaman yang sama Maatalah et al. 2012.
D. PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI
Antibakteri  merupakan  senyawa  yang  dapat  menghambat  pertumbuhan  dan  aktivitas bakteri.  Aktivitas  antibakteri  dapat  berasal  baik  dari  tanaman  maupun  hewan.  Aktivitas
antibakteri ini dapat berperan sebagai pengawet alami bagi makanan maupun sebagai antibiotik dan  obat-obatan  alami  Tajkarimi  et  al.  2010.  Untuk  mengetahui  nilai  aktivitas  dari  suatu
senyawa antibakteri, dapat digunakan beberapa metode, seperti metode difusi sumur, dilusi agar, dan  spiral  plating.  Pada  penelitian  ini,  metode  yang  digunakan  adalah  metode  difusi  sumur
karena  metode  ini  lebih  sederhana,  mudah  dilakukan  juga  sering  digunakan  dalam  analisis aktivitas antibakteri sehingga tidak asing lagi untuk dilakukan Parish dan Davidson 1993.
Pada  metode  difusi  sumur,  aktivitas  antimikroba  ditunjukkan  dengan  munculnya  zona bening di sekitar areal sumur. Zona bening tersebut memiliki nilai diameter yang menunjukkan
aktivitas penghambatan dari senyawa  yang diujikan dan dikenal sebagai nilai DIZ diameter of inhibiton  zone.  Menurut  Sadgic  et  al.  2005,  sampel  uji  yang  menghasilkan  diameter
penghambatan  lebih  besar  dari  20  mm  maka  dapat  dikategorikan  sebagai  senyawa  antibakteri yang  kuat,  dikategorikan  sedang  jika  diameter  penghambatan  yang  dihasilkan  16  -  20  mm,
dikategorikan tipis jika 10 – 15 mm, dan lemah jika diameter penghambatan yang dihasilkan 6 –
9  mm.  Analisis  aktivitas  antibakteri  dengan  difusi  sumur  merupakan  analisis  secara  kualitatif. Pada  umumnya,  analisis  aktivitas  antibakteri  juga  dilakukan  dengan  kuantitatif  sehingga
didapatkan nilai MIC minimum inhibitory concentration. Analisis secara kuantitatif dilakukan untuk menunjukkan aktivitas antibakteri suatu sampel secara lebih lengkap Parish dan Davidson
1993. MIC  merupakan  konsentrasi  terendah  dari  suatu  senyawa  yang  dapat  menghambat
pertumbuhan  bakteri  yang  diuji  dalam  suatu  kondisi  tertentu.  Penentuan  MIC  merupakan
8 Gambar 3.  Struktur kimia kloramfenikol
Anonim
1
2012
tahapan awal untuk mengevaluasi potensi sebagai antibakteri dari suatu senyawa baru Wiegand et  al.  2008.  Metode  agar  dilution  dan  broth  dilution  adalah  metode  yang  paling  umum
digunakan dalam menentukan nilai MIC. Pada metode agar dilution pengujian dilakukan dengan menginokulasikan sejumlah bakteri dengan jumlah tertentu ke permukaan agar yang telah berisi
senyawa uji dengan konsentrasi tertentu. Broth dilution menggunakan media pertumbuhan dalam bentuk  cairan  yang  telah  berisi  senyawa  uji  dengan  konsentrasi  tertentu  yang  selanjutnya
diinokulasikan dengan bakteri uji. Nilai MIC ditunjukkan oleh konsentrasi senyawa uji terendah yang  menurunkan  jumlah  bakteri  secara  signifikan  yakni    90  Cosentino  et  al.  1999.
Walaupun bersifat kuantitatif, seperti halnya difusi sumur, MIC tidak dapat menunjukkan suatu senyawa uji tersebut bersifat bakterisidal ataupun bakteriostatik.
Dalam  setiap  pengujian  aktivitas  antibakteri  biasanya  kontrol  negatif  dan  kontrol  positif sebagai  pembanding  Gracelin  et  al.  2011.  Kontrol  negatif  pada  penelitian  ini  adalah  DMSO
dimethyl  sulfoxide  karena  DMSO  digunakan  untuk  melarutkan  ekstrak  dalam  pengujian aktivitas  antibakteri.  Kontrol  positif  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  antibiotik
komersial yaitu kloramfenikol. Kloramfenikol merupakan salah satu antibiotik bakterisidal yang efektif  menghambat  pertumbuhan  bakteri  Bacillus  cereus  Bottone  2010.  Struktur  kimia
kloramfenikol dapat dilihat pada Gambar 3.
E. BAKTERI PATOGEN: Bacillus cereus