43 secara keseluruhan keong popaco di Pesisir Kecamatan Kao Teluk adalah
distribusi mengelompok. Menurut Riyanto 2004 tidak adanya interaksi atau kompetisi antara
individu dalam populasi keong yang bersifat mengelompok, keadaan ini diduga karena adanya saling melindungi dalam populasi. Pola distribusi mengelompok
paling umum terjadi di alam, hal ini disebabkan oleh individu dalam populasi saling melindungi Odum 1983 dalam Riyanto 2004. Odum 1993 yang
dikonfirmasi oleh Riniatsih dan Widianingsih 2007 menyatakan bahwa pengumpulan individu sebagai strategi dalam menanggapi perubahan cuaca dan
musim, serta perubahan habitat. Lebih lanjut Pratama et al. 2013 menjelaskan pola mengelompok dapat dikatakan pola sebaran yang alami dan baik bagi
populasi keong popaco terbentuk pola persebaran mengelompok akibat dorongan perubahan lingkungan alami yaitu aktivitas reproduksi.
Menurut Indardjo dan Muslim 1997 bahwa penyebaran individu secara acak dapat terjadi jika habitat dalam kearadaan seragam dan tidak ada
kecenderungan dari organisme tersebut untuk hidup bersama. Aktivitas manusia dapat meningkatkan konsentrasi logam berat di lingkungan baik sedimen, air dan
biota karena pencemaran logam dapat mempengaruhi kepadatan, dan keragaman komunitas biotik Bengtsson et al. 1981; Mountouris et al. 2002.
5.5.3. Indeks Kondisi Keong popaco
T. telescopium
Berdasarkan Tabel 13, rata-rata indeks kondisi keong popaco yang tersebar disemua stasiun yaitu stasiun tanpa penambangan emas, stasiun sekitar PETI dan
stasiun sekitar PT. NHM pada kondisi gemuk. Namun indeks kondisi berdasarkan pada bulan pengamatan yaitu pada Juni di semua stasiun indeks kondisi yang
diperoleh gemuk, kemudian pada bulan Juli indeks kondisi sedang di stasiun tanpa penambangan emas, gemuk di stasiun sekitar PETI dan kurus di sekitar stasiun
PT. NHM, sedangkan pada bulan Agustus di stasiun tanpa penambangan emas dan stasiun sekitar PT. NHM pada kondisi gemuk, sedangkan di stasiun sekitar
PETI pada kondisi sedang.
Kondisi keong T. telescopium yang kurus dapat diakibatkan karena lingkungan yang sudah terganggu. Faktor lingkungan yang terganggu dapat
mengakibatkan keong stress dan salah satu faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah konsentrasi merkuri. Selain itu, keong yang
kurus diakibatkan oleh energi yang digunakan keong bakau lebih banyak untuk bereproduksi dibandingkan untuk tumbuh.
Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin, musim atau lokasi penangkapan serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan
gonad dan kelimpahan makanan. Nilai faktor kondisi di suatu perairan bervariasi. Variasi nilai faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin dan
kematangan gonad King, 1995; Effendie 2002 dalam Nugroho et al. 2013.
5.6. Paparan Harian dan Mingguan Keong yang terkontaminasi Merkuri
Berdasarkan Tabel 14, paparan merkuri harian untuk orang dewasa masih berada pada level sedang, sedangkan untuk anak-anak telah melampaui level
aman perhari. Paparan merkuri harian PMH untuk orang dewasa berkisar 0.21- 0.58 ppmkghari dan anak-anak berkisar 0.93-2.55 ppmkghari.
Berdasarkan Tabel 35, maka ditetapkan jumlah keong popaco yang aman di konsumsi pada stasiun tanpa penambangan emas adalah sebanyak sebanyak 47
44 ekor, total bobot daging mencapai 0.070 kghari, dan PMH sebesar 0.96
ppmkghari, sedangkan untuk anak-anak dianjurkan agar mengkonsumsi keong tidak lebih dari sembilan ekor, bobot daging sekitar 0.013 kghari dan PMH
sebesar 0.85 ppmkghari. Stasiun sekitar PETI disekitar muara Cibok jumlah keong yang dianjurkan adalah 13 ekor perhari dengan bobot kurang lebih 0.048
kghari dan PMH sebesar 0.98 ppmkghari, sedangkan anak-anak 3 ekor, bobot daging sekitar 0.011 kghari dan PMH sekitar 0.97 ppmkghari. Pada stasiun
muara Kobok PT. NHM untuk orang dewasa dianjurkan agar tidak lebih dari 48 ekor, dengan bobot sekitar 0.072 kghari dan PMH sebesar 0.97 ppmkghari,
sedangkan anak-anak jumlah keong yang dianjurkan tidak lebih dari 11 ekor, bobot daging sekitar 0.013 kghari dan PMH sebesar 0.94 ppmkghari. Rata-rata
jumlah keong yang aman dikonsumsi dari semua kawasan untuk orang dewasa adalah 27 ekor perhari dengan total bobot daging sekitar 0.060 kghari dan
paparan merkuri harian sebesar 0.95 ppmkghari, sedangkan anak-anak adalah 6 ekor dengan bobot daging keong sekitar 0.013 kghari dan PMH sebesar 0.92
ppmkghari.
Berdasarkan Tabel 14, 15 dan 16, paparan merkuri harian dan mingguan keong yang terkontaminasi merkuri di Teluk Kao terutama untuk anak-anak telah
melampaui batas maksium konsumsi per 25 gram keong perhari dan 300 gram perminggu, sedangkan untuk orang dewasa per 25 gram keong perhari masih di
bawah batas maksimum, akan tetapi apabila konsumsi keong perminggu sebesar 300 gram telah melampaui batas maksimum yang di rekomendasikan oleh Standar
Nasional Indonesia SNI dan Food Drug Administration FDA tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan.
Menurut Brambilla et al. 2013 penentuan tingkat konsumsi pada moluska dan krustasea yang terkontaminasi merkuri sangat penting untuk memastikan
tingkat keracunan dan nilai-nilai ambang batas sumber pangan dari laut terutama pada spesies yang paling sering dikonsumsi, sehingg dapat diperbaiki
ketidakpastian konservatif sumber makanan laut. Lebih lanjut dijelaskan oleh Di Leo et al. 2010 penentuan keamanan konsumsi mingguan konsetrasi total
merkuri dan metil merkuri pada kerang Mytilus galloprovincialis terhadap ancaman keracunan merkuri untuk orang dewasa maupun anak-anak. Namun
perlu dipertimbangkan untuk sumber makanan seafood lainnya seperti ikan dan krustasea yang dapat menambah kontaminasi merkuri terhadap masyarakat
pesisir.
Metil merkuri, sebagian besar akan terakumulasi di otak, oleh karena penyerapannya besar, dalam waktu singkat dapat menyebabkan berbagai
gangguan. Mulai dari rusaknya keseimbangan tubuh, tidak bisa berkonsentrasi, tuli, dan berbagai gangguan lain seperti yang terjadi pada kasus Minamata.
Merkuri yang terhisap dapat lewat udara berdampak akut atau terakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkitis, hingga rusaknya
paru-paru. Keracunan merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah,
dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang lebih dapat berakibat pada degenerasi sel-sel saraf di otak kecil yang menguasai koordinasi saraf, gangguan
pada luas pandang, degenerasi pada sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil Edward, 2008. Selain itu EPAATSDR 2012 memperingatkan bahwa tingkat
merkuri yang tinggi dapat membahayakan otak, jantung, ginjal, paru-paru dan
45 sistem kekebalan tubuh manusia. Kadar merkuri yang tinggi dalam darah janin
dan anak-anak dapat membahayakan sistem saraf dan mengganggu aktifitas otak dan kemampuan belajar. Semua bentuk merkuri baik dalam bentuk metil maupun
dalam bentuk alkil yang masuk kedalam tubuh manusia secara terus-menerus akan menyebabkan kerusakan parmanen pada otak, hati dan ginjal.
Paparan merkuri pada manusia kurang lebih 95, karena lebih mudah diserap tubuh. Merkuri akan terdistribusi pada seluruh orangan melalui sistem
peredaran darah. Merkuri pada jaringan tubuh manusia bisanya tinggi pada ginjal, namun demikian organ target metil merkuri adalah sistem syaraf pusat. Metil
merkuri dalam tubuh relatif lebih stabil. Kemampuan merkuri dapat menembus sistem peredaran darah, otak dan plasenta. Paparan merkuri secara akut pada
dosis 10-40 µgkg berat badan. Efek akut yang ditimbulkan merkuri diantaranya adalah aneuploidi limfositik, perubahan warna permukaan depan lensa mata,
insomnia, tremor dan hipereksitabilitas JECFA 2006.
Beberapa eksperimen telah dilakukan pada tikus, marmut dan monyet menunjukkan bahwa merkuri dapat menimbulkan efek nerologis. Gejala utama
yang ditimbulkan adalah gangguan sistem syaraf dan gangguan sensorik. Pengaruh merkuri terhadap neorologi tergantung pada dosis dan kerentanan
hewan target. Di lain pihak, dosis merkuri yang rendah dapat menimbulkan efek pada sistem kardiovaskuler dan sistem kekebalan tubuh terhadap hewan target.
Paparan merkuri pada ibu hamil dengan mudah melewati plasenta ke janin dan jaringan lainnya. Paparan merkuri pada bayi juga melalui ASI. Anak-anak sangat
rentan terhadap merkuri karena dapat menyebabkan penurunan IQ, inkoordinadi, kebutaan dan kejang-kejang. Paparan ekstrim pada orang dewasa dapat
menyebabkan perubahan kepribadian, tremor, perubahan visi, tuli, kehilangan koordinasi otot dan sensasi, kehilangan memori dan gangguan intelektual. Di sisi
lain, merkuri dapat menyebabkan kerusakan clastogenic dan kromosom. Environmental Protection Agency EPA telah mengklasifikasikan merkuri
berpotensi mengakibatkan mutagenitas sel germinal manusia JECFA 2007.
The Joint Expert Committe on Food Additives JECFA, 2000 menetapkan standar konsumsi ikan dan kerang yang terkontaminasi merkuri perminggu
sebesar 3,3 mgkg berat tubuh orang dewas. Namun demikian pada tahun 2006 mempertimbangkan perlindungan bayi dan anak-anak yang dianggap sangat
sensitif terhadap merkuri menetapkan standar keamanan sebesar 1,6 µgkg berat tubuh. Hasil penelitian menunjukan bahwa keong popaco dan kerang darah telah
melebihi standar yang ditetapkan oleh The Joint Expert Committee on Food Additives JECFA 2000 dan 2006. Hal ini berpotensi menyebabkan gangguan
kesehatan terutama pada anak-anak maupun orang dewasa dimasa mendatang.
Pengaruh kontaminasi merkuri pada sedimen dapat menambah konsentrasi merkuri dalam tubuh biota perairan dan manusia yang mengkonsumsi ikan.
Sumber limbah yang mengandung merkuri perlu pengontrolan lebih lanjut sebelum dibuang ke sistem perairan. Kontaminasi merkuri pada sedimen dan air
memerlukan waktu yang panjang untuk mengembalikan konsentrasi merkuri yang relatif aman. Merkuri pada sedimen mengalami remobilisasi secara fisik, kimia
dan biologis sebagai ancaman terhadap pada sistem perairan. Konsentrasi merkuri pada air dan sedimen secara kritis mempengaruhi reaktivitas, transport dan
paparan terhadap biota. Kondisi geokimia juga dapat mepengaruhi aktivitas
46 bakteri metilasi yang dapat memicu meningkatnya bioavailabilitas merkuri
Randall dan Chattopadhyay 2013. 5.7.
Parameter Kulitas Air Kualitas air yang diukur meliputi suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas,
kekeruhan, total dissolvel solid TDS dan konduktivitas. Menurut Bryan 1976, daya racun logam berat ditentukan oleh faktor yang mempengaruhi fisiologi
organisme, seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH dan cahaya, perubahan siklus hidup, umur, jenis kelamin, makanan dan adaptasi terhadap merkuri.
Faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu dan salinitas juga mempengaruhi daya racun logam berat. Penurunan pH air akan menyebabkan
daya racun logam berat semakin besar. Kesadahan yang tinggi dapat mempengaruhi daya racun logam berat, karena logam berat dalam air yang
berkesadahan tinggi akan membentuk senyawa kompleks yang mengendap dalam dasar perairan. Pencemaran logam berat yang menyebabkan kematian ikan secara
masal Rochyatun dan Rozak 2007, namun dalam konsentrasi yang rendah mengakibatkan kerusakan organ Riani, 2012 dan kecacatan pada embrio yang
dilahirkan Cordova, 2011 dan Riani et al.2014.
Menurut Chester 1990 menyatakan bahwa reaktivitas biogeokimia dalam perairan alami diatur oleh sejumlah parameter fisiko-kimia seperti: pH, redoks
potensial, salinitas, konsentrasi complexing ligand, berbagai jenis nutrien, komponen organik dan bahan-bahan partikulat.
5.7.1. Suhu Air
Suhu yang terukur selama penelitian di Perairan Pesisir Teluk Kao berkisar antara 27-30
C. Suhu tertinggi diperoleh di stasiun I dan terendah di stasiun III masing-masing adalah 30.11-30.81
C dan 27.85-29.28 C. Kisaran suhu ini masih
sesuai dengan kisaran suhu air laut perairan tropis pada umumnya. Suhu merupakan salah satu faktor sifik yang sangat penting dalam lingkungan perairan.
Perubahan suhu perairan akan dapat mempengaruhi proses fisika, kimia perairan, demikian pula bagi biota perairan. Peningkatan suhu dapat mempengaruhi proses
metabolisme dan respirasi biota, sehingga kebutuhan oksigen menjadi meningkat.
Kondisi suhu perairan tinggi terutama pada bulan Juni ditemukan konsentrasi merkuri pada air juga tinggi, sedangkan kondisi suhu rendah maka
konsentrasi merkuri pada air yang terukur juga cenderung menurun Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hutagalung 1984 dalam Sarjono 2009. Dilain pihal,
Ogllvle 2003 mengatakan peningkatan suhu dapat memicu peningkatan toksisitas merkuri di perairan.
Transformasi merkuri pada sedimen dasar termasuk metilasi dan dimetilasi tergantung pada suhu. Proses metilasi terhambat oleh suhu rendah atau tinggi,
untuk sedimen pada perairan tawar methylasi terhambat pada suhu rendah pada suhu optimal 35
C, berdasarkan pengamatan pada suatu penelitian menemukan peningkatan suhu dari 10-35
C dan kemudian menurun. Proses ini benar-benar terhambat pada suhu 90
C Wright and Hamilton 1982; Callister and Winfrey 1986; Steffan et al. 1988 dalam Liu 2008 suhu optimal proses methylasi antara
33-45 C dan ketika terjadi peningkatan suhu maka laju methylasi akan menurun
dan berhenti pada suhu 55 C.
Peningkatan suhu air laut secara tidak langsung dapat mempengaruhi paparan kontaminasi terhadap beberapa rantai makanan seperti : ikan, kerang-
47 kerangan, dan mamalia. Pemanasan laut dapat memfasilitasi metilasi merkuri dan
penyerapan merkuri oleh ikan dan mamalia meningkat sebesar 3-5 setiap kenaikan suhu sebesar 1
C Booth and Zeller 2005 dalam Jaykus et al. 2008.
5.7.2. Oksigen Terlarut
Gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan sangat penting sebagai pengatur metabolisme tubuh untuk tumbuh dan berkembang biak.
Sumber oksigen dalam air berasal dari difusi dari oksigen yang berasal dari atmosfir, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis
tumbuhan air dan fitoplangkton Novonty 1994.
Oksigen dibutuhkan organisme akuatik sebagai penghasil energi untuk pencernaan dan asimilasi makanan, menjaga keseimbangan osmotik dan aktivitas
lainnya. Pengaruh oksigen terhadap fisiologi biota terutama adalah proses respirasi. Laju konsumsi oksigen terlarut berfluktuasi mengikuti proses-proses
hidup yang dilaluinya. Puncak maksimum konsumsi oksigen terlarut terjadi pada saat berlangsungnya reproduksi Barus, 2004.
Kisaran oksigen terlarut di Perairan Teluk Kao tertinggi di Muara Sungai Cibok dan terendah di Muara Sungai Balaotin masing-masing adalah 3.00-9.04
mgL dan dan 5.12-6.23 mgL. Secara keseluruhan oksigen terlarut di Perairan Teluk Kao masih sesuai dengan kebutuhan biota perairan yakni diatas kisaran
minimal 2.5 mgL Boyd, 1990.
Kondisi oksigen relatif tinggi dapat meningkatkan fraksi logam terlarut, karena oksigen terlarut sangat dibutuhkan untuk pelepasan logam sulfide dan
bahan organik, serta dapat menginduksi desorbsi logam Zheng et al. 2013. Namun demikian Atkinson et al. 2007 menjelaskan bahwa hubungan antara
konsentrasi logam berat dengan oksigen terlarut tidak liner. Meningkatnya oksigen terlarut pada pH netral akan teroksidasi menjadi endapan hidroksida dan
oksida. Proses metilasi merkuri pada perairan dan sedimen berlangsung pada musim panas, ketika suhu tinggi dan kelarutan oksigen terlarut yang rendah
Callister dan Winfrey, 1986; Stordal dan Gill, 1995; Watras et al. 1995; Carroll et al.
2000; Zagar et al. 2006.
5.7.3. Tingkat Keasaman pH
Tingkat keasaman pH perairan merupakan parameter kualitas air penting dalam ekosistem perairan. Perubahan pH ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan
respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis memerlukan karbon di oksida, yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi monosakarida. Penurunan karbon
dioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH perairan. Sebaliknya, proses respirasi oleh semua komponen ekosostem akan meningkatkan jumlah karbon
dioksida, sehingga pH perairan menurun Wetzel, 1983. Nilai pH perairan merupakan parameter yang dikaitkan dengan konsentrasi karbon dioksida CO
2
dalam ekosistem. Semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida, pH perairan semakin rendah. Konsentrasi karbon dioksida ditentukan pula oleh keseimbangan
antara proses fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis merupakan proses yang menyerap CO
2
, sehingga dapat meningkatkan pH perairan tambak. Respirasi menghasilkan CO
2
ke dalam ekosistem, sehingga pH perairan menurun. Karbon dioksida dalam ekosistem perairan dihasilkan melalui proses respirasi oleh semua
organisme dan proses perombakan bahan organik dan anorganik oleh bakteri.
48 Berdasarkan Tabel 20 kisaran pH yang terukur pada lokasi penelitian
berkisar antara 6.72-7.79. Kisaran pH tertinggi di kawasan tanpa penambangan emas berkisar 7.11-7.18 dan terendah disekitar kawasan kawasan PT. NHM
dengan kisaran 6.74-7.23.
Kondisi pH rendah, biasanya merkuri dilepaskan pada kolom sedimen. Mobilitas merkuri tergantung pada perbedaan variabel pH. Desorbsi, absorbsi dan
transformasi merkuri pada sedimen merupakan proses yang rumit dan tergantung dari banyaknya faktor, sehingga dampak pH sangat tergantung pada bentuk
sedimen. Akan tetapi banyak studi yang menjelaskan bahwa pada kondisi pH rendah dapat berpengaruh terhadap proses metilasi merkuri MeHg Boszke et al.
2003 dalam Liu 2008.
Kondisi pH rendah terutama pada biota akan memiliki konsentrasi merkuri paling tinggi dibandingkan dengan kondisi pH yang tinggi Wren and
Maccrimmon 1983; Richman et al. 1988; Grieb et al. 1990; Wiener and Stokes, 1990; Parkman and Meili 1993 dalam Liu, 2008. Oleh karena itu konsentrasi
merkuri yang tinggi merupakan indikasi dampak langsung seperti permeabilitas insang, menurunnya laju pertumbuhan biomassa, dan kemungkinan konsentrasi
merkuri yang tinggi karena berperan sebagai bioavailable pada ekosistem sehingga pembagian perubahan kimia antara air permukaan terhadap peningkatan
produksi MeHg di sedimen Rodgers and Beamish 1983; Ramlal et al. 1985; Hamasaki et al. 1991; Miskimmin et al. 1992 dalam Liu 2008.
5.7.4. Salinitas
Nilai salinitas air untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0-5 ‰ Salinitas air Tawar, perairan payau biasanya berkisar antara 6-30 ‰, salinitas air
payau dan perairan laut berkisar antara 30 ‰, salinitas air Laut Barus, 2004. Berdasarkan Tabel 20, hasil pengukuran salinitas menunjukkan salinitas
tertinggi di sekitar Muara Sungai Kobok ST III dan terendah di sekitar Muara Sungai Balaotin ST I. Kondisi salinitas yang rendah terutama di sekitar Muara
Sungai Balaotin konsentrasi merkuri yang terdeteksi lebih besar, sedangkan kondisi salinitas yang cenderung tinggi konsentrasi merkuri terdeteksi rendah.
Kondisi salinitas yang tinggi diduga dapat mereduksi merkuri di air, sehingga konsentrasi merkuri pada perairan tawar biasanya lebih besar dibandingkan
dengan konsentrasi merkuri pada perairan laut.
Salinitas merupakan dampak dari penghambatan klorin-kompleks, tingkat methylasi merkuri biasanya menurun ketika ada peningkatan kadar garam, oleh
karena itu sedimen laut dan muara rasio merkuri dengan total konsentrasi merkuri lebih kecil dari sedimen pada perairan tawar. Rasio sedimen perairan laut ~0,5
sedangkan sedimen perairan tawar 1-1.5. Proses dimetilasi pada ekositem perairan pada perairan laut lebih efektif pada kondisi salinitas yang tinggi dari
perairan tawar Liu 2008.
5.7.5. Konduktivitas DHL
Berdasarkan Tabel 20, menunjukkan konduktivitas DHL tertinggi di sekitar Muara Sungai Kobok ST III dan terendah di sekitar Muara Sungai
Balaotin. Pola yang sama seperti salinitas, dimana kondisi konduktivitas yang cenderung tinggi merkuri di air cenderung menurun, sedangkan kondisi
konduktivitas yang rendah merkuri di air cenderung tinggi.
49 Konduktivitas berkorelasi negatif terhadap merkuri, tingginya nilai
konduktivitas dapat mengurangi kelarutan merkuri pada air dan dapat memperlambat proses metilasi merkuri NOAA, 1996. Lebih lanjut Gilmour dan
Henry 1991 melaporkan bahwa persentase merkuri lebih tinggi pada perairan tawar berkisar 37, air laut berkisar 5.
Fairchild et al. 1987 menyebutkan pengaruh dari drainase pertanian umumnya akan meningkatkan konsentrasi partikel sedimen tersuspensi dan nilai
konduktivitas di perairan. Konduktivitas DHL seringkali dapat dilihat dari tingkat salinitas perairan. Konduktivitas dan kekeruhan cenderung meningkat dari
hulu ke hilir Sudarso et al. 2009.
5.7.6. Kekeruhan
Sifat desktruktif pencemar muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan, sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem melalui
perubahan proses fisika-kimia perairan. Kekeruhan terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien. Bahan tersuspensi dapat meningkatkan kekeruhan
sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Laju suspensi sedimen lewat sungai-sungai yang bermuara di Teluk Kao menyebabkan tingkat sedimentasi dan
kekeruhannya sangat tinggi Subandri 2008.
Berdasarkan Tabel 20, nilai kekeruhan tertinggi di sekitar Muara Sungai Balaotin dan terendah di sekitar Muara Sungai Kobok. Tingginya kekeruhan
disebabkan oleh beberapa sungai yang dikeruk bagian dasar dan penampang untuk mengambil matrial batuan sebagai bahan perekat trowongan oleh PT. NHM. Nilai
kekeruhan tinggi terutama di sekitar Muara Sungai Balaotin berbanding lurus dengan konsentrasi merkuri di air maupun sedimen, sedangkan nilai kekeruhan
yang lebih rendah di sekitar Muara Sungai Kobok berbanding terbalik dengan konsentrasi merkuri di air maupun sedimen. Kondisi perairan yang keruh diduga
mengandung bahan tersuspensi dan terlarut dengan mudah berikatan dengan merkuri sehingga merkuri di air dan sedimen cenderung tinggi.
5.7.7. Total Dissolved Solid TDS
Berdasarkan Tabel 20, total dissolved solid TDS tertinggi di sekitar Muara Sungai Kobok dan terendah di sekitar Muara Sungai Cibok. Nilai TDS yang
tersebar pada setiap stasiun pengamatan dengan kisaran yang rendah. Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat
toksik, akan tetapi jika berlebihan, dapat meningkatkan nilai kekeruhan, yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan
akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan Effendi, 2003 dalam
S
uyantri et al. 2011.
5.8. Pengelolaan Merkuri di Lingkungan Pesisir