LATAR BELAKANG Implementasi Algoritme Enkripsi Advanced Encryption Standard secara Paralel dengan GPU NVIDIA CUDA

2 Selain bahan-bahan non-pangan yang berbahaya bagi kesehatan, masih terdapat resiko penyakit akibat keracunan makanan. Penyakit akibat keracunan makanan didefinisikan oleh World Healt Organization WHO sebagai infeksi penyakit atau racun alami yang disebabkan dari konsumsi makanan atau minuman. Adanya kasus-kasus tersebut membuat masyarakat lebih selektif dalam mengkonsumsi makanan dan mendorong penelitian tentang penggunaan bahan alami sebagai pengawet. Salah satu jenis bahan alami yang diupayakan untuk menjadi pengawet adalah belalang kayu. Belalang kayu sangat potensial untuk dikembangkan di balik sifatnya yang merusak dan menjadi pengganggu bagi para petani. Sebenarnya sejak dulu belalang sudah dijadikan makanan di beberapa daerah di Indonesia, namun belum dimanfaatkan menjadi produk pangan yang bernilai ekonomi dan daya guna lebih tinggi. Hal tersebut dimungkinkan pola pikir masyarakat yang menganggap mengkonsumsi belalang merupakan kebiasaan masyarakat ekonomi bawah sehingga aplikasi dan pengembangannya dalam bidang pangan sangat lambat. Diharapkan belalang mampu menjadi pengawet alami yang aman dikonsumsi dan mampu menggantikan pengawet kimia yang berbahaya bagi tubuh.

B. RUMUSAN MASALAH

- Masih banyaknya penggunaan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga perlu dicari suatu pengawet baru yang alami dan tidak berbahaya bagi kesehatan. - Belalang kayu di Indonesia yang belum dieksplorasi lebih dalam, bahkan cenderung hanya dianggap sebagai hama pengganggu pertanian.

C. TUJUAN

- Membuktikan adanya aktivitas antimikroba pada ekstrak belalang. - Mengetahui pengaruh ekstrak belalang dalam produk bakso daging.

D. INDIKATOR KERJA PENELITIAN

- Dihasilkan zona penghambatan 8 mm pada metode difusi sumur dan didapat MIC Minimum Inhibitory Concentration. - Dihasilkan pengawet alternatif dari belalang yang dapat memperpanjang umur simpan bakso hingga 12 jam di suhu ruang.

E. MANFAAT

- Diharapkan hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai acuan untuk produsen-produsen yang inovatif menjadikan belalang sebagai sebuah bahan pangan yang potensial untuk dikonsumsi dan sebagai bahan pengawet alami yang aman dikonsumsi. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAKSO DAGING

Bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak kadar daging tidak kurang dari 50 dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan SNI 1995. Bakso daging dibuat dengan bahan utama daging. Jenis daging yang biasa digunakan adalah sapi. Selain daging sapi, dapat juga digunakan daging kelinci, daging ayam, atau daging ternak darat lain Wibowo 2006. Bahan baku bakso umumnya berasal dari daging paha belakang sapi, akan tetapi dapat juga dibuat dari bagian karkas lainnya. Bakso sebaiknya diproduksi dengan menggunakan daging yang benar-benar segar. Fadlan 2001 menyatakan bahwa daging sapi yang sebaiknya digunakan untuk membuat bakso adalah daging segar pre-rigor yang diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa disimpan dahulu. Daging segar pre-rigor mengandung 12-15 protein aktin yang dapat larut dalam air dan garam encer sehingga mudah diekstrak. Sedangkan pada daging post-rigor, protein aktin dijumpai dalam jumlah sedikit karena aktin telah berikatan dengan miosin dan membentuk aktomiosin. Menurut Sari 2005, daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup top side, gandik silver side dan lemusir cube roll. Gambar 1. Bakso daging Daging termasuk makanan yang mudah rusak, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas yang pada akhirnya berdampak pada kuantitas Anjarsari 2010. Setelah proses penyembelihan, hewan akan mengalami penanganan lanjutan dengan tujuan untuk mendapatkan daging yang baik dan menghilangkan bagian yang tidak diinginkan. Daging binatang tersebut akan dibagi dan dipisah-pisahkan sesuai dengan peruntukannya masing-masing. Untuk daging sapi biasanya dilakukan juga proses pelayuan aging untuk mendapatkan daging yang lebih empuk Apriyantono et al. 2007. Resiko mikroba utama pada produk daging adalah Salmonella, Listeria monocytogenes, Escherichia coli, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus Nullet 2000. Makin segar daging makin bagus mutu baksonya. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, daging dapat disimpan dalam keadaan dingin atau dibekukan pada suhu -5 °C Wibowo 2006. Marliyati et al. 1992 mengatakan bahwa daging yang baik memiliki ciri-ciri: 1 Berwarna merah segar dan mengkilat, seratnya halus dan elastis, lemak berwarna kekuningan. 2 Tidak ada bau asam. 3 Bila dipegang daging tidak lekat pada tangan dan masih terasa kebasahannya.