6 banyak terdapat di vakuola sel dan bersifat larut air karena umumnya senyawa ini berikatan
dengan gugus gula seperti glukosida. Harborne 1973. Senyawa fenol sederhana, asam fenolat, dan flavonoid merupakan senyawa fenolik yang diketahui memiliki aktivitas
antimikroba Cowan 1999; Ncube et al. 2008.
a. Senyawa fenol sederhana dan asam fenolat
Asam fenolat dan senyawa fenol sederhana sering dianalisis secara bersamaan dalam penelitian menggunakan tanaman Harborne 1973. Letak dan jumlah gugus hidroksil dari
senyawa fenol berhubungan erat dengan toksisitasnya terhadap mikroorganisme, semakin banyak gugus hidroksil maka semakin meningkat kemampuan toksisitasnya Geismann
1963 dalam Cowan 1999. Salah satu senyawa fenol sederhana yakni katekol diketahui memiliki aktivitas sebagai antimikroba. Mekanisme senyawa fenol sederhana sebagai
antimikroba diantaranya dengan menghambat reaksi enzimatis, berikatan dengan dinding sel bakteri, dan dengan merusak membran Cowan 1999; Tiwari et al. 2011.
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang terbentuk sebagai C6-C3 yang diikatkan oleh sebuah senyawa aromatik. Senyawa flavonoid disintesis dalam tanaman
sebagai respon terhadap infeksi mikroba oleh karena itu tidak mengejutkan apabila berdasarkan penelitian secara in vitro senyawa ini efektif sebagai antimikroba Cowan
1999; Gould dan Lyster 2006. Jenis flavonoid tertentu seperti katekin, myricetin, quercetin telah diketahui memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Salah satu mekanisme
antibakteri dari senyawa flavonoid, yaitu quercetin, adalah dengan menghambat sintesis asam nukleat. Quercetin dapat menghambat aktivitas dari enzim DNA gyrase dari bakteri
E. coli dengan berikatan dengan GyrB sehingga menghambat aktivitas enzim ATPase Cushnie dan Lamb 2005.
2. Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu komponen metabolit yang telah digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Alkaloid telah diteliti memiliki efek farmakologi termasuk bersifat
sitotoksik dan sebagai antiprotozoa, namun masih sedikit yang meneliti tentang aktivitas alkaloid sebagai antibakteri Karou
2
et al. 2005. Alkaloid merupakan senyawa siklik yang mengandung satu atau dua atom nitrogen yang biasanya merupakan bagian dari struktur
siklik tersebut. Jenis alkaloid yang umum ditemukan dalam tanaman famili Solanaceae, yang merupakan famili dari buah takokak khususnya adalah solanine, atropin, dan nikotin
Harborne 1973. Salah satu jenis alkaloid yang diketahui sebagai antimikroba adalah berberine. Berberine diduga berpotensi melawan beberapa mikroorganisme seperti plasmodia
dan tripanosoma. Mekanisme dari komponen ini berhubungan erat dengan kemampuannya sebagai DNA intercalator Cowan 1999; Karou
2
et al. 2005. DNA intercalator adalah senyawa yang dapat berikatan pada struktur DNA sehingga DNA yang seharusnya berbentuk
heliks berubah menjadi tidak beraturan.
3. Terpenoid
Komponen terpen merupakan kelompok metabolit sekunder yang mengandung struktur isopren dalam jumlah banyak. Secara umum, komponen terpen memiliki struktur kimia
7 Gambar 2. Struktur beberapa senyawa antibakteri dari tanaman
C
10
H
16
dan berada dalam bentuk diterpen C
20
, triterpen C
30
, tetraterpen C
40
, hemiterpen C
5
, dan sesquiterpen C
15
. Ketika komponen tersebut mengandung oksigen maka kelompok ini didefinisikan sebagai terpenoid Cowan 1999. Terpenoid merupakan
komponen yang berperan terhadap aroma dan kandungan minyak esensial dari suatu tanaman Brielmann et al. 2006. Salah satu triterpen glikosida yang memiliki berat molekul tinggi
adalah saponin. Ekstrak saponin dari tanaman Anabasis artadulata diketahui memiliki aktivitas antibakteri yang baik terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922,
Staphylococcus aureus ATCC 6538, Klebsiella pneumonia, Bacillus subtilis ATCC 6633, dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 14028. Aktivitas antibakteri dari saponin ini lebih baik
dibandingkan dengan ekstrak alkaloid dari tanaman yang sama Maatalah et al. 2012.
D. PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI
Antibakteri merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri. Aktivitas antibakteri dapat berasal baik dari tanaman maupun hewan. Aktivitas
antibakteri ini dapat berperan sebagai pengawet alami bagi makanan maupun sebagai antibiotik dan obat-obatan alami Tajkarimi et al. 2010. Untuk mengetahui nilai aktivitas dari suatu
senyawa antibakteri, dapat digunakan beberapa metode, seperti metode difusi sumur, dilusi agar, dan spiral plating. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode difusi sumur
karena metode ini lebih sederhana, mudah dilakukan juga sering digunakan dalam analisis aktivitas antibakteri sehingga tidak asing lagi untuk dilakukan Parish dan Davidson 1993.
Pada metode difusi sumur, aktivitas antimikroba ditunjukkan dengan munculnya zona bening di sekitar areal sumur. Zona bening tersebut memiliki nilai diameter yang menunjukkan
aktivitas penghambatan dari senyawa yang diujikan dan dikenal sebagai nilai DIZ diameter of inhibiton zone. Menurut Sadgic et al. 2005, sampel uji yang menghasilkan diameter
penghambatan lebih besar dari 20 mm maka dapat dikategorikan sebagai senyawa antibakteri yang kuat, dikategorikan sedang jika diameter penghambatan yang dihasilkan 16 - 20 mm,
dikategorikan tipis jika 10 – 15 mm, dan lemah jika diameter penghambatan yang dihasilkan 6 –
9 mm. Analisis aktivitas antibakteri dengan difusi sumur merupakan analisis secara kualitatif. Pada umumnya, analisis aktivitas antibakteri juga dilakukan dengan kuantitatif sehingga
didapatkan nilai MIC minimum inhibitory concentration. Analisis secara kuantitatif dilakukan untuk menunjukkan aktivitas antibakteri suatu sampel secara lebih lengkap Parish dan Davidson
1993. MIC merupakan konsentrasi terendah dari suatu senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang diuji dalam suatu kondisi tertentu. Penentuan MIC merupakan