BELALANG Implementasi Algoritme Enkripsi Advanced Encryption Standard secara Paralel dengan GPU NVIDIA CUDA

9 a b c Gambar 5. Bagian tubuh serangga secara umum: a kepala, b thorax, dan c abdomen Hama belalang mempunyai kisaran inang yang luas karena hampir semua tanaman menjadi inang dari hama ini. Hal tersebut menyebabkan populasi dari hama belalang sulit dikendalikan karena kisaran inang yang cukup luas sangat mendukung pesatnya perkembangbiakan dari hama belalang. Belalang kayu biasanya memilih tempat perkembangbiakan terutama di hutan jati, kemudian setelah dewasa akan muncul bersama-sama sampai ratusan ribu jumlahnya. Tanaman yang sering diserang oleh hama belalang ini adalah jati, kelapa, pisang, nangka, keluwih, mangga, kapuk randu, aren, waru, cemara, kopi, cokelat, jagung, jarak, wijen, kapas, tebu, padi dan lain-lain. Sebenarnya belalang termasuk salah satu sumber pangan yang bergizi karena mengandung nilai protein yang tinggi. Durst et al. 2008 mengatakan protein belalang lebih tinggi dibandingkan protein sapi, domba, babi, ataupun unggas Tabel 1. Oleh sebab itu belalang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber protein ke depannya. Tabel 1. Nilai nutrisi ternak dibandingkan dengan belalang Hewan Protein Lemak Sapi 15,8 24,3 Domba 14,6 30,5 Babi 13,0 33,3 Unggas 20,5 4,3 Belalang 24,4 1,5 Sumber: Durst et al. 2008 Belalang juga memiliki ciri lainnya, yaitu adanya kutikula keras yang membentuk rangka luar eksoskeleton. Eksoskeleton terdiri dari kitin. Kitin disekresikan oleh sel kulit. Eksoskeleton melekat pada kulit membentuk perlindungan tubuh yang kuat. Eksoskeleton terdiri dari lempengan-lempengan yang dihubungkan oleh ligamen yang fleksibel dan lunak. Susunan eksoskeleton tidak mengganggu pergerakan hewan tersebut. Ketahanan asam eksoskeleton 10 melindungi serangga dari penguapan yang berlebihan, kelembaban, dan penyakit Schwarz dan Moussian 2007. Kelompok Orthoptera belalang, jangkrik, dan lain-lain dapat ditemukan di rumput panjang di bawah pohon, di bawah kayu dan batu, di tepi lapangan, di lampu, di pohon-pohon, dan di ruang bawah tanah yang lembab Elzinga 2004.

F. KITIN

Kitin adalah kristal berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak dapat larut dalam air, umumnya pelarut organik, asam-asam anorganik, dan basa encer. Sumber kitin yang potensial adalah kerangka luar crustacea, serangga, dinding yeast dan jamur, serta mollusca Mekawati et al. 2000. Kitin merupakan biopolymer, homopolisakarida tidak larut yang terdiri atas N- asetil glukosamin melalui ikatan β-1,4 Lonhienne et al. 2001. Pada crustacea, kitin bergabung dengan protein, garam anorganik CaCO 3 , dan pigmen Suhardi 1992. Kitin memiliki rumus molekul C 8 H 13 NO 5 yang tersusun atas 47 C, 6 H, 7 N, dan 40 O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2 Gambar 6. Kitin dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan S. aureus Sugita et al. 2009. Gambar 6. Struktur molekul kitin sumber: ceoe.udel.edu 11 III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah belalang kayu yang diperoleh dari Wonosari, Jogjakarta. Mikroba yang digunakan untuk pengujian aktivitas antimikroba dalam penelitian ini adalah E. coli dan S. aureus. Media yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba yaitu Nutrient Agar NA, Nutrient Broth NB, Plate Count Agar PCA, Eosin Metilen Blue Agar EMBA, dan Baird-Parker Agar BPA. Bahan lainnya yang digunakan adalah bahan untuk membuat bakso, akuades, etil asetat, heksan, etanol, spirtus, kapas, kertas saring, alumunium foil, membran filter serta larutan buffer fosfat.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan untuk keperluan analisis dalam penelitian ini antara lain cawan petri, jarum ose, batang pengaduk, sudip, tabung reaksi, inkubator, autoklaf, stomacher, hot plate, blender, timbangan analitik, pipet mikro, tip, bunsen, corong, gelas ukur, erlenmeyer, labu takar, gelas piala, dan vortex.

B. METODOLOGI PENELITIAN

Secara garis besar, penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan Gambar 7. Tahap pertama meliputi, persiapan tepung belalang dan persiapan kultur bakteri uji. Bakteri uji yang digunakan antara lain E. coli dan S. aureus. Tahap kedua yaitu ekstraksi tepung belalang menggunakan pelarut air, heksan, etil asetat, dan etanol menggunakan metode maserasi. Tahap ketiga meliputi pengujian aktivitas antimikroba. Tahap ini terdiri dari pengujian secara kualitatif menggunakan metode difusi sumur, penentuan konsentrasi hambat minimum, serta aplikasi pada produk bakso daging. Gambar 7. Diagram alir penelitian Ekstraksi dengan 4 pelarut Persiapan kultur bakteri uji Uji difusi sumur Tepung Belalang Belalang Ekstrak terpilih Penentuan MIC MIC Ekstrak Tepung Belalang Aplikasi pada bakso MIC terpilih