41
mekanisme dan prosedur pembebasan yang benar sehingga tidak terjadi konflik antara pemilik dan pembeli lahan.
5.1.4 Dampak Sosial Pembebasan Lahan
Salah satu dampak sosial yang muncul akibat pembebasan lahan adalah timbulnya konflik horizontal antara responden dengan anggota keluarga lainnya
pada saat penerimaan uang ganti rugi lahan. Hal ini terjadi pada lahan yang masih berstatus milik keluarga. Menurut pengakuan tiga responden yang mengalami hal
tersebut, konflik terjadi akibat tidak tegasnya pembagian hak waris di antara para ahli waris lahan yang terkena pembebasan. Anggota keluarga yang menempati
dan menggunakan lahan saat itu merasa punya hak lebih besar dibanding ahli waris lainnya, mengingat telah melakukan pemeliharaan dan pengelolaan terhadap
lahan. Sampai saat ini hubungan antara anggota keluarga yang konflik belum sepenuhnya cair.
Sebelum jaringan transmisi hadir, masyarakat terutama kaum muda dapat bebas berkumpul atau bercengkerama di pekarangan, kebun tanpa merasa
khawatir akan adanya pengaruh dampak radiasi medan listrik dan medan magnet yang timbul akibat penyaluran energi listrik melalui kabel jaringan. Namun
setelah hadirnya tower listrik dan jaringan kabel listrik di atas lahan mereka, menimbulkan rasa kurang bebas dan kurang nyaman berada di bawah jaringan
kabel transmisi. Hal ini dapat menjadi pemicu kekhawatiran yang berlebihan terhadap dampak medan listrik dan medan magnet terhadap kesehatan.
Berdasarkan anjuran dan arahan yang diterima masyarakat, berkumpul atau berlama-lama tepat di bawah kabel jaringan transmisi dapat mengakibatkan atau
mempengaruhi kesehatan akibat adanya medan listrik dan medan magnet yang ditimbulkan oleh kabel jaringan listrik. Kebanyakan masyarakat sudah
mendapatkan informasi dan mengetahui bahwa jaringan transmisi dapat menyebabkan gangguan medan listrik dan medan magnet terhadap kesehatan.
Pada saat uang ganti rugi akan diberikan, semua pemilik lahan yang terkena pembebasan diminta untuk membuka rekening tabungan, karena transaksi
keuangan dari PT. PLN ke pemilik tanah dilakukan melalui bank. Namun hingga saat ini masyarakat tersebut merasakan manfaat menyimpan uang di bank.
Mereka sudah menyadari bahwa dengan memiliki rekening bank, semua transaksi keuangan menjadi lebih mudah dan aman sehingga tidak perlu lagi menyimpan
uang tunai di rumah. Hal ini juga memudahkan bagi pemilik rekening untuk menerima kiriman uang dari sanak saudaranya yang bekerja di luar daerah atau
luar negeri. Sebaliknya hal ini juga memudahkan pengiriman uang kepada putra- putri yang ersekolah di luar daerah.
42
5.2 Perubahan Jenis Mata Pencaharian dan Tingkat Penghasilan 5.2.1 Perubahan Jenis Mata Pencaharian
Pada penelitian ini dilakukan pendataan jenis mata pencaharian responden baik sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Jenis pekerjaan
responden dikelompokkan menjadi empat sektor yaitu: pertanian, pegawai, perdagangan dan jasa. Berdasarkan jenis pekerjaan utama, jumlah responden
yang bekerja di sektor pertanian adalah 15 responden 25,00 persen, yang bekerja sebagai pegawai adalah 20 responden 33,33, yang bekerja di sektor
perdagangan adalah 13 responden 21,67 persen, dan yang bekerja di sektor jasa adalah 12 responden 20,00 persen. Akibat pembebasan lahan terjadi perubahan
mata pencaharian sebagaimana digambarkan pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil penelitian, jenis pekerjaan responden yang terkena pengaruh langsung dampak pembebasan lahan adalah mata pencaharian yang
menjadikan lahan sebagai modal dan tempat usaha, yaitu: pertanian, warung kelontong, warung makan-minum, dan kontrakan rumah. Selengkapnya
Perubahan jenis mata pencaharian responden akibat pembebasan lahan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Perubahan jenis mata pencaharian setelah pembebasan lahan
No
Mata Pencaharian Responden Perubahan
Sebelum Pembebasan
Tahun 2011
Setelah Pembebasan Tahun 2015
Jumlah Resp
1 U: Petani Pemilik Lahan dan
Penggarap U: Petani Penggarap
2 3,33
2 U: Petani Pemilik Lahan
U: Petani Pemilik Lahan dan Penggarap
1 1,67
3 U: Warung Kelontong
S: Petani Pemilik Lahan dan Penggarap
U: Warung Kelontong S: Petani Penggarap
1 1,67
4 U: Warung Kelontong
S: Serabutan U: Serabutan
1 1,67
5 U: Warung Makan Minum
U: Serabutan 1
1,67 6
U: Karyawan S: Kontrakan Rumah
U: Karyawan 1
1,67 7
U: Pensiunan PNS S: Kontrakan Rumah
U: Pensiunan PNS 1
1,67 8
U: Pegawai Negeri Sipil U: Pensiunan PNS
2 3,33
Total 10
16,67 Keterangan: U: Pekerjaan Utama, S: Pekerjaan Sampingan
43
Ga mbar
4 P
erub aha
n ma ta pe
nc ah
aria n s
etela h pe
mbeba sa
n laha n
44
Jumlah responden yang mengalami perubahan mata pencaharian setelah pembebasan lahan adalah 10 orang atau 16,67 persen dari keseluruhan responden.
Dari sepuluh responden tersebut hanya ada delapan orang yang dianggap perubahan mata pencahariannya disebabkan oleh karena pembebasan lahan.
Adapun dua responden lainnya yang perubahan mata pencahariannya dianggap bukan karena pembebasan lahan adalah merupakan pegawai negeri sipil yang
pensiun seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan mata pencaharian yang terjadi pada delapan responden tersebut adalah: dari petani pemilik lahan menjadi
petani penggarap, dari usaha warung kelontong, warung makan minum dan kontrakan rumah menjadi kehilangan usaha-usaha tersebut.
Sebelum pembebasan lahan terdapat 12 responden petani yang memiliki lahan dengan luas di atas 100 m
2
dan mengelolanya sendiri. Karena keterbatasan luas tanah, separuh enam responden dari responden tersebut merangkap menjadi
petani penggarap pada lahan milik orang lain. Selain itu, terdapat lima responden petani yang tidak memiliki lahan pertanian sendiri sehingga menjadi petani
penggarap di lahan milik orang lain. Dalam penelitian ini petani dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan luas pemilikan tanahnya, yaitu: petani pemilik lahan,
dengan luas pemilikan lahan di atas 1.000 m
2
; petani pemilik lahan merangkap petani penggarap, dengan luas pemilikan lahan 100-1.000 m
2
; dan petani penggarap, dengan pemilikan lahan di bawah 100 m
2
. Menurut Sayogyo 1986, luas lahan pertanian dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu: golongan
petani kecil dengan luas lahan di bawah 0,5 hektar, golongan petani menengah dengan luas pemilikan lahan 0,5-1,0 hektar, serta golongan petani besar dengan
luas lahan di atas 1,0 hektar. Berdasarkan penggolongan ini, dari 12 responden petani yang memiliki lahan untuk bertani hanya ada dua responden yang
tergolong petani menengah, sisanya merupakan petani kecil.
Pada sektor pertanian, enam responden petani pemilik lahan dengan luas lahan di atas 1.000 m
2
tidak berubah mata pencahariannya pasca pembebasan lahan, artinya bahwa dampak kegiatan pembebasan tidak mengubah jenis
pekerjaan para responden tersebut. Keenam responden ini tetap menjadi petani pemilik lahan pasca pembebasan lahan. Responden petani yang berubah jenis
mata pencahariaanya akibat pembebasan lahan adalah tiga responden petani pemilik lahan merangkap petani penggarap. Pasca pembebasan lahan, ketiga
responden ini berubah menjadi petani penggarap saja dikarenakan lahan miliknya tidak tersisa lagi untuk pertanian. Dengan beralihnya mata pencaharian ketiga
responden ini, menambah jumlah petani penggarap menjadi delapan orang. Seorang responden memiliki peternakan kambing dengan jumlah ternak berkisar
10 ekor. Usaha ini merupakan usaha sampingan yang tidak terganggu kegiatan pembebasan lahan.
Tidak adanya perubahan jenis mata pencaharian petani pasca pembebasan tanahnya dalam penelitian ini tidak relevan dengan pernyataan Suryana 2000
45
bahwa pembebasan tanah milik petani mengakibatkan perubahan jenis pekerjaan pada pemilik lahan sebagai sumber mata pencaharian, serta jenis pekerjaan petani
pemilik lahan menjadi lebih beragam dibanding sebelumnya. Pada kelompok pegawai terjadi perubahan jenis mata pencaharian pada responden PNS. Seiring
waktu, setelah empat tahun pasca pembebasan lahan, dua dari tiga responden PNS memasuki masa pensiun sehingga menambah jumlah pensiunan dari empat
reseponden sebelum pembebasan menjadi enam responden setelah pembebasan lahan. Dalam penelitian ini kegiatan pembebasan lahan tidak berdampak pada
perubahan jenis mata pencaharian untuk kelompok pegawai karena tidak terlihat adanya perubahan jenis pekerjaan responden baik yang utama maupun sampingan
pasca pembebasan lahan.
Pada penelitian ini terdapat jenis usaha perdagangan yang sangat tergantung dengan adanya lahan untuk tempat usaha diantaranya warung, toko dan kios.
Sebelum pembebasan lahan, terdapat 11 responden memiliki usaha warung kelontong dan warung makan minum sebagai mata pencaharian utama, namun
setelah pembebasan, dua dari para responden tersebut kehilangan usaha warungnya akibat terkena pembebasan. Seorang responden yang kehilangan
usaha warung kelontongnya hingga saat ini belum dapat mengembalikan usahanya tersebut karena uang ganti rugi yang diperolehnya tidak cukup untuk
membeli lahan pengganti di tempat lain. Beruntung bahwa responden ini masih memiliki usaha sampingan sebagai pekerja serabutan sehingga dapat tetap
menghidupi keluarganya. Kehilangan mata pencaharian juga dialami seorang responden yang sebelumnya memiliki usaha warung makan minum. Akibat lahan
usahanya terkena lokasi tapak tower maka responden tersebut kehilangan sumber penghasilan utamanya. Setelah uang ganti rugi dibagikan kepada seluruh anggota
keluarganya, responden ini kemudian beralih profesi menjadi pekerja serabutan. Ketidakmampuan responden mengembalikan usaha warungnya pasca pembebasan
disebabkan oleh alokasi penggunaan uang ganti rugi tidak untuk membeli lahan pengganti akan tetapi digunakan untuk keperluan konsumtif dan sisanya
dibagikan habis kepada seluruh anggota keluarga. Apa yang dilakukan oleh responden ini merupakan gambaran umum dari alokasi penggunaan uang ganti
rugi oleh pemilik lahan.
Sektor jasa merupakan sektor yang cenderung tidak terpengaruh oleh pembebasan lahan karena umumnya tidak menggunakan lahan sebagai modal.
Pada sektor ini terjadi pengurangan pada jumlah responden yang mengusahakan rumah kontrakan. Sebelum pembebasan lahan terdapat tujuh responden yang
memiliki usaha kontrakan rumah, namun setelah pembebasan berkurang menjadi lima responden. Beruntung bahwa dua usaha kontrakan yang hilang tersebut
merupakan usaha sampingan sehingga responden masih memiliki sumber penghasilan untuk menghidupi keluarganya. Pada sektor ini terjadi peningkatan
jumlah responden yang berprofesi sebagai pekerja serabutan, dari semula empat
46
responden menjadi lima responden pasca pembebasan. Tambahan responden pekerja serabutan ini berasal dari responden yang sebelumnya memiliki usaha
warung makan-minum pada saat sebelum pembebasan. Dari hasil penelitian ini terlihat adanya perubahan mata pencaharian pada responden yang memiliki usaha
kontrakan rumah dan pekerja serabutan yang diakibatkan oleh kegiatan pembebasan lahan.
5.2.2 Perubahan Tingkat Penghasilan