3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BAKSO DAGING
Bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak kadar daging tidak kurang dari 50 dan pati atau serealia dengan
atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan SNI 1995. Bakso daging dibuat dengan bahan utama daging. Jenis daging yang biasa digunakan adalah sapi. Selain daging sapi, dapat juga
digunakan daging kelinci, daging ayam, atau daging ternak darat lain Wibowo 2006. Bahan baku bakso umumnya berasal dari daging paha belakang sapi, akan tetapi dapat juga
dibuat dari bagian karkas lainnya. Bakso sebaiknya diproduksi dengan menggunakan daging yang benar-benar segar. Fadlan 2001 menyatakan bahwa daging sapi yang sebaiknya
digunakan untuk membuat bakso adalah daging segar pre-rigor yang diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa disimpan dahulu. Daging segar pre-rigor mengandung 12-15
protein aktin yang dapat larut dalam air dan garam encer sehingga mudah diekstrak. Sedangkan pada daging post-rigor, protein aktin dijumpai dalam jumlah sedikit karena aktin telah berikatan
dengan miosin dan membentuk aktomiosin. Menurut Sari 2005, daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup top side, gandik silver side dan
lemusir cube roll.
Gambar 1. Bakso daging
Daging termasuk makanan yang mudah rusak, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas yang pada akhirnya berdampak pada kuantitas
Anjarsari 2010. Setelah proses penyembelihan, hewan akan mengalami penanganan lanjutan dengan tujuan untuk mendapatkan daging yang baik dan menghilangkan bagian yang tidak
diinginkan. Daging binatang tersebut akan dibagi dan dipisah-pisahkan sesuai dengan peruntukannya masing-masing. Untuk daging sapi biasanya dilakukan juga proses pelayuan
aging untuk mendapatkan daging yang lebih empuk Apriyantono et al. 2007. Resiko mikroba utama pada produk daging adalah Salmonella, Listeria monocytogenes,
Escherichia coli, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus Nullet 2000. Makin segar daging makin bagus mutu baksonya. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, daging dapat disimpan
dalam keadaan dingin atau dibekukan pada suhu -5 °C Wibowo 2006.
Marliyati et al. 1992 mengatakan bahwa daging yang baik memiliki ciri-ciri: 1
Berwarna merah segar dan mengkilat, seratnya halus dan elastis, lemak berwarna kekuningan.
2 Tidak ada bau asam.
3 Bila dipegang daging tidak lekat pada tangan dan masih terasa kebasahannya.
4 Umumnya terdapat tiga ukuran bakso, yaitu ukuran besar, sedang, dan kecil. Bakso besar
berukuran 40, yaitu satu kilogram berisi 40 butir bakso atau beratnya 25 gram setiap butir. Bakso sedang berukuran 50 50 butirkg, yaitu beratnya rata-rata 20 gbutir. Bakso yang kecil
berukuran 60 atau beratnya sekitar 15-17 gram. Selain itu, ada juga bakso yang berukuran lebih kecil lagi yang beratnya 10gbutir atau kurang sehingga satu kilogram berisi 100-120 butir bakso
Wibowo 2006.
B. BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Bahan tambahan pangan didefinisikan dalam peraturan Eropa sebagai zat yang tidak secara umum dikonsumsi sebagai pangan utama, ada ataupun tidak memiliki nilai gizi, sengaja
ditambahkan ke dalam pangan bertujuan untuk pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan Emerton dan Choi 2008. Menurut PP No. 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan, BTP didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan.
Bakso memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, pH mendekati netral, kadar air dan a
w
yang juga tinggi menyebabkan umur simpannya relatif singkat yaitu sekitar 12 jam sehingga banyak
produsen atau pedagang bakso menggunakan pengawet untuk memperpanjang umur simpan bakso Hadditama 2009.
Bahan tambahan pangan digunakan untuk membantu atau melengkapi berbagai macam metode produksi dalam pemenuhan pangan modern. Memang penggunaan bahan tambahan
pangan bukan merupakan keharusan, tetapi tidak dapat dipungkiri penggunaan bahan tambahan dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk pangan Saparinto dan Hidayati 2006.
Terdapat dua fungsi dasar utama bahan tambahan pangan, yaitu selain membuat pangan lebih aman dengan melindungi dari serangan mikroba pembusuk, mencegah terjadinya oksidasi dan
perubahan kimiawi. Fungsi selanjutnya yaitu membuat rasa dan penampakan pangan menjadi lebih baik Emerton dan Choi 2008.
Salah satu fungsi bahan tambahan pangan yaitu sebagai pengawet, dan secara umum pengawet digolongkan menjadi dua golongan, yaitu pengawet sintetik dan pengawet alami.
Penggunaan zat-zat tersebut tergantung pada jenis zat makanan dan umumnya dilakukan dengan mengkombinasikan satu sama lain karena zat-zat tersebut mempunyai efektifitas yang berbeda-
beda terhadap mikroba Jay 2000. Buckle et al. 2010 mengatakan pada dasarnya terdapat beberapa macam metode utama
dalam pengawetan bahan pangan terhadap kebusukan karena kerja mikroorganisme, yaitu: 1
Perusakan mikroorganisme dengan panas atau radiasi ion dan perlindungan dari pencemaran, dilanjutkan dengan pengemasan secara efektif.
2 Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dengan cara mengurangi kadar air dan
penurunan aktivitas air water activity, pendinginan, penambahan pengawet seperti garam, gula, dan antibiotik, pengasaman, dan lain-lain.
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama baik oleh produsen maupun konsumen karena penyimpangan dalam penggunaannya
justru akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Sampai saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan
dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin Cahyadi 2008. Asam borat H
3
BO
3
merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama boraks. Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai