5 pengawet kayu, serta pembasmi kecoa. Namun zat ini juga sering disalahgunakan sebagai
campuran untuk pembuatan bakso, kerupuk, dan mie Syah 2005. Sedangkan senyawa formalin atau formaldehid memiliki daya antimikroba yang cukup luas,
yaitu terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klabsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens, Candida albicans, Aspergillus niger, atau Penicillium
notatum Cahyadi 2008. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh, seperti kerusakan hati dan ginjal. Apabila zat ini tertelan akan menyebabkan
rasa mual dan diare, bahkan pada tingkat keracunan yang lebih berat dapat mengakibatkan penderitanya hilang kesadaran Syah 2005. Ciri-ciri bakso yang mengandung formalin yaitu
lebih kenyal, aroma khas dari bakso tidak tercium, awet beberapa hari, dan tidak mudah membusuk Naufalin dan Herastuti2012.
C. SENYAWA ANTIMIKROBA
Antimikroba adalah komponen kimia yang mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Umumnya antimikroba dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti
jamur dan bakteri, atau dapat juga diproduksi secara sintetis atau semi-sintetis Guardabassi dan Kruse 2008. Penghambatan senyawa antimikroba adalah kemampuan suatu senyawa
antimikroba untuk mempengaruhi dinding sel mikroba Ultee et al. 2000. Zat yang digunakan sebagai antimikroba harus mempunyai beberapa kriteria ideal antara lain: tidak bersifat racun
bagi bahan pangan, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan flavor, cita rasa dan aroma makanan, tidak mengalami penurunan aktivitas karena reaksi dengan komponen makanan, tidak
menyebabkan timbulnya galur resisten, serta lebih bersifat membunuh dibandingkan menghambat pertumbuhan mikroba Frazier dan Westhoff 1988.
Senyawa antimikroba alami dari hewan contohnya laktoferin, laktoperoksidase,
laktoglobulin, dan laktolipida pada susu. Telur juga memiliki senyawa antimikroba berupa
ovotransferin, lisozim, ovoglobulin, dan avidin Naufalin dan Herastuti2012. Ditambahkan oleh Nychas dan Tassou 2000, beberapa senyawa yang bersifat antimikroba alami berasal dari
tanaman diantaranya fitoaleksin, asam organik, minyak essensial atsiri, fenolik dan beberapa kelompok pigmen tanaman atau senyawa sejenis.
Mekanisme penghambatan dan kerusakan mikroba oleh senyawa antimikroba berbeda-beda. Penghambatan mikroba oleh senyawa antimikroba secara umum dapat disebabkan oleh: 1
gangguan pada komponen penyusun sel, 2 reaksi dengan membran sel yang dapat mengakibatkan perubahan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun, 3 penghambatan
terhadap sintesis protein, dan 4 gangguan fungsi material genetik Davidson 1997. Menurut Kanazawa et al. 1995 terjadinya proses-proses tersebut disebabkan oleh adanya pelekatan
senyawa antimikroba pada permukaan sel mikroba atau senyawa tersebut berdifusi ke dalam sel. Kemampuan senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi
oleh kestabilan senyawa tersebut terhadap protein, lipid, dan garam dalam medium pertumbuhan Nychas dan Tassou 2000. Faktor lain yang juga mempengaruhi kemampuan senyawa
antimikroba adalah tingkat keasaman pH. Tingkat keasaman merupakan faktor yang sangat mempengaruhi efektifitas senyawa antimikroba. Sebagian besar senyawa antimikroba pangan
merupakan asam-asam lemah yang efektif dalam bentuk tidak terdisosiasi, karena dalam bentuk
ini, senyawa antimikroba tersebut dapat masuk dalam membran sitoplasma mikroorganisme
Davidson 1997. Selain itu, suhu dan waktu pemanasan juga ikut mempengaruhi stabilitas senyawa
antimikroba. Senyawa antimikroba yang bersifat volatil akan menguap dan hilang jika
6 dipanaskan Branen dan Davidson 1993. Beberapa laporan menyebutkan bahwa efek
penghambatan senyawa antimikroba akan lebih efektif terhadap bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif. Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua
kelompok bakteri tersebut Naufalin dan Herastuti 2012. Menurut Thompson dan Hintom 1996 bakteri pada fase stasioner lebih sensitif terhadap
antimikroba asam lemak rantai pendek daripada bakteri fase pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena penambahan asam rantai pendek seperti propionat pada fase pertumbuhan E. coli dapat
dimanfaatkan sebagai pembentuk asam lemak yang bereaksi dengan atom karbon yang lain ke dalam membran sitoplasma.
Seleksi aktivitas antimikroba dengan difusi sumur dan difusi cakram digunakan sebagai pengujian pendahuluan untuk seleksi awal bermacam-macam mikroba yang diuji Dorman dan
Deans 2000. Kemudian penelitian dilanjutkan dengan menentukan konsentrasi hambat minimum MIC. Penghambatan mikroba oleh suatu senyawa antimikroba dinyatakan dengan
nilai MIC yaitu konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90 dari inokulum asal selama inkubasi 24 jam Cosentino et al.1999.
Mikroba perusak pangan dan patogen yang umum digunakan pada penelitian antara lain dari jenis bakteri pembentuk spora yaitu B. cereus, bakteri gram positif yaitu S. aureus dan L.
monocytogenes, bakteri gram negatif yaitu S. typhimurium dan E. coli, bakteri perusak P. aeruginosa, dan kapang penyebab kerusakan yaitu Penicillium feniculosum, Aspergillus flavus,
dan Rhizopus oligosporus Fardiaz dan Jenie 1988.
D. BAKTERI PATOGEN
Bakteri patogen merupakan bakteri penyebab penyakit Madigan et al. 2000. Berdasarkan susunan dinding sel bakteri dapat digolongkan menjadi bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif. Bakteri gram positif mengandung 90 peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan asam teikuronat Madigan et al. 2000. Pada bakteri gram negatif, terdapat lapisan di luar
dinding sel yang mengandung 5-20 peptidoglikan. Lapisan ini merupakan lapisan lipid kedua yang disebut lapisan lipopolisakarida LPS. Lapisan ini tersusun oleh fosfolipid, polisakarida
dan protein Madigan et al. 2000. Untuk dapat hidup dan berkembangbiak, mikroorganisme memerlukan zat-zat organik seperti Na, K, Ca, Mg, dan Fe. Selain itu, mikroorganisme juga
memerlukan sumber-sumber makanan yang mengandung C, H, O, dan N untuk menyusun protoplasma Suharto 1991.
Bakteri memiliki efek yang berbahaya pada makanan karena dapat membusukkan makanan dan menghasilkan racun Parker 2003. Bakteri yang sering menyebabkan keracunan makanan
antara lain Bacillus cereus, Camphylobacter jejumi, Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Salmonella spp., Shigella spp.,
Staphylococcus aureus, Vibrio spp., dan Yersinia enterocolitica Piyawan dan Ifesan 2011. Penyakit akibat bakteri patogen asal pangan merupakan masalah kesehatan dunia. Penyakit
asal pangan yang disebabkan oleh bahaya mikrobiologi umumnya disebabkan oleh bakteri atau metabolitnya, parasit, virus atau toksin. Meskipun penghilangan semua patogen asal pangan
sebagai tujuan keamanan pangan sulit untuk dicapai, langkah-langkah untuk menurunkan jumlah penyakit atau keracunan karena pangan yang tercemar harus dilakukan.