44 yang masih sangat muda pemerintah Provinsi Gorontalo mampu
menunjukkan prestasi yang lebih baik daripada provinsi lainnya, misalnya sebagai satu-satunya penerima penghargaan tertib administrasi keuangan
tahun 2007, penerima penghargaan ketahanan pangan selama tiga tahun berturut-turut 2003-2006, sebagai pelaksana Good Governance terbaik di
Indonesia menurut penelitian UGM, dan sebagainya. Tingginya konsentrasi penyelenggaraan pembangunan di Provinsi
Gorontalo didukung dengan peningkatan anggaran yang cukup tinggi. Pada tahun 2001 nilai APBD Provinsi Gorontalo sebesar Rp. 77.696.211.940
terus meningkat menjadi Rp. 442.229.890.710 pada tahun 2006, atau terjadi peningkatan nominal 469.18 dalam kurun waktu 5 tahun. Khusus untuk
penanggulangan kemiskinan Pemerintah Provinsi Gorontalo secara rutin mengalokasikan anggaran yang cukup besar. Pada tahun 2005 alokasi
APBD untuk penanggulangan kemiskinan sebesar Rp. 4.896.000.000 dan meningkat menjadi Rp. 8.034.337.500 pada tahun 2006. Sementara dana
penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBN berjumlah Rp. 68.834.997.000 pada tahun 2005 menjadi Rp. 278.531.268.000 pada tahun
2006. Anggaran penanggulangan kemiskinan tersebut dimanfaatkan antara lain melalui pembangunan rumah layak huni dan peningkatan aksesibilitas
masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan dengan pembentukan Badan Pelaksana Kesehatan Mandiri Bapelkesman.
Sebagai hasil dari kerja keras dan semangat kolektif antara masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan maka angka kemiskinan
Provinsi Gorontalo turun drastis dalam kurun waktu yang relatif pendek. Tingkat kemiskinan Provinsi Gorontalo sebelum pemekaran mendekati level
73 turun menjadi 29,13 pada tahun 2008 setelah delapan tahun berdiri sebagai provinsi sendiri. Namun angka ini masih lebih tinggi dibanding nasional
yang hanya 17,75.
4.4. Sosial Kemasyarakatan di Provinsi Gorontalo Pendidikan
Sumber daya manusia merupakan salah satu instrumen pembangunan yang cukup mempengaruhi proses dan hasil pembangunan itu sendiri, dan untuk
45 membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan tingkat pendidikan
yang memadai. Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan adalah dengan menggunakan Angka Partisipasi Kasar. Instrumen ini menngambarkan
persentase penduduk siswa yang bersekolah pada tingkat tertentu tanpa memperhitungkan tingkat umur terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada
tingkat tertentu tersebut. Nilai APK dimungkinkan mencapai lebih dari 100 karena jumlah siswa yang bersekolah pada tingkat yang dimaksud tanpa
memperhitungkan tingkat umur pada tingkatan tersebut. Jadi pada perhitungan APK, misalnya anak yang bersekolah di SMP dengan umur kurang dari 13 tahun
atau lebih dari 15 tahun, akan tetap masuk dalam perhitungan, sementara jumlah penduduk sebagai pembandingnya dibatasi dalam umur 13-15 tahun sebagai
interval umur untuk anak SMP.
Sumber: Diknas BPS Provinsi Gorontalo, 2009
Gambar 4.3 APK dan APM Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo
Sampai dengan tahun 2008, untuk tingkat SD Kota Gorontalo memiliki APK dengan capaian yang tertinggi, sebesar 152 di tahun 2008. Untuk APK
SD pada semua daerah mencapai lebih dari 100 , artinya fase awal program wajib belajar di Provinsi Gorontalo telah menunjukan prestasi yang cukup baik.
Hal ini juga didukung oleh Angka Partisipasi Murni APM SD yang mencapai lebih dari 85 pada semua daerah.
46
Pengangguran dan Kemiskinan
Jumlah pengangguran di Provinsi Gorontalo dari tahun 2001 sampai 2006 mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik dari nilai absolut maupun
persentase. Tahun 2001 mencapai 13.790 orang 3.7 meningkat menjadi 44.395 orang 11.14 di tahun 2006. Setelah itu di tahun 2007 dan 2008 persentase
pengangguran di Gorontalo mengalami penurunan, bahkan lebih rendah dibanding nasional yang memiliki capaian 9,11 dan 8,39.
Sumber : BPS, 2009
Gambar 4.4 Persentase Pengangguran di Sulawesi dan Nasional
Dibandingkan daerah lainnya di Sulawesi, capaian Gorontalo juga relatif rendah. Rata-rata selama 2006-2008 Gorontalo berada dalam posisi kedua
dengan persentase terendah setelah Sulawesi Barat. Dalam tingkat nasional, tahun 2007 Gorontalo berada dalam posisi ke-15 dan tahun 2008 menjadi
posisi ke-11 dalam persentase penggangguran yang terendah di Indonesia. Dari aspek kemiskinan, secara umum capaian Gorontalo menunjukan
penurunan baik dari aspek jumlah absolut maupun dalam persentase. Sebelum Gorontalo ditetapkan menjadi provinsi, persentase penduduk miskin
berdasarkan perhitungan pada tahun 1999 sebesar 49,54 , kemudian turun 32,94 pada tahun 2000. Di tahun 2001, ketika Gorontalo dalam proses
persiapan pembentukan dan peresmian menjadi provinsi, kemiskinan turun menjadi 29,74 . Selanjutnya di tahun 2002 kembali meningkat menjadi
32,12 dan sampai akhir tahun 2008 terus menunjukan trend penurunan.
47 Tabel 4.2
Jumlah dan Persentase Kemiskinan di Provinsi Gorontalo
Daerah 2003
2005 2007
Jlh Penduduk Miskin
Penduduk Miskin
Jlh Penduduk Miskin
Penduduk Miskin
Jlh Penduduk Miskin
Penduduk Miskin
Kab. Gorontalo 138,300
33.97 138,600
34.49 129,738
32.07 Kota Gorontalo
15,700 10.77
15,200 10.06
11,965 8.11
Kab. Boalemo 33,380
32.53 32,500
31.47 32,727
29.21 Kab. Pohuwato
34,500 33.15
32,700 31.88
31,338 29.74
Kab. Bone Bolango 35,400
29.43 36,000
30.23 36,132
30.60 Provinsi Gorontalo
257,280 29.25
255,000 29.05
241,900 27.35
Sumber : Sewindu Gorontalo, BPS Gorontalo, 2009
Sumber : BPS, 2009
Gambar 4.5 Persentase Kemiskinan di Sulawesi dan Nasional
Meskipun mengalami penurunan dalam jumlah absolut dan persentase, tetapi kondisi kemiskinan di Provinsi Gorontalo tetap masih di atas daerah
lainnya di Sulawesi dan di atas rata-rata nasional. Tahun 2005 berada dalam posisi ketiga dan selama tahun 2006 sampai 2008 di posisi keempat nasional.
Capaian yang sangat kontradiksi dibanding capain pertumbuhan ekonominya.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN