26 Tabel 6. Hasil pengujian ekstrak belalang sebagai pengawet
Bakso Jam
Analisa Kondisi
bakso Total Plate Count
kolonig E. coli
kolonig Staphylococcus
sp. kolonig Ekstrak
2,5 x 10
3
2,5 x 10
2
2,5 x 10
2
Baik Etil
6 2,5 x 10
3
2,5 x 10
2
2,5 x 10
2
Baik Asetat
17 2,5 x 10
3
6,3 x 10
2
2,5 x 10
2
Baik 20
6 x 10
4
9,3 x 10
2
6,3 x 10
2
Rusak 24
1,65 x 10
5
7,8 x 10
3
4,6 x 10
3
Rusak Kontrol
2,5 x 10
4
2,5 x 10
2
2,5 x 10
2
Baik 6
1,8 x 10
4
2,5 x 10
4
2,5 x 10
3
Rusak 17
2,5 x 10
6
2,5 x 10
4
2,5 x 10
3
Rusak 20
2,5 x 10
6
2,5 x 10
4
2,5 x 10
3
Rusak 24
2,5 x 10
6
2,5 x 10
4
2,5 x 10
3
Rusak Keterangan: angka yang dicetak tebal telah melebihi batas maksimal syarat mutu bakso
Uji TPC angka lempeng total bertujuan mengetahui jumlah koloni bakteri yang tumbuh. Jumlah TPC yang tinggi merupakan indikasi adanya kerusakan bakso oleh mikroba dalam
jumlah besar. Dari Tabel 6 terlihat bahwa bakso kontrol belum rusak hingga jam ke-6 berdasarkan nilai TPC, dimana nilainya masih berkisar 1,8 x 10
4
kolonigram. Sedangkan pada jam ke-17 dan seterusnya bakso dapat dikatakan sudah dalam keadaan rusak karena melebihi
batas maksimum TPC dengan jumlah bakteri lebih dari 2,5 x 10
6
kolonigram. Pada bakso daging lainnya yang diberi perlakuan penambahan ekstrak etil asetat belalang sebesar 10 ,
mampu bertahan hingga jam ke-20 dimana pada jam tersebut jumlah bakteri masih lebih kecil dari 6 x 10
4
kolonigram. Namun pada pengujian lebih lanjut hingga jam ke-20, bakso yang ditambahkan ekstrak tidak layak lagi untuk dikonsumsi karena sudah melebihi batas maksimal
dari SNI 2009. Dari perhitungan jumlah bakteri E. coli, ternyata pada 6 jam penyimpanan bakso kontrol
jumlahnya sudah melebihi standar. Sedangkan pada bakso yang ditambahkan dengan ekstrak belalang sebesar 10 , pada 20 jam penyimpanan, jumlah E. coli 9,3 x 10
2
kolonigram atau masih lebih kecil dari standar SNI.
Demikian juga dengan kandungan bakteri staphylococcus sp. yang jumlahnya masih lebih kecil dari standar SNI. Dengan demikian dapat dikatakan ekstrak etil asetat belalang mampu
berfungsi sebagai pengawet pada produk bakso daging karena mampu memperpanjang masa simpannya hingga 17 jam. Bakso daging normal atau tanpa penambahan ekstrak belalang hanya
bertahan sampai dengan penyimpanan 6 jam.
27
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari hasil uji ekstrak tepung belalang menggunakan pelarut etanol dan etil asetat dengan menggunakan metode difusi sumur, diketahui ekstrak tepung belalang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Diameter penghambatan yang dihasilkan terhadap bakteri S. aureus sebesar 7,1 mm dengan menggunakan ekstrak belalang dari pelarut etanol,
sedangkan ekstrak belalang dengan pelarut etil asetat menghasilkan diameter penghambatan sebesar 9,4 mm. Pengujian dengan menggunakan bakteri E. coli menghasilkan diameter
penghambatan sebesar 6,8 mm dengan menggunakan ekstrak belalang dari pelarut etanol dan 9,1 mm menggunakan ekstrak belalang dari pelarut etil asetat.
Ekstrak belalang dari pelarut etil asetat dipilih untuk uji lanjut penentuan MIC karena menunjukkan penghambatan yang paling besar, baik terhadap bakteri S. aureus maupun bakteri
E. coli. Ekstrak belalang dari pelarut etil asetat yang diperoleh dari metode maserasi ini menunjukkan hasil konsentrasi hambat minimalnya pada konsentrasi 6 terhadap bakteri S.
aureus. Konsentrasi yang didapatkan digunakan sebagai dasar uji tahap akhir, yaitu aplikasinya sebagai pengawet pada bakso daging. Konsentrasi yang digunakan pada tahap ini adalah 10
ekstrak belalang dari pelarut etil asetat. Dengan penambahan ekstrak sebesar 10 mampu meningkatkan umur simpan bakso daging hingga 17 jam. Jauh lebih baik dibandingkan bakso
kontrol yang tidak tahan lebih dari 6 jam. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa ekstrak belalang memiliki aktivitas antimikroba dan mampu memperpanjang umur simpan produk bakso
daging.
B. SARAN
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengaplikasikan pengawet belalang pada produk pangan lainnya sehingga dapat mengurangi penggunaan pengawet yang ilegal dan berbahaya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adam MR, Moss MO. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry. Cambridge. Amir M, Kahono S. 2003. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. BCP-
JICA: Bogor. Anjarsari B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Graha Ilmu: Jogjakarta.
Apriyantono A, Hermanianto J, Wahid N. 2007. Pedoman Produksi Pangan Halal. Khairun Bayan Press: Jakarta.
Branen AL, Davidson PM. 1993. Antimicrobial in Foods. Marcel dekker: New york. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2010. Dalam: Hari P dan Adiono Eds. Ilmu
Pangan. UI Press: Jakarta. Budiyanto MAK. 2002. Mikrobiologi Terapan. UMM Press: Malang.
Cahyadi W. 2008. Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara: Jakarta Campbell NA, JB Reece, LG Mitchell. 2003. Biologi Edisi Kelima. Diterjemahkan dari: Biology 5
th
Ed Penerjemah: W. Manalu. Erlangga: Jakarta. Cosentino S, Tuberoso CIG, Pisano B, Satta M, Mascia V, Arzedi E, Palmas F. 1999. In Vitro
Antimicrobial Activity and Chemical Composition of Sardinian Thymus Essential Oils. Letters in Appl Microbiol. 29: 130-135.
Cowan MM. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiologi Reviews 12 4: 564-568.
Davidson MP. 1997. Chemical Preservatives and Natural Antimicrobial Compounds. Dorman HJD, Deans SG. 2000. Antimicrobial Agents From Plants: Antibacterial Activity of Plant
Volatile Oils. J Appl Microbiol 88:308-316. Doyle MP, Beuchat LR, Montville TJ. 2001. Food Microbiology. ASM Press: Washington DC.
Durst PB, Johnson DV, Leslie RN, Shono K. 2008. Forest Insect as Food : Humans Bite Back. Food and Agriculture Organization of the United Nations Regional Office for Asia and the Pacific.
Bangkok : Thailand Elzinga RJ. 2004. Fundamentals of Entomology. 6
th
ed. Pearson Education, Inc: New Jersey. Emerton V, Choi E. 2008. Essential Guide to Food Additives. Leaterhead Food International Ltd.:
Surrey. Fadlan, F. 2001. Mempelajari Pengaruh Bahan Pengisi dan Bahan Tambahan Makanan terhadap
Mutu Fisik dan Organoleptik Bakso Sapi. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz S, Jenie BSL. 1988. Mikrobiologi Pangan II. PAU Pangan dan Gizi IPB: Bogor. Fardiaz S, Suliantari, Dewanti R. 1987. Senyawa Antimikroba. Bogor: PAU.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Frazier WC, Westhoff. 1988. Food Microbiology. Tata McGraw-Hill Publ. Co., Ltd: New Delhi.
Gutierrez J, Barry RC, P Bourke. 2008. The Antimicrobial Efficacy of Plant Essential Oil Combinations and Interactions With Food Ingredients. International J Microbiol 124 : 91
–97. Hadditama N. 2009. Studi Penggunaan Ekstrak Bawang Putih Allium sativum LINN Pada
Pengawetan Bakso dengan Asam Asetat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Handa SS. 2008. An Overview of Extraction for Medicinal and Aromatic Plants. Dalam: Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. SS Handa, SPS Khanuja, G Longo, DD
Rakesh Eds. International Centre for Science and High Technology: Italia.