4 Umumnya terdapat tiga ukuran bakso, yaitu ukuran besar, sedang, dan kecil. Bakso besar
berukuran 40, yaitu satu kilogram berisi 40 butir bakso atau beratnya 25 gram setiap butir. Bakso sedang berukuran 50 50 butirkg, yaitu beratnya rata-rata 20 gbutir. Bakso yang kecil
berukuran 60 atau beratnya sekitar 15-17 gram. Selain itu, ada juga bakso yang berukuran lebih kecil lagi yang beratnya 10gbutir atau kurang sehingga satu kilogram berisi 100-120 butir bakso
Wibowo 2006.
B. BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Bahan tambahan pangan didefinisikan dalam peraturan Eropa sebagai zat yang tidak secara umum dikonsumsi sebagai pangan utama, ada ataupun tidak memiliki nilai gizi, sengaja
ditambahkan ke dalam pangan bertujuan untuk pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan Emerton dan Choi 2008. Menurut PP No. 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan, BTP didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan.
Bakso memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, pH mendekati netral, kadar air dan a
w
yang juga tinggi menyebabkan umur simpannya relatif singkat yaitu sekitar 12 jam sehingga banyak
produsen atau pedagang bakso menggunakan pengawet untuk memperpanjang umur simpan bakso Hadditama 2009.
Bahan tambahan pangan digunakan untuk membantu atau melengkapi berbagai macam metode produksi dalam pemenuhan pangan modern. Memang penggunaan bahan tambahan
pangan bukan merupakan keharusan, tetapi tidak dapat dipungkiri penggunaan bahan tambahan dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk pangan Saparinto dan Hidayati 2006.
Terdapat dua fungsi dasar utama bahan tambahan pangan, yaitu selain membuat pangan lebih aman dengan melindungi dari serangan mikroba pembusuk, mencegah terjadinya oksidasi dan
perubahan kimiawi. Fungsi selanjutnya yaitu membuat rasa dan penampakan pangan menjadi lebih baik Emerton dan Choi 2008.
Salah satu fungsi bahan tambahan pangan yaitu sebagai pengawet, dan secara umum pengawet digolongkan menjadi dua golongan, yaitu pengawet sintetik dan pengawet alami.
Penggunaan zat-zat tersebut tergantung pada jenis zat makanan dan umumnya dilakukan dengan mengkombinasikan satu sama lain karena zat-zat tersebut mempunyai efektifitas yang berbeda-
beda terhadap mikroba Jay 2000. Buckle et al. 2010 mengatakan pada dasarnya terdapat beberapa macam metode utama
dalam pengawetan bahan pangan terhadap kebusukan karena kerja mikroorganisme, yaitu: 1
Perusakan mikroorganisme dengan panas atau radiasi ion dan perlindungan dari pencemaran, dilanjutkan dengan pengemasan secara efektif.
2 Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dengan cara mengurangi kadar air dan
penurunan aktivitas air water activity, pendinginan, penambahan pengawet seperti garam, gula, dan antibiotik, pengasaman, dan lain-lain.
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama baik oleh produsen maupun konsumen karena penyimpangan dalam penggunaannya
justru akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Sampai saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan
dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin Cahyadi 2008. Asam borat H
3
BO
3
merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama boraks. Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai
5 pengawet kayu, serta pembasmi kecoa. Namun zat ini juga sering disalahgunakan sebagai
campuran untuk pembuatan bakso, kerupuk, dan mie Syah 2005. Sedangkan senyawa formalin atau formaldehid memiliki daya antimikroba yang cukup luas,
yaitu terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klabsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens, Candida albicans, Aspergillus niger, atau Penicillium
notatum Cahyadi 2008. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh, seperti kerusakan hati dan ginjal. Apabila zat ini tertelan akan menyebabkan
rasa mual dan diare, bahkan pada tingkat keracunan yang lebih berat dapat mengakibatkan penderitanya hilang kesadaran Syah 2005. Ciri-ciri bakso yang mengandung formalin yaitu
lebih kenyal, aroma khas dari bakso tidak tercium, awet beberapa hari, dan tidak mudah membusuk Naufalin dan Herastuti2012.
C. SENYAWA ANTIMIKROBA
Antimikroba adalah komponen kimia yang mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Umumnya antimikroba dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti
jamur dan bakteri, atau dapat juga diproduksi secara sintetis atau semi-sintetis Guardabassi dan Kruse 2008. Penghambatan senyawa antimikroba adalah kemampuan suatu senyawa
antimikroba untuk mempengaruhi dinding sel mikroba Ultee et al. 2000. Zat yang digunakan sebagai antimikroba harus mempunyai beberapa kriteria ideal antara lain: tidak bersifat racun
bagi bahan pangan, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan flavor, cita rasa dan aroma makanan, tidak mengalami penurunan aktivitas karena reaksi dengan komponen makanan, tidak
menyebabkan timbulnya galur resisten, serta lebih bersifat membunuh dibandingkan menghambat pertumbuhan mikroba Frazier dan Westhoff 1988.
Senyawa antimikroba alami dari hewan contohnya laktoferin, laktoperoksidase,
laktoglobulin, dan laktolipida pada susu. Telur juga memiliki senyawa antimikroba berupa
ovotransferin, lisozim, ovoglobulin, dan avidin Naufalin dan Herastuti2012. Ditambahkan oleh Nychas dan Tassou 2000, beberapa senyawa yang bersifat antimikroba alami berasal dari
tanaman diantaranya fitoaleksin, asam organik, minyak essensial atsiri, fenolik dan beberapa kelompok pigmen tanaman atau senyawa sejenis.
Mekanisme penghambatan dan kerusakan mikroba oleh senyawa antimikroba berbeda-beda. Penghambatan mikroba oleh senyawa antimikroba secara umum dapat disebabkan oleh: 1
gangguan pada komponen penyusun sel, 2 reaksi dengan membran sel yang dapat mengakibatkan perubahan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun, 3 penghambatan
terhadap sintesis protein, dan 4 gangguan fungsi material genetik Davidson 1997. Menurut Kanazawa et al. 1995 terjadinya proses-proses tersebut disebabkan oleh adanya pelekatan
senyawa antimikroba pada permukaan sel mikroba atau senyawa tersebut berdifusi ke dalam sel. Kemampuan senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi
oleh kestabilan senyawa tersebut terhadap protein, lipid, dan garam dalam medium pertumbuhan Nychas dan Tassou 2000. Faktor lain yang juga mempengaruhi kemampuan senyawa
antimikroba adalah tingkat keasaman pH. Tingkat keasaman merupakan faktor yang sangat mempengaruhi efektifitas senyawa antimikroba. Sebagian besar senyawa antimikroba pangan
merupakan asam-asam lemah yang efektif dalam bentuk tidak terdisosiasi, karena dalam bentuk
ini, senyawa antimikroba tersebut dapat masuk dalam membran sitoplasma mikroorganisme
Davidson 1997. Selain itu, suhu dan waktu pemanasan juga ikut mempengaruhi stabilitas senyawa
antimikroba. Senyawa antimikroba yang bersifat volatil akan menguap dan hilang jika