9
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kedudukan dan Arti Penting Lahan
Tanah memiliki kedudukan dan arti yang penting bagi pemiliknya. Menurut Munif 2011, ada dua hal pokok yang menyebabkan tanah menjadi sangat
penting, yaitu karena sifatnya dan karena faktanya. Karena sifatnya, tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan bagi pemiliknya yang bagaimanapun
keadaannya masih bersifat tetap atau bahkan kadang-kadang menguntungkan. Karena faktanya, suatu kenyataan bahwa tanah merupakan tempat tinggal
kerabatnya, merupakan penghitungan bagi anggota kerabatnya, merupakan tempatnya dikebumikan, dan merupakan tempat tinggal para roh dan dayang-
dayang leluhur kerabatnya.
Berdasarkan Soekartawi 1990, bagi seorang petani yang tidak memiliki pilihan sumber mata pencaharian lain, lahan merupakan modal hidup utama dalam
mengusahakan pertanian dalam rangka menjamin kelangsungan hidup anak dan keluarganya, sehingga tanpa tanah seorang petani tidak dapat melakukan
usahatani Umumnya petani tidak memiliki keahlian lain dalam mencari nafkah, sehingga ketika usaha bertaninya berhenti, sulit bagi petani untuk mendapatkan
sumber mata pencaharian lainnya.
Rendahnya kepemilikan lahan pertanian secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan rendahnya pendapatan rumah tangga petani. Menurut
Santoso 1996, beralihnya kepemilikan lahan dari petani akibat pembebasan lahan menyebabkan hilang atau berkurangnya lahan garapan mereka, padahal luas
lahan usahatani yang dimiliki sangat menentukan besar kecilnya tingkat pendapatan keluarga petani. Meskipun luas kepemilikan lahan tidak berbanding
lurus dengan tingkat pendapatan petani, namun sempitnya kepemilikan lahan berakibat pada rendahnya investasi, dan selanjutnya akan menyebabkan
rendahnya pendapatan rumah tangga petani.
Selain luas lahan, salah satu faktor utama yang juga menentukan tingkat pendapatan rumah tangga petani adalah pengetahuan dan kemampuan untuk
mengelola dan memanfaatkan lahan secara produktif. Bahrin et al 2008 dalam penelitiannya terhadap masyarakat petani di dataran tinggi Kabupaten Kapahiang
Propinsi Bengkulu mendapatkan bahwa sebagian besar rumah tangga petani miskin memiliki dan menguasai lahan pertanian yang cukup luas, namun pada
kenyataannya memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pangan, perumahan, serta akses terhadap lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha
pada kategori rendah.
2.2 Efisiensi Penggunaan Sumberdaya Lahan
Pembangunan merupakan
upaya manusia
dalam mengolah
dan memanfaatkan sumberdaya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan
10
peningkatan kesejahteraan hidup. Setiap kegiatan pembangunan termasuk untuk kepentingan umum berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik
positif maupun negatif Soemarwoto, 2005. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, hampir tak ada kegiatan pembangunan yang tidak memerlukan
tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Kini pembangunan terus
meningkat dan tiada henti tetapi persediaan tanah semakin sulit dan terbatas. Keadaaan seperti ini dapat menimbulkan konflik karena kepentingan umum dan
kepentingan perorangan atau kelompok saling berbenturan.
Salah satu jenis pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah adalah pembangunan jaringan transmisi listrik untuk pendistribusian energi
listrik dari sumber pembangkit listrik. Untuk memenuhi kebutuhan tanah ini dilakukan pembebasan lahan yang umumnya merupakan milik masyarakat
perorangan private dan sebagian kecil milik negara. Menurut Guerin 2003, dalam sistem hak milik property right, hubungan tanah dan manusia akan
mengatur tentang cara memiliki, mengelola, menggunakan dan memindahkan atas tanah. Hubungan formalnya disebut dengan pemilikan tanah land tenure.
Pada dasarnya ada dua cara pemilik tanah melepaskan hak kepemilikan yaitu melalui pelepasan secara sukarela dan melalui pembebasan tanah
Eggertsson, 1995. Pelepasan sukarela sangat dipengaruhi sikap dari pemilik tanah terhadap cara pandang secara sosial, pengaruh adat atau nilai historis, nilai
ekonomi dan kondisi fisik tanah. Dalam pelepasan tanah melalui cara pembebasan, persoalan yang sering dihadapi dan menimbulkan konflik adalah
nilai kompensasi. Dalam pemberian ganti rugi, pengertian harga pasar sering menjadi sumber perbedaan karena cara pandang pemilik tanah dengan pihak
pemerintah atau pengguna lahan tidak selalu sama. Hal lain yang sering muncul dalam proses pembebasan lahan adalah penggunaan definisi kepentingan umum
dalam proses tersebut yang sering tak definitip Andrian, 2007. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 telah ditetapkan kegiatan
pembangunan yang tergolong kepentingan umum yaitu: jalan umum dan jalan tol, rel kereta api, saluran air minum air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
waduk, bendungan, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; fasilitas keselamatan
umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; tempat pembuangan sampah; cagar alam dam cagar budaya; pembangkit,
transmisi, distribusi tenaga listrik.
Dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, pihak yang berperan adalah pemerintah, pemilik tanah dan pihak swasta yang akan membeli dan
menggunakan tanah Fischer, 2005. Keterlibatan pemerintah adalah dengan memberlakukan aturan-aturan formal seperti hak kepemilikan. Pemilik tanah ada
yang aktif dan ada yang pasif. Pemilik aktif dicirikan dengan keinginan untuk
11
membangun tanah, mau bekerjasama dengan swasta untuk membangun atau menyerahkan tanah bila tidak mampu membangun, sedangkan pemilik pasif
dicirikan tidak adanya langkah yang diambil untuk membangun atau membawa ke pasar tanah. Ada beberapa alasan yang menyebabkan kendala dalam pembebasan
tanah, yaitu harapan pemilik tanah untuk memperoleh harga ganti rugi yang tinggi, tidak adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli, atau memang tak
ada keinginan dari pemilik untuk melepaskan tanah miliknya Adams, 1994. Alasan pemilik tanah menolak melepaskan tanahnya sangat terkait dengan adanya
hubungan multidemensi antara manusia dengan tanah dimana tanah dianggap sebagai faktor produksi, unsur lingkungan, barang yang mempunyai nilai
emosional Djurdjani, 2009.
Pembebasan lahan untuk sebuah kegiatan pembangunan berpotensi menimbulkan dampak sosial ekonomi masyarakat. Semakin luas sumberdaya
lahan yang diperlukan semakin besar potensi dampak yang ditimbulkan, oleh karena itu penggunaan sumberdaya lahan perlu dilakukan secara efisien dan
bijaksana. Dalam ilmu ekonomi dikenal ada dua jenis efisiensi, yakni: efisiensi produksi dan efisiensi alokasi. Efisiensi produksi mencerminkan kemampuan
untuk menghasilkan produk yang bermutu dengan harga yang bersaing. Sedangkan efisiensi alokasi merujuk kepada tingkat dimana harga pasar yang
dibebankan kepada pembeli, selaras dengan biaya pemasaran termasuk pengembalian suatu laba normal normal profit pada pemasok. Sementara itu,
Posner mendefenisikan efisiensi sebagai kondisi dimana sumberdaya dialokasikan dimana nilainya dimaksimalkan.
Menurut Pareto dalam Nicholson dan Snyder 2010, jika seandainya sumberdaya dialokasikan membuat paling tidak satu pihak merasa diuntungkan
dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan maka kondisi ini disebut Pareto Superiority atau Efisiensi Pareto. Jika seandainya suatu kebijakan pembangunan
membuat setidak-tidaknya satu pihak merasa untung dan tidak ada satupun pihak yang merasa dirugikan maka kondisi inilah yang disebut Superioritas Pareto.
Dikenal juga kondisi Pareto Optimality yang merupakan suatu kondisi dimana sumberdaya didistribusikan dengan cara tertentu yang membuat paling tidak satu
pihak yang merasa dirugikan. Dengan kata lain, dalam suatu kebijakan yang membuat paling tidak salah satu pihak merasa dirugikan maka memenuhi kriteria
Optimalitas Pareto. Sebenarnya kondisi yang terakhir inilah yang sering terjadi dalam kehidupan nyata, dimana hampir tidak mungkin tidak ada pihak yang tidak
dirugikan dalam suatu kebijakan.
Nicholas Kaldor dan John Hicks dalam Nicholson dan Snyder 2010, memberikan tanggapan atas efisiensi yang disampaikan oleh Pareto. Menurut
mereka berdua dalam teorinya Kaldor-Hicks Efficiency menyatakan bahwa apakah dengan perubahan tersebut maka mereka yang merasa diuntungkan dapat
menyediakan kompensasi yang seimbang kepada mereka yang merasa dirugikan
12
akibat kebijakan tersebut. Metode Kaldor-Hicks biasanya digunakan sebagai tes terhadap efisiensi Pareto, bukan ditujukan sebagai suatu standar efisiensi sendiri.
Mereka digunakan untuk menentukan apakah suatu kegiatan ekonomi bergerak ke arah Efisiensi Pareto. Setiap perubahan biasanya membuat beberapa orang merasa
lebih baik sementara membuat orang lain lebih buruk, jadi tes ini menanyakan apa yang akan terjadi jika para pemenang memberikan kompensasi kepada yang kalah
dan besarnya keuntungan yang diperoleh adalah lebih besar dari ganti rugi yang dibayarkan.
Dalam Efisiensi Pareto kondisi superior, suatu hasil lebih efisien jika setidaknya satu orang dibuat lebih baik dan tidak ada yang dibuat lebih buruk,
namun dalam prakteknya, hampir mustahil untuk mengambil sebuah kebijakan pembangunan tanpa membuat dari setidaknya satu orang lebih buruk, bahkan
pertukaran sukarela voluntary exchange sekalipun. Namun, pertukaran sukarela tidak akan menciptakan Superioritas Pareto jika ada biaya eksternal seperti polusi
yang merugikan pihak ketiga, sebagaimana sering terjadi saat ini.
Menurut Kaldor-Hicks, perubahan ke arah perbaikan menunjukkan bahwa berbagai kombinasi utilitas antara para pelaku ekonomi dapat diperoleh dengan
jalan pendistribusian kembali redistribusi pendapatan dalam perekonomian dengan menggunakan pajak sekaligus lumpsum tax atau subsidi. Dengan
demikian menurut Kaldor-Hicks, pada kenyataannya ganti rugi tidak perlu dibayarkan. Selain itu, suatu perubahan dapat dikatakan sebagai kemajuan, jika
pelaku ekonomi yang akan dirugikan dari perubahan tersebut harus mau menerima ganti rugi dari pelaku ekonomi yang diuntungkan. Ganti rugi pada
kriteria Kaldor-Hicks adalah ganti rugi yang potensial bukan ganti rugi aktual. Tanpa pembayaran kompensasi yang aktual kita perlu menggunakan
pertimbangan nilai value judgement untuk menyatakan bahwa secara keseluruhan masyarakat menjadi lebih baik dengan adanya perubahan.
2.3 Faktor Penentu Nilai Harga Lahan