51
Nilai harga ganti rugi lahan lebih tinggi dibanding NJOP tanah yang berlaku saat pembebasan lahan. Nilai ganti rugi yang diterima responden lebih tinggi
dibanding NJOP namun lebih rendah dari harga pasar tanah. Kisaran nilai harga ganti rugi, NJOP dan harga pasar tanah disajikan pada Tabel 15.
Berdasarkan kebijakan PT. PLN Persero, besaran harga ganti rugi diambil dari nilai tengah antara NJOP dan harga pasar tanah. Dengan kebijakan seperti ini
nilai ganti rugi yang diterima seharusnya lebih tinggi dari yang sudah direalisasikan. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh acuan harga
pasar tanah yang berbeda antara responden dengan Panitia Pembebasan Lahan PT. PLN Persero. Jauh sebelum dilakukan negoisasi lahan, Panitia Pembebasan
Lahan telah melakukan survei harga pasar tanah yang dikumpulkan dari masyarakat sekitar maupun aparat pemerintahan desa, kelurahan dan kecamatan
Tabel 15 Kisaran harga ganti rugi, NJOP dan harga pasar tanah Nilai
Harga ganti rugi lahan
NJOP lahan Harga pasar
tanah Rpm
2
Rpm
2
Rpm
2
Rata-rata 459.517
103.767 Maksimum
1.030.000 200.000
3.000.000 Minimum
230.000 64.000
150.000 Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi linear berganda untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas berupa: NJOP tanah, harga pasar tanah, luas pemilikan tanah responden, mata pencaharian responden, dan penghasilan
responden sebelum pembebasan lahan terhadap variabel respon harga ganti rugi tanah.
5.3.1 Regresi Linear Berganda
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel respon y adalah harga ganti rugi tanah Rpm
2
, sedangkan variabel bebas X adalah: NJOP tanah X
1
dalam Rpm
2
, harga pasar tanah X
2
dalam Rpm
2
, luas pemilikan tanah X
3
dalam m
2
, mata pencaharian responden X
4
sebagai petani = 1 atau bukan petani = 0, penghasilan responden sebelum pembebasan lahan X
5
dalam Rpm
2
.
Seberapa besar variabel respon dapat dijelaskan oleh variabel bebas pada regresi linear berganda dapat dilihat pada nilai
koefisien determinasi yang sudah disesuaikan Adjusted R Square. Dari hasil uji regresi diperoleh nilai Adjusted R-Square
sebesar 0,739 yang menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas tersebut dapat menerangkan keragaman variabel respon harga ganti rugi lahan dengan
kontribusi sebesar 73,9 persen, sedangkan sisanya sebesar 26,1 persen diterangkan
52
oleh variabel lain di luar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Semakin koefisien determinasi yang sudah disesuaikan mendekati nilai satu,
semakin akurat model regresi yang dibuat. Dalam penelitian ini nilai Adjusted R- Square tersebut tergolong baik, dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Pengaruh variabel bebas terhadap variabel respon Variabel bebas
b t-hitung
Sig. Intersep
172035,895 4,780
0,000
NJOP Tanah X
1
1,002
a
4,344 0,000
Harga Pasar Tanah X
2
0,077
a
4,412 0,000
Luas Pemilikan Tanah X
3
73,427
a
8,047 0,000
D-Mata Pencaharian X
4
20098,334 0,621
0,538
Penghasilan Sebelum Pembebasan X
5
0,004 0,548
0,586
Std Error of the Estimate
81773,309
R-Square
0,763
R-Square adj
0,739
Durbin-Watson
1,645
Keterangan:
a
nyata pada taraf 1
Uji F pada penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terjadi pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel respon secara keseluruhan.
Uji F diketahui dengan melihat signifikan F hitung apakah lebih besar dari alpha yang ditetapkan 0,05 atau tidak. Dari hasil uji regresi linier berganda, diperoleh
nilai F sebesar 32,147 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, lebih rendah dari 0,05. Artinya adalah bahwa terdapat minimal satu variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap variabel respon. Hasil Uji F selengkapnya dapat dilihat pada Tabel ANOVA pada Tabel 17.
Tabel 17 ANOVA Regresi
a
Source df
Sum of Squares Mean Square
F Sig.
Regression 5
1074807276435,900 214961456287,181 32,147 0,000
b
Residual 50
334343705706,954 6686874114,139
Total 55
1409150982142,860
a
Variabel respon: Harga ganti rugi lahan
b
Variabel bebas: Constant, NJOP tanah, harga pasar tanah, luas pemilikan tanah responden, mata pencaharian responden, dan penghasilan responden sebelum pembebasan lahan
.
53
Kevalidan model regresi linear yang dibuat diketahui melalui uji asumsi klasik berupa: uji normalitas, uji auotkorelasi, uji multikolinieritas, dan uji
heteroskedastisitas. Uji normalitas merupakan suatu bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi data. Tujuan uji ini adalah untuk mengentahui apakah data
yang diambil adalah data yang terdistribusi normal. Pada penelitian ini digunakan metode Kolmogorov Smirnov. Konsep dasar uji normalitas ini adalah dengan
membandingkan distribusi data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z- Score dan diasumsikan normal. Kriteria normal diperoleh jika hasil uji
Kolmogorov Smirnov menunjukkan nilai signifikansi di bawah 0,05. Hasil uji normalitas disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Hasil Uji Normalitas Kolmogorv-Smirnov
Statistic Sig.
Kriteria Kesimpulan
Unstandarized Residual 0,094
0,200 0,05
Data berdistribusi normal
Pada saat dilakukan uji normalitas terdapat empat data pencilan yang mengganggu normalitas data sehingga perlu dibuang, oleh karena itu jumlah
sampel responden yang digunakan dalam uji regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah 56 responden. Dari hasil uji normalitas diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,200, lebih besar dari standar penyebaran normal 0,05 yang mana menunjukkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal.
Normalitas data dapat juga ditunjukkan dengan Normal Q-Q Plot of Unstandarized Residual sebagaimana disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Normal Q-Q Plot of Unstandarized Residual
54
Pengujian autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah antar data pengamatan memiliki korelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi
khususnya dalam model regresi linear berganda dilihat melalui nilai Durbin- Watson. Pada uji autokorelasi dalam penelitian ini diperoleh nilai Durbin-Watson
1,549, berada di antara nilai dL = 1,3815 dan dU = 1,7678 pada Tabel Durbin- Watson untuk jumlah sampel n = 56 dan jumlah variabel peubah k = 5. Hal
ini menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson yang diperoleh berada di luar areal tolak Ho ada autokorelasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara
data pengamatan tidak saling berkorelasi.
Uji multikolinieritas digunakan untuk melihat ada tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam satu model regresi linear berganda.
Jika terjadi korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel respon menjadi terganggu.
Multikolinieritas dilihat dengan nilai tolerance dan Variance Inflation Factor VIF dari masing-masing variabel bebas. Multikolinearitas terjadi jika nilai
tolerance 0,1 yang tidak kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih dari 10. Nilai tolerance dan VIF masing-masing variabel bebas disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Bebas
Tolerance VIF
Multikolinieritas NJOP Tanah
0,677 1,476
tidak terjadi Harga Pasar Tanah
0,718 1,392
tidak terjadi Luas Pemilikan Tanah
0,716 1,397
tidak terjadi D-Mata Pencaharian
0,580 1,723
tidak terjadi Penghasilan Sebelum Pembebasan
0,787 1,271
tidak terjadi Berdasarkan nilai tolerance dan multikolinieritas dari masing-masing variabel
bebas terlihat nilai tolerance lebih besar dari 0,1, demikian juga dengan nilai variance inflation factor lebih rendah dari 10. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada model regresi yang dibuat tidak terjadi multikolinieritas di antara variabel-variabel bebas.
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya.
Pengertian heteroskedatisitas adalah apabila kesalahan atau residual yang diamati tidak memiliki varian yang konstan. Kondisi heteroskedastisitas sering terjadi
pada data cross section, atau data yang diambil dari beberapa responden pada suatu waktu tertentu. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana
terdapat kesamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pada penelitian ini uji heteroskedastisitas
55
menggunakan Uji Glesjer. Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat pada hasil ANOVA antara absolut error dengan semua variabel bebas sebagaimana
disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 ANOVA Uji Heteroskedastisitas
a
Model Sum of Squares
df Mean Squares
F Sig.
1 Regression
14963393979,255 5
2992678796,851 1,701
0,152
b
Residual 87981651286,658
50 1759633025,733
Total 102945045265,912
55
a
Variabel respon: abserror
b
Variabel bebas: Constant, NJOP tanah, harga pasar tanah, luas pemilikan tanah responden, mata pencaharian responden, dan penghasilan responden sebelum pembebasan lahan
Berdasarkan ANOVA uji heteroskedastisitas diperoleh nilai signifikansi 0,152, lebih besar 0,05. Hal menunjukkan bahwa pada model regresi yang dihasilkan
tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji t pada penelitian ini dilakukan untuk menguji secara parsial apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh terhadap variabel respon atau tidak
dengan melihat hubungannya satu persatu. Uji t dilakukan dengan melihat signifikansi t-hitung yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan taraf nyata
yang ditetapkan 0,01. Hasil uji t dan koefisien parameter variabel bebas disajikan pada Tabel 20.
Dari hasil pengolahan data menggunakan software SPSS versi 16.0 dapat disusun persamaan regresi linear berganda sebagai berikut di bawah ini, dimana y
adalah harga ganti rugi lahan per m
2
, X
1
adalah NJOP lahan, X
2
adalah harga pasar tanah, X
3
luas pemilikan tanah responden, X
4
adalah mata pencaharian responden, dan X
5
adalah jumlah penghasilan responden sebelum pembebasan lahan.
y = 172035,895 + 1,002 X
1
+ 0,077 X
2
+ 73,427 X
3
+ 20098,334 X
4
+ 0,004 X
5
Pada penelitian ini variabel NJOP tanah berkorelasi positif dan nyata pada taraf 1 terhadap harga ganti rugi lahan. Setiap peningkatan NJOP tanah
sebesar Rp. 1.000 per m
2
meningkatkan harga ganti rugi lahan sebesar Rp. 1.002 per m
2
. Dalam penetapan nilai harga ganti rugi lahan, NJOP tanah menjadi salah satu dasar ketika berlangsung negoisasi antara pemilik lahan dan pihak pembeli
atau pengguna lahan. Informasi mengenai besaran NJOP tercantum dalam resi Pajak Bumi Bangunan PBB yang dikeluarkan oleh Pemerintah setempat. PBB
ditarik setiap tahun oleh lembaga kelurahan atau desa setempat. NJOP tanah
56
menggambarkan nilai jual sebuah obyek dimana secara berkala meningkat setiap tahunnya.
Variabel harga pasar tanah berkorelasi positif dan nyata terhadap harga ganti rugi lahan. Peningkatan harga pasar tanah sebesar Rp. 1000 per m
2
meningkatkan harga ganti rugi lahan sebesar Rp. 77 per m
2
. Harga pasar tanah selalu lebih tinggi dibanding NJOP namun peningkatannya tidak selalu memiliki
trend yang sama. Data harga pasar tanah cenderung subyektif, tidak ada angka pasti yang dapat dijadikan rujukan. Sebelum melakukan pembebasan lahan,
Panitia Pembebasan Lahan melakukan survei terkait harga pasar. Dari hasil survei tersebut diperoleh kisaran harga terendah dan tertinggi. Harga pasar tanah
ditentukan antara lain oleh kesuburan lahan, jarak lahan ke tempat-tempat strategis seperti pasar, kota dan lain-lain. Dalam pembebasan lahan PT. PLN juga
mempertimbangkan nilai pasar tanah disamping NJOP. Berdasarkan kebijakan PT. PLN, nilai ganti rugi lahan yang disetujui adalah setengah dari NJOP
ditambah harga pasar tanah. Dalam negoisasi harga ganti rugi lahan seringkali nilai pasar tanah yang telah dikumpulkan Panitia Pembebasan Lahan tidak sama
dengan harga pasar yang disampaikan oleh pemilik lahan. Hal inilah yang menyebabkan proses negoisasi harga yang agak alot antara pemilik lahan dan
pembeli. Pada beberapa kasus, PT. PLN terpaksa menitipkan uang ganti rugi lahan ke Pengadilan dikarenakan pemilik lahan belum setuju terhadap harga ganti
rugi yang diberikan.
Luas pemilikan tanah responden berkorelasi positif dan nyata terhadap harga ganti rugi lahan. Peningkatan luas pemilikan tanah responden meningkatkan
harga ganti rugi lahan yang diperoleh sebesar Rp. 73.427 per m
2
. Semakin luas pemilikan tanah responden semakin tinggi pula posisi tawarnya dalam negoisasi
penetapan harga ganti rugi, sehingga harga ganti rugi lahan yang diperolehnya cenderung lebih tinggi dibanding pemilik lahan berukuran lebih kecil. Dalam
negoisasi harga ganti rugi lahan di daerah penelitian pihak PT. PLN menunjuk pemilik lahan yang lebih luas sebagai koordinator pemilik lahan lainnya.
Berbeda dengan tiga variabel bebas di atas yang berkorelasi positif dan nyata, dua variabel bebas lainnya yaitu jenis mata pencaharian responden dan
penghasilan responden sebelum pembebasan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap harga ganti rugi lahan, meskipun sama-sama berkorelasi positif. Hal ini
berarti bahwa jenis pekerjaan responden baik sebagai petani maupun bukan petani, tidak berpengaruh nyata terhadap harga ganti rugi lahan yang
diperolehnya. Jika pemilik lahan adalah petani maka nilai ganti rugi yang diperoleh lebih tinggi Rp 20.098 per m
2
dibanding responden bukan petani.
5.4 Alternatif Solusi Dampak Pembebasan Lahan